Senin, 19 Oktober 2015

Kamis, 15 Oktober 2015

Sabtu, 26 September 2015

Makna Dari Jalan Tengah Alun-Alun Bangkalan

Siapa yang tak akan terenyuh hatinya tatkala mendengar selentingan berita jalan tengah yang membelah alun alun kota Bangkalan akan dirombak diganti pertamanan, kalau ini benar-benar terjadi Tatanan Historikal Kota Bangkalan sudah berubah maknanya, baik secara filosofis maupun psykis, semenjak jejak Kraton Bangkalan yang menjadi Pusat Pemerintahan Kraton pada Peta yang dikeluarkan/diterbitkan pada tahun 1882 merupakan PETA KUNO BANGKALAN


Share:

Jumat, 25 September 2015

"Lei dan Grip" Alat Tulis Jaman Dulu di Bangkalan

Lei merupakan buku tulis jaman dulu yang digunakan untuk menulis sebelum adanya buku tulis digunakan secara luas. Lei terbuat dari lempengan batu karbon yang dicetak lempengan segi empat dan ditulisi dengan menggunakan grip (mirip pensil). 

Sebelum digunakannya buku tulis yang terbuat dari kertas, Lei merupakan alat tulis wajib yang dimiliki siswa sekolah di Bangkalan pada tahun 1960-an untuk alat bantu belajar tulis menulis, ketika itu masih merupakan Sekolah Rakyat (SR). Mungkin waktu itu keberadaan buku tulis sangat langka atau kalau ada harganya juga mahal.




Lei bukanlah piranti menyimpan berkas permanen. Alat ini hanya digunakan sementara waktu untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru dan setelah selesai, Lei dapat dihapus dan ditulisi dengan materi pelajaran lainnya, begitu seterusnya. berfungsi sebagai pensil atau pena. Grip menjadi inspirasi terbentuknya istilah doosgrip, yaitu tempat pensil.



CARA MENGGUNAKAN LEI DAN GRIP

Dengan menggoreskan grip yang runcing di permukaan Lei, akan menghasilkan bekas seperti menulis pada kertas menggunakan pensil, tetapi agak lebih jelas dari pensil. Menulis huruf, membuat angka pada pelajaran berhitung dan menggambarpun dengan menggunakan lei dan grip. Bagaimana kalau mencatat? Itulah kelebihan anak sekolah jaman dahulu. Tidak mempunyai catatan, tetapi memahami pelajaran.

Ingatan dan pendengaran sangat memegang peranan. Saat diterangkan guru, mendengarkan dengan seksama dan menyimpan semua penjelasan guru dalam ingatan sebagai catatan.


Peran Lei sudah digantikan oleh sebuah piranti digital modern yang mirip dengan bentuk Lei, yaitu Lei digital atau komputer tablet. Lei digital ini bukan hanya berfungsi sebagai piranti untuk tulis-menulis tetapi juga digunakan sebagai alat komunikasi dan komputer pribadi... (IDR)


Sumber : Aneka Sumber

Share:

Sabtu, 29 Agustus 2015

Video Penambang Batu Madu Madura Anti Racun



Setelah menelusuri perbukitan dikampung Kolpoh Desa Ba'engas Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan bersama dan ditemani oleh Stekjen Dewan Adat Madura KH Amin Nawani dan Aparat Sekretaris Desa Ba'engas Moh. Djamil, kami tiba dilokasi tersebut sekitar pukul 21.00 WIB.

Terlihat para penambang batu sedang bergelut dengan batu-batuan dibukit yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Bukit Bhawono sebetulnya diambil dari nama seorang Tokoh Penyebar Agama Islam didaerah tersebut yang bernama SING ALAKSONO/SINGOLAKSONO adalah Cucu dari Putro Manggolo Anom dari Putranya yang bernama Ardiba (dikenal sebagai Adi Pati Bupati Bhang Kulon) Ardiba adalah Tokoh pembaharuan dizamannya dengan diberi sebidang tanah yang kemudian daerah itu dikenal dengan nama daerah "Larangan" (daerah yang terlarang) di sekitar Desa Bunajih - Ba'engas - Bringen dan Sukolilo Timur Kecamatan Labang sebagaimana yang divisualisasikan ini.



