Kamis, 04 September 2014

Raden Mas Bagus Arya Mancanegara

Alkisah pada Abad ke 16, salah satu dari keturunan Prabu Brawijaya yang Meningalkan Kraton karena lebih tertarik mendalami Agama Islam dan ilmu kanuragan beliau bernama Raden Mas Jaka Leka menyepi dikaki Gunung Lawu tempatnya di dukuh Calpitu, Raden Mas Jaya Leka mempunyai seorang putra bernama Raden Mas Bagus Mancanegara setelah putranya ini dewasa dan telah menguasai ilmu-ilmu Agama Islam dan Ilmu kanuragan yang ajarkannya, maka Raden Mas Bagus Mancanegara di perintahkan oleh Romonya untuk menimba Ilmu kepada Kyai Buyut Banyubiru (sekarang Masuk Kabupaten Semarang). Sebab Kyai Buyut Banyubiru tahu bahwa Raden Mas Bagus Mancanegara akan menjadi pendamping raja.

Pada waktu itu Kyai Buyut Banyubiru berkata, “Nak Mas Mancanegara, rajamu hampir datang ke sini. Dua hari lagi akan datang. Jika sudah tiga bulan tinggal di Banyubiru, itu tanda peresmian raja sudah dekat. Kelak akan beribukota di Pajang. Kamu akan menjadi patihnya. Raja itu sangat sakti dan disegani musuh. Kerajaannya angker. Dia adalah keturunan Andayaningrat di Pengging. 

Dua hari kemudian, Jaka Tingkir datang di Banyubiru, lalu diangkat menjadi putranya oleh Kyai Buyut Banyubiru. Begitu sangat didambakan, dipersaudarakan dengan Raden Mas Bagus Mancanegara. Kyai Buyut Banyubiru menuntaskan pengajarannya kepada Raden Jaka Tingkir bersama Raden Mas Bagus Mancanegara. Sesudah genap tiga bulan, Kyai Buyut Banyubiru berkata kepada Jaka Tingkir, “Nak, sudah sampai saatnya kamu menunjukkan diri kepada Kanjeng Sultan, saat ini musim penghujan, Sultan mesti berada di istana di Gunung Prawata. Saya kira kalau kamu datang ke Prawata, Sultan belum pulang ke Demak. Aku membawa syarat yang bisa membuatmu ditanggapi Kanjeng Sultan. Tanah ini masukkan ke dalam mulut Kebo Danu. Pasti kerbau tadi langsung mengamuk di Prawata. Orang Demak tak ada yang bisa membunuh kerbau tadi, tanahnya buanglah terlebih dahulu, mesti kerbau tadi dapat kau bunuh. Dan kamu saya beri pengikut adikmu Raden Mas Bagus Mancanegara serta saudara laki-lakiku bernama Ki Wuragil dan keponakanku, anak Ki Buyut Majasta namanya Ki Wila. Tiga orang tadi jangan sampai pisah dengan kamu.” Jaka Tingkir menjawab siap-sedia menjalankan perintah.

Kyai Buyut Banyubiru lalu memerintah anak-cucunya agar membuat rakit untuk dinaiki Jaka Tingkir. Setelah siap semuanya lalu berangkat naik rakit. Kyai Buyut Banyubiru mengantar sampai di tepi sungai sambil berdoa menengadah ke langit. Ketika rakit sampai Kedung Srengenge di mana di situ di kenal ada Kerajaan Buaya yang diperintah oleh Bau Rekso dan Patihnya bernama Jalu Mampang, maka Rakit  tersebut didorong oleh prajurit-prajurit buaya sampai ke darat sebanyak 40 Ekor Buaya dipimpin Patih Jalu Mampang yang bertempur melawan Raden Mas Bagus Mancanegara di daratan sedang Jaka Tingkir menyelam ke dalam air mencari Raja Buaya bernama Bau Rekso dan pertempuran di darat antara Raden Mas Bagus Mancanegara dan Para Prajurit Buaya Pimpinan Patih 

Jalu Mampang sangat ramai dan seru dan pada akhirnya Patih Jalu Mampang dan ke 40 ekor prajurit buaya mati semua di tangan Raden Mas Bagus Mancanegara sedangkan Jaka Tingkir di dalam air menghajarnya hingga Raja Buaya Bau Rekso menyerah pada Jaka Tingkir dan berjanji akan mengantarkan perjalanannya, dan memberi hadiah satu buaya setiap tahun.



Pada saat Sultan Trenggana sekeluarga sedang berwisata di Gunung Prawoto. Jaka Tingkir melepas seekor kerbau gila yang dinamakan sebagai Kebo Danu yang sudah diberi mantra (diberi tanah kuburan pada telinganya). Kerbau itu mengamuk menyerang pesanggrahan raja tersebut, di mana tidak ada prajurit yang mampu melukainya. Kemudian Jaka Tingkir tampil menghadapi kerbau gila. Kerbau itu dengan mudah dibunuhnya. Atas jasanya itu, Sultan Trenggana mengangkat kembali Jaka Tingkir menjadi lurah wiratamtama. Kisah dalam babad tersebut seolah hanya kiasan, bahwa setelah dipecat, Jaka Tingkir menciptakan kerusuhan di Demak, dan ia tampil sebagai pahlawan yang meredakannya. Oleh karena itu, ia pun mendapatkan simpati raja kembali.



