Sabtu, 30 November 2013

Permainan Trdisional yang Terkikis oleh Putaran Waktu

Permainan tradisional sangatlah populer sebelum teknologi masuk ke Indonesia. Dahulu, anak-anak bermain dengan menggunakan alat yang seadanya. Namun kini, mereka sudah bermain dengan permainan-permainan berbasis teknologi yang berasal dari luar negeri dan mulai meninggalkan mainan tradisional. Seiring dengan perubahan zaman, permainan tradisional perlahan-lahan mulai terlupakan oleh anak-anak Indonesia. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang sama sekali belum mengenal permainan tradisional.

Permainan tradisional sesungguhnya memiliki banyak manfaat bagi anak-anak. Selain tidak mengeluarkan banyak biaya, permainan –permainan tradisional sebenarnya sangat baik untuk melatih fisik dan mental anak. Secara tidak langsung, anak-anak akan dirangsang kreatifitas, ketangkasan, jiwa kepemimpinan, kecerdasan, dan keluasan wawasannya melalui permainan tradisional. Para psikolog menilai bahwa sesungguhnya mainan tradisional mampu membentuk motorik anak, baik kasar maupun halus. Salah satu permainan yang mampu membentuk motorik anak adalah dakon. Motorik halus lebih digunakan dalam permainan ini. Pada permainan ini pemain dituntut untuk memegang biji secara utuh sembari meletakkannya satu-satu di kotakkannya dengan satu tangan.

Selain itu, permainan tradisional juga dapat melatih kemampuan sosial para pemainnya. Inilah yang membedakan permainan tradisional dengan permainan modern. Pada umumnya, mainan tradisional adalah permainan yang membutuhkan lebih dari satu pemain. Permainan galasin misalnya. Kemampuan sosial sangat dilatih pada permainan ini. Inti permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan seluruh anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah ditentukan. Pada permainan trdisional kemampuan anak untuk berempati dengan teman, kejujuran, dan kesabaran sangat dituntut dalam mainan tradisional. Hal ini sangat berbeda dengan pola permainan modern. 

Kemampuan sosial anak tidak terlalu dipentingkan dalam permainan modern ini, malah cenderung diabaikan karena pada umumnya mainan modern berbentuk permainan individual di mana anak dapat bermain sendiri tanpa kehadiran teman-temannya. Sekalipun dimainkan oleh dua anak, kemampuan interaksi anak dengan temannya tidak terlalu terlihat. Pada dasarnya sang anak terfokus pada permainan yang ada di hadapannya. Mainan modern cenderung bersifat agresif, sehingga tidak mustahil anak bersifat agresif karena pengaruh dari mainan ini.

Permainan tradisional biasanya dibuat langsung oleh para pemainnya. Mereka menggunakan barang-barang, benda-benda, atau tumbuhan yang ada di sekitar para pemain. Hal itu mendorong mereka untuk lebih kreatif menciptakan alat-alat permainan. Selain itu, permainan tradisional tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan yang berlaku, selain aturan yang sudah umum digunakan, ditambah dengan aturan yang disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Di sini juga terlihat bahwa para pemain dituntut untuk kreatif menciptakan aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan mereka.

Meskipun permainan tradisional sudah jarang ditemukan, masih ada beberapa anak-anak Indonesia di daerah-daerah terpencil yang memainkan permainan ini. Bahkan, permainan tradisional juga digunakan oleh para psikolog sebagai terapi pengembangan kecerdasan anak. Melihat banyaknya manfaat yang ada dalam permainan tradisional, tidak ada salahnya jika kita melestarikan dan memperkenalkan kembali permainan tradisional kepada generasi muda Indonesia dan dunia sebagai bentuk kepedulian anak bangsa kepada warisan budaya Indonesia.... [DI]


Share:

Jumat, 29 November 2013

Pasarean Sultan R. Abd. Kadirun di Bangkalan

Mewarisi Pemerintahan Sultan Bangkalan I (Sultan Abdul/Panembahan Adipati Tjakraadiningat I), Raden Abdul Kadirun berjasa memajukan wilayah di ujung Barat Madura ini. Tapi itu tidak serta merta menghapuskan perannya dalam penyebaran Islam. Raden Abdul Kadirun dikenal menjalankan pemerintahannya dengan prinsip-prinsip islami.