Harapan kami dengan  terdokumentasinya kegiatan ini bukan semata-mata karena saat ini lagi booming Batu Akik, namun daerah tersebut adalah perbukitan Batu yang tidak memungkinkan ditanami sejenis Palawija apalagi tanaman padi...!!!

Berikut ini cuplikan Video Penambang Batu Madu Madura Anti Racun :




Share:

Batu Madu Madura Bio Magnetik



Masyaallah...ternyata "BHANGASEPPO" kita tidak menelantarkan "SANAKPOTOH" sekalipun berada didataran pegunungan yg tak mungkin ditanami tanaman sejenis Polowijo dan lainnya...beliau hanya menyisakan Bukit Batu didaerah 4 Desa yaitu Desa Ba'engas, Desa Bunajih, Desa Bringen dan Desa Sukolilo Timur serta Desa Petapan yang merupakan cikal bakal beberapa Pemimpin Madura di Bangkulon...melalui Media MADURACORNER.com agar mudah diketahui oleh masyarakat khalayak ramai...Banggalah jadi Orang Madura...!!!












Share:

Jumat, 21 Agustus 2015

Tukang Cukur Madura Pada Era Kolonial di Surabaya

Rambut merupakan mahkota bagi manusia. Dari rambut inilah kita bisa merubah penampilan seseorang dan bisa juga membuat sebuah ekspresi politik sebagai bentuk perlawanan terhadap status quo. Rambut juga menjadi sebuah simbol kesehatan yang dimanfaatkan oleh beberapa produk kecantikan untuk menjual barang mereka. Dengan kata lain bahwa rambut memiliki makna budaya dengan berbagai macam ragamnya. Oleh karena itu aktivitas mencukur rambut bukan hanya semata-mata merupakan suatu rutinitas untuk memendekan rambut, tetapi memiliki makna lebih dari itu.

Share:

Rabu, 12 Agustus 2015

Profil Bupati Bangkalan ke 3 - RAA. Soerjowinoto / Wali Negara

R.A.A. Tjakraningrat (Soerjowinoto/Suryowinoto) lahir pada tahun 1886 dan merupakan putra dari Bupati Bangkalan I (Pangeran Tjakraadiningrat) dan juga merupakan adik dari Bupati Bangkalan II yakni R.A.A. Tjakraningrat / R.A.A. Soerjonegoro.

R.A.A. Tjakraningrat (Soerjowinoto/Suryowinoto) adalah suami dari Ray. Ayu Saleha Tjakraningrat dan Aisyah Tjakraningrat. Dari perkawinan dengan Ray. Ayu Saleha Tjakraningrat menghasilkan putra yang bernama MR. RAA M. SIS Cakraningrat, RAA Roeslan Tjakraningrat, sedangkan dari perkawinan dengan Aisyah Tjakraningrat menghasilkan putra bernama M. Zainal Tjakraningrat dan M. Pratanu Tjakraningrat.

Beliau mendapat gelar pada tahun 1920 dari R.A.A Soerjowinoto menjadi R.A.A. Tjakraningrat. Kemudian pada tahun Tahun 1918 - 1945, menggantikan kakaknya (R. AA Soerjonegoro), menjadi Bupati Bangkalan III.


Pada jaman gencatan senjata antara RI vs Belanda (pada saat itu sudah RIS), namun keadaan Madura pada waktu itu begitu memprihatinkan, karena pasokan beras, pakaian dll dari Jawa Timur tidak bisa masuk ke Madura. 

Pada Bulan Pebruari 1948 dideklarasikan Negara Madura (masuk dalam RIS) dan R.A.A. Tjakraningrat ditunjuk sebagai Wali Negara Madura. Hingga pada akhir tahun 1949 ada gerakan demonstrasi dari pondok pesantren yang meminta kembali ke RI, perwakilan pengunjuk rasa dipersilahkan masuk untuk didengar pendapatnya oleh R.A.A. Tjakraningrat, sehingga pada saat itu pula disetujui untuk kembali ke Republik Indonesia.