Prestasi Jaka Tingkir sangat cemerlang meskipun tidak diceritakan secara jelas dalam Babad Tanah Jawi. Hal itu dapat dilihat dengan diangkatnya Jaka Tingkir sebagai Adipati Pajang bergelar Adipati Hadiwijaya. Dia juga menikahi Ratu Mas Cempa, putri Sultan Trenggana dan akhirnya pada tahun 1549 mendirikan sebuah Kerajaan di Pajang yang akhirnya Jaka Tingkir mengangkat diri menjadi Sultan Pajang, dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Setelah Jaka Tingkir resmi menjadi Sultan Pajang beliau mengangkat saudaranya menjadi Patih dengan Gelar "PATIH RADEN MAS BAGUS MANCANEGARA".

Setelah Sultan Hardiwijaya (Jaka Tingkir) Mangkat, Kepemerintahan beralih Ke Mataram di bawah Kepemimpinan tidak lain di adalah Anak Angkat Sultan Pajang Sultan Hardiwijaya (Jaka Tingkir) beliau bernama Raden Ngabehi. Namun Raden Mas Bagus Mancanegara sangat setia kepada Saudara Angkatnya (Jaka Tingkir).  Oleh sebab itu Raden Mas Bagus Mancanegara berniat ingin keluar meninggalkan Kraton Kesultanan Pajang karena Pemerintahan Pajang sudah beralih Ke Mataram, dengan berat hati Raden Mas Bagus Mancanegara akhirnya meninggalkan Kraton Pajang dengan menunggangi kuda dan mengarahkan ke arah Timur dan akhirnya tanpa terasa Raden Mas Bagus Mancanegara tiba di tanah kelahirannya yaitu Jawa Timur, sambil berjalan dan menyebarkan Agama Islam di setiap tempat yang di laluinya.

Akhirnya Raden Mas Bagus Mancanegara sampai di Pinggiran Pantai Gresik, dan berniat menyebrang bersama kudanya ke tanah Pulau Madura, sebelum menyeberang Raden Mas Bagus Mancanegara membuat sebuah perahu dengan Kayu Naga Sari (Kayu yang sangat multi fungsi) setelah jadi akhirnya Raden Mas Bagus Mancanegara melanjutkan Perjalanan ke Pulau Madura, tiba tiba di tengah perjalanan Perahunya di datangi oleh seekor ikan pari dan membantu mendorongkan perahu Raden Mas Bagus Mancanegara hingga sampai di tepi Pulau Madura, tepatnya di Desa Socah Kabupaten Bangkalan Madura.

Sesampainya di Pulau Madura Raden Mas Bagus Mancanegara berucap dengan Niat (“Semoga keturunanku agar tidak memakan ikan Pari sebagai tanda terima kasih yang telah membantu mendorong perahu Raden Mas Bagus Mancanegara untuk menyeberang dari Kota Gresik hingga tepi Madura Socah Bangkalan”).  

Semangat Beliau sangat Tangguh untuk menyebarkan Agama islam, dari situlah Raden Mas Bagus Mancanegara mulai menjadi Ulama Besar yang tiada henti menyebarkan Agama Islam ke seluruh Pelosok Bangkalan, Sumenep, Sampang, Pemekasan sehingga Nama Beliau melambung dan terdengar oleh Penguasa Kerajaan Madura Barat dimana waktu itu dipimpin oleh Kiai Pratanu (Panembahan Lemah Duwur) pada tahun Tahun 1531 – 1592. Pada akhirnya beliau di angkat menjadi "Ulama Kraton Se Madura", dengan Gelar : “KYAI RADEN MAS BAGUS ARYA MANCANEGARA”. Setelah Raden Mas Bagus Arya Mancanegara wafat, Beliau di makamkan di kediamannya di Desa Martajasah Bangkalan Madura, dan makam Raden Mas Bagus Mancanegara berada di dalam Cungkup Khusus beserta kuda kesayangannya yang senantiasa selalu setia menemani perjalanan di masa-masa hidupnya dan Makamnya Kuda Raden Mas Bagus Arya Mancanegara tersebut berada di luar Cungkup yang tepatnya dipinggir tembok jalan yang menuju ke makam Raden Mas Bagus Arya Mancanegara, namun alangkah sayangnya makam Raden Mas Bagus Arya Mancanegara masih sulit di jangkau oleh para Peziarah karena lokasinya sangat tersembunyi dan jauh dari keramaian.