Saat memerintah pada 1815-1847 Islam berkembang dan menjadi warna yang dominan di masyarakat Bangkalan. Tak heran, Rato (pemimpin/pemerintah) ini begitu dihormati sosoknya. Tanda bahwa Sultan Abdul Kadirun begitu berjasa terhadap penyebaran Islam juga terlihat dari nisannya yang dibangun sedemikian megahnya, bak istana.

Sultan Raden Abd. Kadirun

Terletak di sisi barat komplek (di belakang) Masjid Agung Bangkalan, makam Raden Abdul Kadirun ini selalu dipenuhi para peziarah, terutama saat Ramadan seperti sekarang ini. Siang, bahkan hingga larut malam alunan ayat suci Alquran berkumandang tanpa henti. Nyaris tidak ada tempat kosong di setiap sudut ruang komplek makam maupun masjid.

Bangunan Congkop yang ada di belakang Masjid Agung Bangkalan

Nuansa bangunan kuno begitu kental dengan ukiran motif bunga dan lambang-lambang perjuangan saat mengusir penjajah. Salah satu nisan makam ada yang berbentuk mahkota kerajaan. Ini merupakan sebagai simbol seseorang yang masih keturunan pemimpin. Raden Abdul Kadirun merupakan tokoh penting dalam sejarah Bangkalan, bahkan merupakan seorang pemimpin atau Bupati pertama yang berjuang melawan penjajah belanda.






 




Video Pasarean Sultan R. Abd. Kadirun di Bangkalan



Raden Abdul Kadirun merupakan keturan Ratu Ibu, yang terletak di Arosbaya ini bergelar Sultan Cakra Adiningrat II, juga masih mempunyai garis keturunan dengan Brawijaya dimana Beliau juga mempunyai 16 orang anak yang saat ini masih ada keturunannya dan sering nyekar ke komplek makam ini.

 

Komplek makam tersebut, bisa dikatakan merupakan komplek makam keluarga. Hampir seluruh kerabat Sultan disemayamkan di sini. Bahkan, istri tercinta Sultan yakni R. Ayu Masturah atau Ratu Ajunan, beserta beberapa orang putranya disemayamkan secara bersebelahan dan berada dalam satu cungkup. Komplek makam bagian dalam yang dibangun sejak 1848 tertera jelas didominasi kultur Jawa.




"Berdasarkan pengakuan para ahli warisnya, Sultan masih keturunan Jawa dan senang wayang kulit. Sementara itu, Muadzin Masjid Agung Bangkalan, Supardi mengatakan, jumlah pengunjung masjid dan komplek makam terus meningkat. Kebanyakan ingin beritikaf atau mengkhatamkan Al Qur ' an. (DI)




Share:

Permainan Panjat Pinang

Permainan Panjat Pinang, semua rakyat Indonesia pasti tahu dengan kegiatan ini, di setiap tanggal 17 Agustus selalu pasti permainan panjat pinang disetiap kampung, desa bahkan di kota-kota besarpun permainan ini selalu dimainkan, karena permainan panjat pinang ini identik dengan semangat di adakan untuk memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia.

Namun ternyata ada sisi kelam dari sejarah panjat pinang di Indonesia ini. Jika kamu pernah nonton Sinetron Para Pencari Tuhan karya Deddy Mizwar, ada satu adegan dimana, salah seorang tokoh ingin mengadakan acara Agustusan, ada yang mengusulkan Panjat Pinang, tapi di tolak mentah-mentah dengan alasan, Panjat Pinang sebenarnya adalah hiburan orang-orang Belanda ketika menjajah Bangsa Indonesia.

Sejarah
Panjat pinang berasal dari zaman penjajahan Belanda dulu. lomba panjat pinang diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain yang mengikuti lomba ini adalah orang-orang pribumi. Hadiah yang diperebutkan biasanya bahan makanan seperti keju, gula, serta pakaian seperti kemeja, maklum karena dikalangan pribumi barang-barang seperti ini termasuk mewah. sementara orang pribumi bersusah payah untuk memperebutkan hadiah, para orang-orang Belanda menonton sambil tertawa. tata cara permainan ini belum berubah sejak dulu.


Bisa dibayangkan kondisi pada masa penjajahan, sementara warga negara Indonesia bersusah payah dengan berlumuran keringat, para Penjajah Belanda dan keluarganya tertawa terbahak bahak melihat penderitaan Bangsa Indonesia. Dan mungkin saat ini, ketika perayaan 17 Agustus, mereka masih tertawa terbahak bahak, menyaksikan bahwa budaya yang mereka buat dengan tujuan melecehkan Bangsa Indonesia, ternyata justru di lestarikan.