Tidak ada kekacauan dan juga korban jiwa hingga kembalinya dengan keadaan damai. Pak Karno pun dalam beberapa kesempatan pernah berkunjung ke rumah R.A.A. Tjakraningrat setelah itu di Madura dan menemui MR. R.A.A. M. Sis Tjakraningrat yang pada tahun 1948-1956 menjabat sebagai Bupati Bangkalan IV. 

R.A.A Tjakraningrat di tinggal mati oleh istrinya, kemudian menikah kembali dengan Aisyah Cakraningrat dan mempunyai anak yaitu R.A. Zainal Tjakraningrat yang selanjutnya menikah kembali dengan puteri Pasundan dan mempunyai anak R.A. Pratanu Tjakraningrat...


R.A.A. Tjakraningrat meninggal dan dimakamkan di cungkup III pasarean aermata.


Terima kasih kepada Nara Sumber yang telah memberikan saran dan masukan atas postingan kami dan apabila para pemerhati Bangkalan Memory ingin lebih lengkapnya silahkan menghubungi langsung Trah Tjakraningrat

Cc : Munier Tjakraningrat
Malikul Tjakraningrat
Andree Tjakraningrat
Endrawan Tjakraningrat
Sasha S. Tjakraningrat
Willy Tjakra Adiningrat



Photo Koleksi : Bangkalan Memory


Share:

Minggu, 19 Juli 2015

Sampan Kateran Legung

Sampan Kateran Legung adalah termasuk kategori jukung, sebab tubuh sampannya dari satu kayu utuh yang dilubangi. Bentuknya seperti sampan biasa tetapi seperti halnya jukung yang lain. jukung Kateran Legung inipun bercadik pada dua belah sisinya. Keistimewaan sampan ini (jadi di Madura kadang-kadang jukung dinamakan sampan adalah hal yang "karena kebiasaan") hanyalah terletak pada adanya leng-alengan yang dimilikinya.


Share:

Jumat, 10 Juli 2015

Profil Bupati Bangkalan Ke 4 - Mr. R.A.A. M. Sis Tjakraningrat

Mr. R.A.A. M. Sis Tjakraningrat merupakan putra dari pasangan RAA Tjakraningrat (Wali Negara Madura) dan Ray. Ayu Saleha Cakraningrat dan juga saudara dari RAA. Moh. Roeslan Tjakraningrat.

Mr. R.A.A. M. Sis Tjakraningrat merupakan lulusan sekolah hukum dengan gelar MR atau Misteer van de Recht dr rechtshogeschool batavia.

Beliau menikah dengan putri dari Raja Pakubuwono X dan permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Hemas, yaitu Goesti Kandjeng Ratoe Pembajoen dan dikaruniai 4 (empat) orang anak antara lain :

01.  B.R.Ay. Koes Siti Marlia;

02.  B.R.Ay. Koes Sistiyah Siti Mariana;
03.  KPH.M. Munnir Tjakraningrat;
04.  KPH. Malikul Adil Tjakraningrat..


Pada 1948-1956, Mr. R.A.A. M. Sis Tjakraningrat menjabat sebagai Bupati Bangkalan ke IV. Kemudian Beliau di panggil oleh Presiden Soekarno ke Jakarta dan ditunjuk sebagai Badan Pemerintah Harian dan Staff Residen Pemerintah Daerah Riau pada tahun 1958-1960. Setelah itu oleh Presiden diangkat menjadi pengurus Masjid Istiqlal pada tahun 1960 dan diangkat sebagai Sekjen Agama Republik Indonesia pada tahun yang sama.


Putra Madura ini ikut serta dalam perundingan Linggarjati yang salah satu isi dari hasil perjanjiannya adalah :

01.  Pemerintah RI dan Belanda bersama-sama menyelenggarakan berdirinya sebuah negara berdasar federasi, yang dinamai Indonesia Serikat.

02.  Pemerintah Republik Indonesia Serikat akan tetap bekerja sama dengan pemerintah Belanda membentuk Uni Indonesia-Belanda.
03.  Belanda mengakui kedaulatan de facto RI atas Jawa, Madura, dan Sumatra.
Di akhir hayatnya Mr. R.A. M. Sis Tjakraningrat bekerja sebagai Sekjen Departemen Agama dan meninggal dunia pada saat bertugas di Jeddah dan di makamkan di Arab Saudi. Beliau meninggal saat bertugas pada tahun 1962 di Jeddah dan diminta oleh kerajaan Arab Saudi untuk dikuburkan disana, sehingga tidak kita jumpai makam Beliau di Pasarean Aermata.