Makam Raden Mas Bagus Arya Mancanegara yang ditutupi oleh kelambu
Makam Raden Mas Bagus Arya Mancanegara
Makam Kuda Raden Mas Bagus Arya Mancanegara
Batu Nisan Kuda Raden Mas Bagus Arya Mancanegara

Pemerintah Daerah sangat kurang dalam memperhatikan Cagar Budaya para leluhur yang telah banyak berkorban dan berjuang dalam menyebarkan Agama Islam di Madura, akibatnya bangunan tembok Kraton batu batanya sudah mulai runtuh karena kurang perawatan. Semoga amal baik dan jasa-jasa Beliau di terima di sisi-Nya....  Amin ya Robbal Alamiin……..


Gapura memasuki areal makam Raden MAs Bagus Arya Mancanegara
Gapura untuk pemakaman Umum dimana terdapat makam KH. Abd. Lathif, KH. Asror dan KH. Kaffal

Makam KH. Abd. Lathif, KH. Asror dan KH. Kaffal


Gapura memasuki makam Raden MAs Bagus Arya Mancanegara

Gapura memasuki makam Raden MAs Bagus Arya Mancanegara

Gapura memasuki makam Raden MAs Bagus Arya Mancanegara

Kompleks Makam Raden Mas Bagus Arya Mancanegara

Video Makam Raden Mas Bagus Arya Mancanegara di Martajasah Bangkalan :



CATATAN MILIK KYAI RADEN MAS BAGUS ARYA MANCANEGARA

Raden Mas Bagus Arya Mancanegara menulis sebuah Buku Catatan yang tertulis dengan tulisan aksara (Jawa & Barat + Timur + Madura + Bali) yang tertulis jelas di sebuah bambu tipis seperti halnya sebuah Alkitab tertera Penulisnya "Raden Mas Bagus Arya Mancanegara" dan Beliau juga memiliki sebuah Sorban putih yang di amankan oleh Keturunan Beliau tepatnya di : Jl. HOS Cokroaminoto 46 Bangkalan semoga seluruh Peninggalan Beliau terjaga dengan aman sebagai bukti peninggalan Raden Mas Bagus Arya Mancanegara di masa pemerintahan Ki Lemah Duwur... [DI]


Demikian Jejak Perjalan Raden Mas Bagus Arya Mancanegara, semoga bermanfaat. 



Photo Koleksi : Bangkalan Memory


Sumber :
Tulisan ini dikutipdari buku naskah terjemah ke dalam Bahasa Indonesia, dari terjemah ke dalam Bahasa Belanda karya W.I. Olthof di Belanda tahun 1941, yaitu :  Babad Tanah Jawi:  Mulai dari Nabi Adam sampai Tahun 1647 S terbitan Penerbit NARASI Yogyakarta cet. IV, th. 2008; halaman 51-54

http://www.wisata-alam.com/perjalanan-r-mas-bagus-arya-manca-bangkalan/


3 komentar:

  1. Pada catatan sejarah yang lainnya disebutkan sbb :
    Pada tahun 1568 Sunan Prapen penguasa Giri Kedaton menjadi mediator pertemuan antara Hadiwijaya raja Pajang di atas negeri yang mereka pimpin. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama diambil sebagai menantu Adiwijaya.

    Selain itu, Adiwijaya juga berhasil menundukkan Madura setelah penguasa pulau itu yang bernama Raden Pratanu bergelar Panembahan Lemah Duwur Arosbaya menjadi menantunya.

    Dalam pertemuan tahun 1568 itu, Sunan Prapen untuk pertama kalinya berjumpa dengan Ki Ageng Pemanahan dan untuk kedua kalinya meramalkan bahwa Pajang akan ditaklukkan Mataram melalui keturunan Ki Ageng tersebut.

    BalasHapus
  2. Catatan kecil dibuku Kanjeng Zainal Fatah :

    Sedikit catatan, di buku Kangjeng Zainalfattah, disebutkan tentang Kiai Mas Ario Monconegoro, Patih Bangkalan di masa Panembahan Sido Mukti alias Panembahan Cakraadiningrat V.

    Di buku tersebut, Monconegoro disebut keturunan dari Pangeran Khotib Mantu cucu Sunan Giri I. Urutannya, Pangeran Khotib berputra Mas Ayu Joyomerto. Mas Ayu ini menikah dengan Kiai Mas Joyomerto, dan berputra Kiai Mas Brojoyudo. Brojoyudo berputra Kiai Mas Bagus alias Mas Bagus Monconegoro, Patih Bangkalan di masa Panembahan Sido Mukti.

    BalasHapus
  3. boleh saya tau silsilah sebenarnya raden mas aryo mancanegara, karena silsilahnya terkait beliau masih simpang siur. apakah di bangkalan ada keluarga atau garis keturunannya. bisa saya silaturahmi

    BalasHapus

Copyright © BANGKALAN MEMORY | Powered by Bangkalan Memory Design by Bang Memo | Kilas Balik Bangkalan Tempo Dulu