Dan saat ini bentuk permainan ini masih bertahan hingga sekarang, ada pihak yang tidak mempermasalahkan sejarah permainan ini, tapi ada juga yang tidak setuju dengan budaya ini. Jika sejarah panjat pinang begitu menyakitkan mengapa harus di lestarikan.

Cara permainan :
Sebuah pohon pinang yang tinggi dan batangnya dilumuri oleh pelumas disiapkan oleh panitia perlombaan. Di bagian atas pohon tersebut, disiapkan berbagai hadiah menarik. Para peserta berlomba untuk mendapatkan hadiah-hadiah tersebut dengan cara memanjat batang pohon.





Oleh karena batang pohon tersebut licin (karena telah diberi pelumas), para pemanjat batang pohon sering kali jatuh. Akal dan kerja sama para peserta untuk memanjat batang pohon inilah yang biasanya berhasil mengatasi licinnya batang pohon, dan menjadi atraksi menarik bagi para penonton.

Pro kontra
Memang terjadi pro dan kontra mengenai perlombaan yang satu ini. satu pihak berpendapat bahwa sebaiknya perlombaan ini dihentikan karena dianggap mencederai nilai-nilai kemanusiaan. Sementara pihak lain berpikir ada nilai luhur dalam perlombaan ini seperti: kerja keras, pantang menyerah, kerja kelompok/gotong royong (DI).



Sumber Gambar : http://coolnwacky.com/
Share:

Kamis, 28 November 2013

Asal Usul Desa Kamal Bangkalan

Nama  suatu wilayah atau tempat biasanya mempunyai sejarah yang panjang, begitu juga nama Desa Kamal, konon menurut masyarakat setempat, dari nenek moyangnya kata Kamal berasal dari kotak amal hal ini dipercaya bahwa berdirinya masjid dipelabuhan Kamal berdirinya sudahl lama dan dibangun dari dana kotak amal, yang dananya berasal dari masyarakat setempat. Daluhu masyarakat Kamal merupakan.

Masyarakat yang maju atau kaya-kaya dan dikenal dermawan, begitu menurut cerita dari bapak H. Abdul Hadi, sesepuh Desa Kamal.


Begitu juga menurut cerita dari Bapak Juri, konon Desa Kamal berasal dari kata amal, yang dimaksud amal disini bahwa dahulu masyarakat Kamal suka menolong orang.

Setiap orang yang berlayar atau menangkap ikan selalu singgah di desa tersebut untuk mengembil air yang disediakan oleh masyarakat Kamal. Demikian sampai saat ini orangyang berasal dari kota lain selalu mencari nafkah di Kecamatan Kamal, misalnya yang paling banyak berasal dari Sampang, kebanyakan bekerja di Pelabuhan Kamal.... [DI]


Share:

Asal Usul Desa Kebun Kamal Bangkalan

Nama Desa Kebun yang konon menurut masyarakat setempat dahulunya merupakan hutan lebat dan pohonnya besar-besar. Pada saat itu penduduk setempat membutuhkan lahan untuk becocok tanam, sehingga desa yang masih berupa hutan dibabat bersama-sama oleh penduduk desa tersebut, tetapi saking luasnya hutan tersebut, belum selesai ditebangi semuanya, pohon sudah tumbuh lagi, sehingga nama desa tersebut disebut Desa Kebun.

Lain lagi  asal-usul nama Dusun Batu Rubuh, dusun tersebut termasuk Desa Kebun, Konon dinamakan Dusun Batu Rubuh, karena pada saat itu terjadi perang Dunia II, antara tentara Belanda yang sudah lama mengusai wilayah dusun tersebut melawan tentara Jepang.

Pada saat itu tentara Jepang menjatuhkan ratusan bom dari pesawat-pesawat tempurnya, sehingga batu-batu gunung yang besar-besar berjatuhan kejalan-jalan dusun tersebut, sehingga masyarakat menamakan Dusun Batu Rubuh... [DI].
Share:

Keris Sultan Cakra Adiningrat II


Keris pemberian Sultan Cakra Adiningrat II kepada Raja William I pada tahun 1835, dimana didalam sebuah surat yang menyertainya, Sultan menyatakan beribu-ribu terima kasih atas pengangkatannya sebagai Panglima Orde Belanda Lion.

Keris bertabur 117 batu berlian ini dua berlian yang terdapat di dekorasi sarungnya telah hilang.