Terima kasih kepada Nara Sumber yang telah memberikan saran dan masukan atas postingan kami dan apabila para pemerhati Bangkalan Memory ingin lebih lengkapnya silahkan menghubungi langsung Trah Tjakraningrat
Cc : Munier Tjakraningrat
Malikul Tjakraningrat
Andree Tjakraningrat
Endrawan Tjakraningrat
Sasha S. Tjakraningrat
Willy Tjakra Adiningrat


Photo Koleksi : Bangkalan Memory
Share:

Rabu, 01 Juli 2015

Profil Bupati Bangkalan Ke 5 - R.A.A. Moh. Roeslan Tjakraningrat

R.A.A. Moh. Roeslan Tjakraningrat lahir pada tanggal 17 Oktober 1913 di Bangkalan dan merupakan putra dari pasangan RAA Tjakraningrat dan Ray. Ayu Saleha Cakraningrat 

R.A.A. Moh. Roeslan Tjakraningrat menikah dengan Hatimah Tjakraningrat, dari perkawinannya tersebut dikaruniai 3 orang putra dan 1 orang putri yakni Siti Aisyah Tjakraningrat, M. Ali Tjakraningrat dan M. Anwar Tjakraningrat dan Beliau juga merupakan adik dari Mr. R.A.A. M. ZIZ. Tjakraningrat, Beliau menjabat sebagai Bupati Sumenep ke 5 pada tahun 1956-1958.

R.A.A. Moh. Roeslan Tjakraningrat dengan Hatimah Tjakraningrat (Istri)

RAA. Moh. Roeslan Tjakraningrat

Keluarga Besar dari RAA. Tjakraningrat (Soerjowinoto/Walinegara)

Pada tahun 1958-1968, Beliau menjadi Gubernur I NTB, setelah itu tidak menjabat lagi, Beliau menjadi anggota MPRS/DPRS di tahun 1975 dimana ikut berperan serta dalam pembentukan Museum Daerah Bangkalan yang semula berada di lingkungan Pendopo Kabupaten Bangkalan, yang kemudian pindah di Jalan Soekarno Hatta dengan nama "Museum Tjakraningrat".

Beliau meninggal pada tanggal 23 Desember 1976 dan disemayamkan di Cungkup III Kompleks Pasarean Aermata Ebu Arosbaya Bangkalan.


Terima kasih kepada Nara Sumber yang telah memberikan saran dan masukan atas postingan kami dan apabila para pemerhati Bangkalan Memory ingin lebih lengkapnya silahkan menghubungi langsung Trah Tjakraningrat :

Munier Tjakraningrat
Malikul Tjakraningrat
Andree Tjakraningrat
Endrawan Tjakraningrat
Sasha S. Tjakraningrat
Willy Tjakra Adiningrat



Photo Koleksi : Bangkalan Memory


Share:

Sabtu, 20 Juni 2015

Sejarah Rumah Sakit Bangkalan

Pada zaman penjajahan jepang (1942-1945), Rumah Sakit Bangkalan pada waktu itu masih bernama Militaire Hospital yang dimanfaatkan sebagai tempat perawatan tentara Belanda dan Jepang yang sakit. Ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan Belanda masuk kembali ke Indonesia, rumah sakit ini dikuasai NICA (tentara Belanda) selama 2 tahun (1945-1947).



Share:

Jumat, 12 Juni 2015

Asal usul Desa Alang-Alang Kecamatan Tragah

Sebelum menjadi sebuah desa wilayah ini masih berupa hutan belantara yang sangat lebat, pohon besar-besar sangat rindang dan sangat menyeramkan. Pada waktu itu sudah ada kerajaan di daerah Bangkalan yang pada masa itu diperintahkan oleh seorang raja yang bernama Cakraningrat. Dengan adanya kerajaan di daerah Bangkalan bersamaan itu pula muncul rumah penduduk disana-sini walaupun sangat jarang-jarang sekali. 