Sumber : Museum Belanda bernama Rijksmuseum (baca : Reiksmuseum)


Share:

Selasa, 26 November 2013

Penteng, Permainan Rakyat Yang Terlupakan

Penteng merupakan salah satu permainan tradisional rakyat Madura, khususnya permainan untuk anak-anak. Permainan ini menggunakan dua potong kayu lurus sebesar ibu jari orang dewasa. Bahan untuk alat permainan ini mudah diperoleh, karena terdapat di daerah sekitarnya.

Permainan ini tidak mempunyai hubungan dengan suatu peristiwa, baik keagamaan maupun upacara tradisional, karena itu permainan penteng ini hanyalah permainan hiburan yang dimainkan pada waktu senggang untuk mengisi kekosongan.

Dalam pelaksanaannya permainan penteng sangatlah sederhana dan mudah untuk dimainkan. Hampir semuanya dapat memainkannya, karena yang diperlukan hanyalah keterampilan, kejelian dan sedikit pemikiran, agar dirinya menang. Selain itu juga bersifat hiburan, permainan ini juga bersifat kompetitif karena ada lawan bermain dan ada juga ketentuan kalah dan menang.

Permainan penteng ini dimainkan oleh anak-anak paling banyak enam orang, kemudian dibagi dalam dua kelompok, masing-masing kelompok tiga orang anak. Selain dimainkan secara berkelompok, permainan ini juga dapat dimainkan secara perorangan (satu lawan satu) hanya saja bila dimainkan secara perorangan terasa kurang seru. Oleh karena itu permainan penteng ini lebih sering dimainkan secara berkelompok sehingga menjadi lebih menarik.

Pada umumnya penteng dimainkan oleh anak laki-laki, namun tidak tertutup kemungkinan bagi anak perempuan. Asal saja anggota kelompok permainan ini harus sama sejenis. Hal ini, disebabkan pada akhir permainan ada acara gindungan (bergendongan), yang kalah harus menggendong yang menang. Para pelaku dari permainan tersebut, rata-rata berusia antara enam sampai dengan lima belas tahun dengan tidak membatasi kelompok masyarakat.

Peralatan yang dipergunakan dalam permainan penteng terdiri dari dua bilah kayu sebesar ibu jari dengan ukuran yang berbeda, satu pendek dan satu lagi panjang. Kayu yang pendek, berukuran kira-kira 13 cm, disebut pangkenek, sedangkan yang panjang berukuran kira-kira 39 cm disebut panglanjang. Kedua bilah kayu bia­sanya ini terbuat dari kayu gabus, atau dari bambu yang dipotong sedemikian rupa. Selain itu juga diperlukan sebuah lubang kecil di tanah yang berukuran panjang antara 20-25 cm dengan lebar 5 cm dan dalam lubangnya kira-kira 5 cm yang dipergunakan sebagai tempat penyoket (penyukit) pangkene oleh panglanjang.

Para pemain yang berjumlah enam orang ini memilih kawannya yang sebaya melakukan “suten” untuk menentukan siapa-siapa yang termasuk teman bermainnya (yang menang berkelompok sama yang menang dan yang kalah berkelompok dengan yang kalah). Jika telah ditentukan masing-masing anggota kelompok, selanjutnya diadakan kembali “suten” untuk menentukan kelompok mana yang mendapat giliran pertama bermain (alako kaada). Dua orang anak mewakili kelompoknya masing-masing melakukan “suten” alagi. Bagi kelompok yang menang dalam “suten” menda­patkan giliran pertama untuk alako (bekerja), sedangkan kelompok yang kalah bertugas untuk se ajaga (menjaga).

Setelah semuanya disepakati dan kelompok yang alako dan se ajaga telah diketahui, barulah permainan dimulai. Misalnya, kelompok 1 yang alako dan kelompok II yang se ajaga Mereka tidak terikat dengan, urutan pemain dalam kelompoknya. Pemain bebas melakukan nyoket (menyukit) lebih dahulu. Kalau terdapat kesalahan yang dilakukan oleh seorang pemain di dalam kelompok­nya pada satu tahap permainan yang harus diselesaikan, tidak boleh digantikan oleh kawannya untuk menyelesaikan tahapan berikutnya. Temannya harus melakukan dari semula kembali.

Jalan permainan penteng ini, terdiri dari beberapa tahapan yang harus diselesaikan oleh setiap pemain. Tahap pertama, yakni menyoket pangkene dengan panglanjang. Pemain pertama dari kelompok alako (kelompok I) akan menyoket, pangkene ditaruh melintang di atas lubang kecil lalu dicukit dengan panglanjang ke depan (lihat gambar).


Penyukit yang pandai akan mengarahkan pangkene ke tempat yang tidak dijaga dan diusahakan agar pangkene tidak dapat ditangkap oleh lawan. Apabila tiga kali berturut-turut dalam tahap ini pangkene tertangkap oleh lawan, berarti kelompok I yang alako gagal dan harus diganti oleh pemain dari kelompok II yang se ajaga. Jika cukitan pertama tidak tertangkap oleh yang se ajaga (kelompok II), maka dari batas berhentinya pangkene tadi oleh panglanjang yang ditaruh melintang di atas lubang. Jika pangkene mengenai panglianjang berarti penyukit pertama gagal dan diganti oleh penyukit kedua dari kelompok I. Juga dinyatakan gagal apabila cukitannya dapat ditangkap oleh kelompok II. Selanjutnya penyukit kedua sekarang melakukan cukitan dan kalau berhasil (artinya tidak tertangkap dan tidak mengenai panglanjang) ia dapat melanjutkan ke tahap berikutnya.

Pada tahap kedua, yaitu memukul pangkene dengan panglanjang. Kedua alat itu dipegang dengan tangan kanan, pangkene dilemparkan ke atas lalu dipukul dengan panglanjang (lihat gambar). Bila pangkene yang melayang tidak dapat ditangkap oleh lawan, kelompok I memperoleh nilai dengan mengukur jarak jatuh pangkene ke lubang, diukur dengan menggunakan panglanjang. Kalau pangkene dapat ditangkap oleh lawan dan dilemparkan kembali ke lubang, atau ketika jatuh dan ternyata masih bergerak lalu disepak ke arah lubang sehingga jarak pangkene ke lubang tidak lagi sepanjang panglanjang maka gagallah penyukit kedua itu penyukit ketiga dengan dimulai dari cukitan pertama. Sebaliknya bila masih dapat diukur baik di muka atau di belakang lubang, dianggap hidup dan memperoleh nilai. Maka pemain dapat melanjutkan tahap berikutnya.


Pada tahap ketiga, yakni dengan memukul pangkene yang ditaruh memanjang dalam lubang dengan sebagian menonjol (mencuat) ke luar. Kemudian yang menonjol ke luar itulah yang dipukul sehingga meloncat ke atas lalu dipukul lagi oleh panglanjang ke depan (lihat gambar). Kalau pangkene tidak tertangkap oleh lawan, kelompok I memperoleh nilai lagi dengan mengukur jarak jauh terpelantingnya pangkene ke lubang dengan panglanjang. Untuk mendapatkan nilai yang lebih banyak lagi, bila pangkene pada waktu melesat ke luar dari lubang dapat dipukul dua kali (berarti terkena pukulan tiga kali tanpa menyentuh tanah) maka alat pengukurnya bukan panglanjang tetapi diukur dengan pangkene. Kemudian pemain melanjutkan tahap selanjutnya ialah metar.



Di tahap metar ini, pangkene ditaruh di atas tangan kiri yang ditelungkupkan. lalu dilontarkan ke atas dan dipukul dengan panglanjang. Apabila lawan tidak berhasil menangkapnya maka kelompok I menambah nilainya. Jika pangkene yang dilontarkan ke atas dapat dipukul dua kali, maka alat penghitungnya pun pangkene sehingga penambahan nilai lebih banyak lagi.

Tahap selanjutnya adalah dengan menaruh pangkene di antara jepitan tangan dengan lengan tangan kanan, lalu dilontarkan ke atas dan dipukul. Bila tidak berhasil ditangkap oleh lawan, maka nilai bertambah lagi. Begitu pula jika pukulannya dua kali, maka alat pengukurnya pun bukan panglanjang tetapi pangkene.

Sebagai tahap yang terakhir, ialah menaruh pangkene di atas jari kaki kanan, lalu dilontarkan ke atas dan dipukul dengan panglanjang. Jika tidak tertangkap olah lawan, kelompok I menambah nilai lagi. Apabila nilai akhir sudah tercapai oleh salah satu kelompok, maka kelompok yang menang mulai melakukan metar yang kedua. Metar yang kedua ini mula-mula dilakukan oleh pemain pertama, caranya yakni dengan menaruh pangkene di atas telapak tangan kiri yang tertelungkup, kemudian dilontarkan ke atas kemudian dipukul pangkene dengan panglanjang. Lalu dilanjutkan oleh pemain yang kedua, juga melakukannya hal yang sama seperti permainan yang pertama dari tempat jatuhnya pangkene ke arah lain yang disenangi. Begitu juga pemain yang ketiga menyambungnya dengan metar juga dari tempat jatuhnya “petaran” pemain yang kedua. Apabila ketiganya berhasil memetar jauh-jauh, piaka pihak yang kalah harus menggendong yang menang sejauh jumlah jarak petaran menuju pangkal petaran.