Share:

Jukung ”Kateran" Salah Satu Versi Dari Jukung "Pagur"

Jukung ini dengan nama ”kateran" atau ”katiran“, adalah istilah Sapeken, sebenamya dalam salah satu versi saja dari jukung Pagur. Hanya orang Sapeken tidak menamakan "pagur". Istilah ”kateran" tidak menunjukkan kelengkapan cadik, sebuah jukung ini termasuk yang ber"kater salaja“, seperti Pagur.




Share:

Kamis, 04 Juni 2015

Selasa, 02 Juni 2015

Jukung Gambringan Merupakan Cikal Bakal Dari Perahu Eder dan Glate

Jukung Gambringan ini sebetulnya jukung biasa, yang kekhasannya terletak pada adanya lenggi yang tinggi, baik didepan maupun dibelakang. Sebagaimana jukung yang berkater pada kedua sisinya jukung Gambringan ini memiliki kekhasan warna biru laut yang dominan dan hiasan bulatan berupa matahari ataupun bunga ditengah lengginya.

Share:

Sabtu, 30 Mei 2015

Asal Usul Desa Telang Kecamatan Kamal Bangkalan

Dahulu kala ada seorang ratu di daerah Bangkalan mempunyai dua orang putri Kakak beradik, kakaknya ditakdirkan cantik, sedang adiknya ditakdirkan mata kanannya buta. Pada suatu hari ratu tersebut  mengadakan sayembara membuat gapura besar di wilayah kamal, barangsiapa yang dapat membuat gapura itu dengan waktu yang telah ditentukan oleh si ratu tersebut akan mendapatkan putrinya yang cantik itu.

Share:

Perahu "Pegon" Merupakan Perahu Untuk Perdagangan

Kata "pegon" mungkin seperti halnya magun, ada hubungannya "wagon", berarti rumah kecil, sebuah ruangan yang cukup untuk penumpang atau barang. Atau dapat pula berarti "penarik muatan“, bandingkan dengan "pedati pegon", yang bertugas mengangkut barang. Jadi perahu pegon bukan untuk menangkap ikan.




Share:

Kamis, 28 Mei 2015

Selasa, 26 Mei 2015

Menelusuri Benteng Pertahanan Jepang di Gunung Kampek Burneh

Gunung Kampek merupakan Sebuah Bukit namun kata Orang Madura menyebutnya sebuah Gunung) dimana termasuk di dalam Koordinat 7° 1' 57.6'' Bujur Timur dan 112° 49' 23.1'' Lintang Selatan. Kalau melihat dari bentuknya, Gunung yang mirip Capit Kepiting orang Madura menyebutnya “Kampek” berada diwilayah Desa Alas Kembang Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan Jawa Timur, sehingga gunung ini dikenal dengan istilah “Gunong Kampek” dalam Bahasa Madura “NONG KAMPEK” yang menyimpan banyak mistery didalamnya.

Share:

Sabtu, 23 Mei 2015

Sejarah The Tjakraningrat Bell atau Lonceng Tjakraningrat

Sejarah tentang asal usul Bell yang ada di Jawa di 18 dimana dalam menterjemahkan tiga baris Jawa prasasti bell tersebut,  bahwa bell tersebut berspekulasi pada sejarah, maknanya simbolis dari bell tersebut dibuat di daerah Gresik yang kemudian di lempar/ditempatkan di Gresik, Surakarta dan Madura.



Share:

Jumat, 22 Mei 2015

Pembubaran Negara Madura untuk Kembali ke dalam NKRI

Pada tanggal 23 Februari 1950 Bupati Notohadikusumo melaporkan kepada Pemerintah RI di Yogyakarta mengenai situasi politik di Madura dan mendesak kepada pemerintah agar segera memberi keputusan bahwa Madura sudah masuk bergabung den gan wilayah RI kembali. Setelah menunggu beberapa hari ternyata keinginan itu belum mendapat balasan dari Pemerintah RI, maka pada tangal 4 Maret 1950 beberapa orang wakil fraksi menemui Gubernur Jawa Timur, memohon Madura secara de facto diakui syah menja di Daerah Karesidenan Madura sebagai bagian dari Propinsi Jawa Timur.