Di sinilah puncak kegembiraan permainan penteng itu. Para pemain yang kalah dapat minta untuk bermain lagi, dapat tukar menukar kawan atau diganti dengan mengadakan “suten” lagi. Hal ini semuanya tergantung kepada anak-anak. Pada umumnya mereka bermain dua kali, dan sesudah itu bubar pulang ke rumahnya masing-masing.

Jadi dapat disimpulkan bahwa permainan penteng dapat membantu pembentukan jiwa dan sifat anak agar berjiwa sportif, trampil, sigap, dapat menggunakan otaknya untuk mengembangkan daya pikir menyiasati lawannya dan memperluas pergaulan dengan menggunakan waktu senggangnya untuk hal-hal yang efektif. Apabila kita kaji latar belakang sosial budaya dari permainan ini, di mana permainan berasal dari permainan anak-anak petani yang dalam pelaksanaannya dapat mendidik anak-anak dalam rangka proses sosialisasi, maka nilai-nilai yang terkandung dalam permainan ini antara lain :
  1. Rasa disiplin, karena pemain harus mematuhi peraturan-peraturan permainan yang telah disepakati bersama. Seperti, jika ada pemain yang melakukan kesalahan pada satu tahap permainan untuk menyelesaikan tahapan berikutnya, jadi temannya harus melakukan dari semula kembali.
  2. Nilai-nilai yang diperoleh dari masing-masing anggota kelompok disatukan (dijumlahkan) sehingga mencapai/memperoleh nilai yang telah ditentukan. Begitu pula dalam kelompok yang se ajaga, di sini nampak kerjasama di antara anggota pemainnya karena setiap anggota pemain selalu siap berjaga agar dapat menangkap pangkene yang terlempar ke atas. Ketika pangkene oleh yang aloko dilemparkan, maka salah seorang anggota kelompok yang se ajaga akan berusaha untuk menangkapnya sehingga kelompok yang alako menjadi mati atau tidak mendapat nilai, sehingga teijadilah pergantian pemain. Karena itulah, dengan hasil yang sama ini akan menumbuhkan rasa kesatuan dan persatuan.
  3. Sportifitas atau kepatuhan akan perjanjian, yakni mempunyai jiwa konsekuen, jika mendapat kekalahan mematuhi perjan­jian yang telah disepakati sebelumnya. Kelompok yang kalah akan menggendong kelompok yang menang.
Sekarang ini, permainan penteng kurang berkembang terutama di kota-kota, tetapi di desa-desa terutama di kalangan anak-anak pada masyarakat yang kurang mampu masih digemari.

Hanya saja dikhawatirkan permainan penteng ini akan hilang manakala kondisi ekonomi penduduk sedemikian rupa sehingga anak-anak diperlukan orang tuanya untuk membantunya dalam perjuangan hidupnya, dan banyaknya kegiatan yang menyita waktu bagi anak-anak untuk memperoleh kesenggangan untuk bermain sesuka hatinya. Begitu penteng akan lenyap tetapi juga permainan tradisional lainnya juga adanya hiburan lainnya seperti bermain PS, game online, mendengarkan lagu-lagu melalui radio transistor, atau adanya bacaan yang dapat dibaca sambil bersantai-santai, maka tidak saja permainan tradisional seperti yang semacam ini akan lenyap pula... [DI]


Share:

Sejarah Masjid Agung Bangkalan

Pembangunan Masjid Agung Kota Bangkalan merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan sejarah awal perpindahan pusat pemerintahan kerajaan di Madura, karena sejak ditangkapnya dan dibuangnya Pangeran Tjakraadiningrat ke IV (memerintah tahun 1718 sampai dengan 1745) yang disebut Sidingkap (asal kata Sido-Ing-Kaap) oleh Belanda (Kaap de Goede Hoop/Afrika), yang semula didesa Sembilangan dipindahkan ke Desa Kraton Bangkalan (tahun 1747) dengan diawali 3 bangunan utama yang terdiri dari :