Share:

Beban Sejarah dari Keinginan Membentuk Negara Madura

Dalam menjelaskan mengapa beberapa pemimpin lokal Madura seperti Cakraningrat memiliki keinginan untuk mendirikan Negara Madura yang terlepas dari negara RI yang berpusa di Jawa, sebenarnya dapat dijelaskan dalam hubungannya antara penguasa Madura dan Jawa (khususnya Mataram) pada masa kerajaan. Meskipun secara geografis wilayah Madura terpisah dengan Jawa, namun secara politis Madura pada jaman kerajaan selalu berada di bawah kerajaan kerajaan besar di Jawa terutama Mataram. Madura pada waktu itu bukanlah sebagai wilayah yang bebas dari kekuasaan Jawa bahkan harus tunduk pada kekuasaannya.

Share:

Selasa, 19 Mei 2015

Pembentukan Negara Madura

Dalam bulan desember 1947 di Jakarta terbentuklah Komite serikat yang terdiri dari wakil-wakil negara bagian, tokoh-tokoh politik untuk membentuk negara Indonesia Serikat. Pada tanggal 14 Januari 1948 Residen Madura mengundang tokoh-tokoh masyarakat untuk membicarakan dan membentuk Komite Penentuan kedudukan Madura. Komite itu terdiri dari 11 orang. Dan R.A.A Tjakraningrat sebagai penasihatnya.

Share:

Kamis, 14 Mei 2015

Buju' Azimat Sayyid Husein (Bujuk Banyosangkah)

Sekilas Tentang Buju' Azimat Sayyid Husein (Bujuk Banyosangkah)

Ada suatu desa di wilayah Bangkalan, tersebutlah seorang Ulama bernama Sayyid Husein. Beliau mempunyai banyak pengikut karena ketinggian ilmunya. Selain akhlaknya yang berbudi luhur, beliau juga memiliki banyak karomah, karena kedekatannya dengan sang Khaliq.


Beliau sangat dihormati pengikutnya dan semua penduduk di sekitar Bangkalan. Namun bukan berarti beliau lepas dari orang yang benci, disebabkan iri hati akan kedudukan beliau di mata masyarakat saat itu.


Hingga suatu hari salah seseorang dari mereka yang iri itu berniat mencelakai dan menghancurkan kedudukan Sayyid Husein.
Orang itu merekayasa berita, bahwa Sayyid Husein bersama pengikutnya telah merencanakan pemberontakan dan ingin menggulingkan kekuasaan Raja Bangkalan. Berita palsu ini akhirnya sampai ke telinga sang Raja. Mendengar berita itu Raja kalang-kabut dan tanpa pikir panjang mengutus panglima perang bersama sejumlah pasukan untuk menuju kediaman Sayyid Husein.


Sayyid Husein yang saat itu sedang beristirahat langsung dikepung dan dibunuh secara kejam oleh tentara kerajaan, tanpa pikir panjang dan tanpa disertai bukti yang kuat. Sayyid yang tidak bersalah itu pun wafat seketika itu dan konon jenazahnya dimakamkan di perkampungan tersebut.


Selang beberapa hari dari wafatnya Sayyid Husein, Raja mendapat informasi yang sebenarnya, bahwa Sayyid Husein tidak bersalah. Ia menyesali keputusannya yang sama sekali tidak berdasar pada bukti-bukti kuat.

Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk menebus kesalahan tersebut, hingga berinisiatif memberi gelar kepada Sayyid Husein dengan sebutan Bujuk Banyu Sangkah (Buyut Banyosangkah). Sayyid Husein wafat dengan meninggalkan dua orang putra. Yang pertama bernama Abdul Manan dan yang kedua bernama Abdul Rohim.

Sejak kejadian yang menimpa Sayyid Husein, Abdul Rohim lari ke Desa Bireh (masih dalam kawasan Kabupaten Bangkalan), dan menetap disana sampai akhir hayat beliau, dan akhirnya beliau dikenal sebagai Bujuk Bireh (Buyut Bireh).

Sementara Abdul Manan, pergi mengasingkan diri, menjauh dari kekuasaan Raja Bangkalan.
Hari demi hari dilaluinya dengan sengsara dan penuh penderitaan, hingga akhirnya sampai di sebuah hutan lebat di tengah perbukitan wilayah Batu Ampar (Kabupaten Pamekasan).

Di hutan inilah beliau bertapa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pertapaan ini beliau lakukan di bawah Pohon Kosambi selama 41 tahun, sebelum akhirnya ditemukan anak seorang perempuan yang sedang mencari kayu dihutan. Karena itulah beliau dijuluki Bujuk Kosambih.

Singkat cerita Abdul Manan dibawa ke rumahnya, dan menikah dengan putri sulung yang menderita penyakit kulit. Aneh, pada hari ke-41 pernikahan mereka, si sulung sembuh dari penyakitnya. Bahkan kulitnya bertambah putih bersih dan cantik jelita, hingga kecantikannya tersiar kemana-mana.

Dari pernikahan ini, beliau dikarunia dua orang putra; pertama bernama Taqihul Muqadam, dan yang kedua adalah Basyaniah. Setelah bertahun-tahun berdakwah, beliau wafat dan dimakamkan di Batu Ampar dan terkenal dengan julukan Bujuk Kosambi.

Basyaniyah (Bujuk Tompeng) putra kedua Abdul Manan, mempunyai kesamaan sikap dengan ayahandanya. Beliau senang bertapa dan menjauhkan diri dari pergaulan masyarakat. Dalam bertapa, Basyaniyah memilih tempat di sebuah bukit yang terkenal dengan nama Gunung Tompeng. Bukit ini terletak kurang lebih 500 meter arah barat daya Batu Ampar.

Bujuk Tompeng wafat meninggalkan seorang putra yang bernama Su’adi, dan dimakamkan di dekat makam ayahadanya.

Su'adi yang dikenal dengan sebutan Syekh Abu Syamsudin juga mendapat julukan Bujuk Latthong putra tunggal Bujuk Tompeng, tidak berbeda dengan perjalanan hidup ayah dan kakeknya. Dia senang bertapa, menyendiri dan berpindah-pindah tempat. Salah satu tempat pertapaan beliau adalah sebuah hutan di dekat kampung Aeng Nyono’. Di sebuah bukit di kampung Aeng Nyono’ yang menjadi tempat pertapaan Syekh Syamsudin, hingga saat ini dapat kita lihat kejadian alam yang aneh berupa sumber air yang mengalir ke atas Bukit Pertapaan. Konon Syekh Syamsudin menancapkan tongkatnya ke tanah sampai akhirnya keluar air deras dan mengalir ke atas bukit, untuk dipergunakan untuk wudlu. Atas kejadian inilah kampung Aeng Nyono’ diberi nama. Aeng Nyono' dalam Bahasa Madura berarti air yang mengalir ke atas...!!!

Dalam beberapa Referensi diantaranya : 

B.J.O. Schrieke, 1916, Het Boek van Bonang, Utrecht: Den Boer G.W.J.
Drewes, 1969, The admonitions of Seh Bari : a 16th century Javanese Muslim text attributed to the Saint of Bonang, The Hague: Martinus Nijhoff
Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di kabupaten Rembang. Nama Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai nama marga Bong seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.

Raden Maulana Makdum Ibrahim, salah seorang putranya bernama Sayyid Husein dari seorang Istrinya yg bernama Syarifah Fatimatus Azzuhro Assegaf, diperintahkan oleh Ayahandanya utk menyebar Agama Islam di salah satu pulau yg berdekatan dengan Kakeknya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.

Sampailah beliau disalah satu Pesisir Utara Madura yg sekarang bernama Banyu Sangkah Tanjung Bumi, dimana pada abad XV daerah Jung Bumi merupakan Pelabuhan yg terpenting di kawasan Pesisir Utara Madura.

Sebagaimana postingan tersebut diatas kisah Sayyid Husein mengembangkan Agama Islam dan merupakan Cikal Bakal Bhujuk di Batu Ampar dan Birreh...!!!