1.  Bangunan Kraton (sebelah Timur)

2.  Bangunan Paseban (di Tengah)
3.  Bangunan tempat ibadah/masjid (sebelah Barat)


Adapun penggantinya adalah Pangeran Adipati Setjoadiningrat dengan gelar Panembahan Tjakraadiningrat Ke V yang kemudian setelah watat disebut Pangeran Sidomukti (asal kata Sido-ing-mukti) yang memerintah tahun 1745 sampai 1770 dan dikebumikan di Aermata, Arosbaya. Pada masa pemerintahannya (tahun 1774) Kraton dipindahkan ke Bangkalan. Pangeran Sidomukti mempunyai putra R. Abd. Djamil, menjadi Bupati Sedayu dengan gelar R. Tumenggung Ario Suroadiningrat dan wafat mendahului Pangeran Sidomukti dengan meninggalkan istri yang sedang hamil 7 bulan dan setelah lahir diberi nama R. Tumenggung Mangkuadiningrat dan bergelar Tjakraadiningrat VI (Panembahan Tengah) wafat tahun 1780 dimakamkan di Aermata, Arosbaya.


Setelah Tjakraadiningrat VI wafat diganti Saudara ayahnya yang bernama R. Abdurrahman atau R. Tawangalun alias R. Tumenggung Ario Suroadiningrat atau Panembahan Adipati Tjakraadiningrat VII (memerintah tahun 1780 sarnpai dengan 1815) yang kemudian dikenal sebagai Sultan Bangkalan I. Masjid waktu itu masih khusus untuk keluarga kraton.


Setelah Panembahan Adipati Tjakraadiningrat VII wafat dan digantikan oleh Sultan R. Abd. Kadirun (Sultan Bangkalan ke II) pada tahun 1847, maka dalam kurun pemerintahan Sultan R. Abd. Kadirun, tepatnya pada hari Jum'at Kliwon tanggal 14 Jumadil Akhir 1234 H atau 10 April 1819 M sesudah sholat Jum'at, tiang agung dipancangkan (pemugaran yang pertama) dengan ukuran 30 m x 30 m, dan waktu itu diresmikan sebagai wakaf/dijadikan Masjid Umum (Jami)...  [DI]


Photo Koleksi : KITLV, Bangkalan Memory

Share:

Senin, 25 November 2013

Makna Pemugaran Masjid Agung Bangkalan

Pada masa pemerintahan Sultan R. Abd. Kadirun (Sultan Bangkalan ke II), tepatnya tahun 1847 atau pada hari Jum'at Kliwon tanggal 14 Jumadil Akhir 1234 H atau 10 April 1819 M sesudah sholat Jum'at, tiang agung dipancangkan (pemugaran yang pertama) dengan ukuran 30 m x 30 m, dan sejak saat itu pula maka masjid diresmikan sebagai wakaf dan dijadikan Masjid Umum (Jami).

Dengan demikian, terhitung tanggal 1 Nopember 1885 status pemerintahan berubah menjadi Kadipaten, dan Bupati yang pertama adalah R. Moh. Hasyim dengan gelar Pangeran Suryonegoro. Adalah atas prakarsanya pada tahun 1899-1900 Masjid dipugar yang II bagian atap, penutupan kolam dimuka yang bentuknya disesuaikan dengan kondisi waktu itu termasuktatanan bangunan sekitarnya (sebelah Selatan di bangun rumah Penghulu dan sebelah Utara rumah Hoofd Penghulu). Dalam pemugaran yang ke II ini sempat ada korban yaitu arsiteknya (orang Tionghoa) meninggal disambar petir diatas Masjid.

Tahun 1950 akibat adanya gempa bumi Masjid mengalami rusak berat terutama bagian muka (serambi) dan dipugar ke III oleh Bupati SIS Tjakraningrat.

Kemudian mulai tahun 1965 karena Masjid tersebut sudah tidak bisa menampung jemaahnya, terutama pada waktu sholat Jum'at dan sholat led, mulai timbal rencana perluasan dan dibentuklah Panitia yang terdiri dari beberapa unsur organisasi massa dengan nama Panitia Besar Pembangunan Masjid Jami Kota Bangkalan. Namun Panitia tersebut sampai beberapa lama tidak menampakkan ujud hasilnya.