Dimadura Zimat/Azimat atau Jimat adalah benda yg mengandung unsur Magis, bisa tulisan bisa pula Fatwa" yg tak tertulis...mengapa Makam Bhujuk Sayyid Husein dikenal pula dengan Makam Zimat hal ini terjadi krn ketinggian Ilmu Karomah beliau sampai mempunyai keturunan sekelas beberapa Bhujuk di Makam Batu Ampar...!!!

Sepertinya Beliau menginginkan hal yang demikian kata Zimat jelas itu dari leluhur beliau Azmatkhan udh mengikuti...dari fam ibundanya supaya nampak juga mengikuti dibelakang nama beliau...Wallohua'lam bissawab
Dari awal kedatangan ditempat kami bertanya kepada Juru Pelihara yang merawat tempat tersebut... Nama Assegaf sdh tertera sejak dahulu...semenjak Buyut beliau jadi Juru Pelihara...setelah ditelusuri lebih dalam lagi Ibunda beliau yang Syarifah dari Fam Assegaf...!!!

Sebelumnya memang sempat terjadi polemik sebelum tulisan ini diposting, saya kira gak masalah ada tambahan Assegaf dibelakang beliau...toh Fam Azmatkhan sudah menyertai beliau dengan dinisbatkannya nama "Makam Zimat" otomatis tidak mengurangi penisbatannya beliau...toh klo semisal mengirim Doa Fatihaah kepada beliau dengan menyebut "Sayyid Husein Assegaf" doa yg dipanjatkan tidak akan ditukar/tertukar...Allah SWT kan Maha Segalanya...iyaaa kan...!?!

Asal usul Buju’ Latthong yang disandangkan kepada beliau, ialah karena karamah beliau berupa keluarnya sinar dari dada beliau. Apabila sinar itu dilihat oleh orang yang berdosa dan belum bertaubat, maka orang tersebut akan pingsan atau tewas. Untuk menutupi karamah itu, beliau menutupi dadanya dengan latthong (celethong / kotoran sapi).

Kisah lain menyebutkan bahwa seorang yang berjuluk Bujuk Sarabe yang suka berbuat jahat berniat menghabisi beliau. Ketika akan membunuh Syekh Abu Syamsudin, saat Bujuk Sarabe dan anak buahnya mencabut senjata, mendadak senjata itu lenyap dan tinggal kerangkanya saja. Setelah mengaku kalah dan memohon agar senjatanya dikembalikan, Syekh Syamsudin menunjukkan letak senjata tersebut yang berada dalam Latthong.

Bujuk Latthong wafat dengan meninggalkan tiga orang putra, yaitu Syekh Husein, Syekh Lukman dan Syekh Syamsudin. Beliau di makamkan di Batu Ampar.

Syeikh Husein sebagaimana para pendahulunya, senang menjalani laku tirakat. Beliau ini terkenal akan kecerdasan pikirannya. Beliau hafal Kitab Ihya Ulumuddin Imam Ghozaly. Masa pertapaan Syeikh Husein tidak selama para pendahulunya. Akibat perkembangan zaman, tempat tinggal beliau dan daerah sekitar telah menjadi ramai oleh para pendatang. Beliau pun banyak bergaul dan mendidik masyarakat tentang agama. Syeikh Husein adalah keturunan terakhir Sayyid Husein yang mempunyai kegemaran bertapa dan menjalankan laku tirakat. Keturunan sesudahnya cenderung untuk merantau dan mencari guru untuk menuntut ilmu...!!!

‪#‎Catatan‬ :
Didaerah Kebbun Kec Kamal pernah juga Cucu Sayyid Husein, Putra Bhujuk Birreh menyebarkan Agama Islam dikenal Bhujuk Kebbun...!!!


Photo Koleksi : Bangkalan Memory

Share:

Sadru Jajanan Khas Dari Madura

Sadru merupakan jajanan khas dari Madura yang terbuat dari kacang hijau dan gula merah tanpa bahan pengawet dan campuran lainnya. Jajanan  ini sangat cocok untuk disuguhkan kepada tamu anda dan sekaligus sebagai oleh-oleh yang tidak mudah hancur dan juga tahan lama.


Share:

Senin, 11 Mei 2015

Copyright © BANGKALAN MEMORY | Powered by Bangkalan Memory Design by Bang Memo | Kilas Balik Bangkalan Tempo Dulu