Pada waktu kepemimpinan Bupati HJ. Sujaki diambil kebijaksanaan, Panitia tersebut dirombak dengan susunan Panitia ini secara Instansional terkait dengan nama Panitia Pembangunan/Perluasan Masjid Jami Kota Bangkalan (SK Bupati KDH Tingkat II Bangkalan). Menjelang akhir kepemimpinan HJ. Sujaki, Rencana Gambar selesai yang didesign oleh PATH - ITS.


Hari Jum'at sesudah sholat tanggal 16 Syahban 1401 H atau tanggal 19 Juni 1981 atas kebijaksanaan PJ. Bupati Soelarto, Pembangunan/ Perluasan Masjid terus dimulai dan dilaksanakan dengan sistem bertahap (dibagi 5 tahapan).


Kemudian dalam kepemimpinan Bupati Drs. Soemarwoto, mengingat pemasukan dana yang lam-ban dan juga adanya kondisi tanah dan lingkungan pembuangan air sekitarnya, maka gambar (design) direvisi yaitu :
Tempat wudlu yang semuladibawah lantai dipindah ke samping dengan bangunan tersendiri, dengan pertimbangan pembuangan air sulit tersalurkan karena kenyataannya selokan pembuangan lebih tinggi dari tempat wudlu tersebut.

Bagian muka yang seluruhnya berlantai dua (kelder) untuk menghemat biaya hanya samping kanan-kiri yang berlantai dua, sedang di tengah dibangun joglo.

     


Demikian juga setelah awal kepemimpinan Bupati Abd. Kadir melanjutkan menyelesaikan tahapan ke IV dan pada hari Jum'at 12 Jumadil Akhir 1409 H tanggal 20 Januari 1989 memulai pekerjaan tahap ke V dengan mengerjakan Wing sebelah Selatan atau kanan.

Dalam pengumpulan dana juga mengalami hal yang sama sehingga pekerjaan tersendat-sendat dan akhirnya dicari terobosan dengan memberikan mandat penuh kepada Drs. H. Hoesein Soeropranoto/ketua kehormatan Yayasan Ta'mirul Masjid Jami' Kota Bangkalan ini (sesuai dengan keputusan Rapat antar Bupati, Panitia Pembangunan dan Yayasan Ta'mirul Masjid tanggal 12 Agustus 1990 di kantor PT. Imaco Surabaya/PT. Rajawali Nusantara Indonesia).



Selanjutnya gambar "maket" dari pemugaran Masjid tersebut disyahkan oleh Bupati Bangkalan (Abd. Kadir) para Ulama yang diwakili oleh Ketua Yayasan (KH. Loethfi Madani) sesepuh masyarakat Bangkalan (R. Pd. Muhammad Noer dan RP. Mahmoed Sosrodiputro) dan Badan Pelaksana Yayasan Pendidikan Kyai Lemah Duwur MKGR Bangkalan, Drs. Marie Muhammad dan Drs. H. Hoesein Soeropranoto. Sedang pekerjaan pemugaran mulai dilaksanakan tanggal 28 Oktober 1990 dan dapat diselesaikan dalam waktu 2 bulan lebih cepat dari yang direncanakan selama 9 bulan.






Seiring berputarnya waktu, Di masa Pemerintahan Bupati RKH. Fuad Amin, Masjid Agung direhab kembali. Pada tahap pertama meupakan tahap dimana dua buah menara kembar dibangun, dimana biayanya pembangunannya ditanggung oleh pihak swasta serta arsitekturnya dari ITS Surabaya, kemudian pada tahap ke II tepatnya pada tahun 2007 merupakan tahap pembangunan atap masjid, ini dilakukan mengingat kayu-kayu diatas/kubah sudah mengkhawatirkan sehingga perlu diganti, tetapi semuanya itu tidak mengurangi nilai keaslian/nilai historis dari Masjid itu sendiri, dan setelah itu pada tahap ke III dimana pada bagian interior Masjid Agung kembali direhab.



 
Namun seiring dari itu semua makna dari pemugaran ini semata-mata untuk melestarikan bangunan bersejarah dan merupakan partisipasi nyata dari generasi penerus yang mempunyai rasa tangung jawab didalam pemenuhan kebutuhan masyarakat muslim yang menganggap Masjid Agung Bangkalan sebagai kebanggaan dan pusat orientasi kota yang warganya mayoritas muslim serta bagian dari nilai-nilai sejarah yang ada di kota Bangkalan... [DI]


Share:
Copyright © BANGKALAN MEMORY | Powered by Bangkalan Memory Design by Bang Memo | Kilas Balik Bangkalan Tempo Dulu