Ritual berloberan/Rokat
Cahe juga menjadi bagian tradisi masyarakat Saronggi yang kerap dilakukan pada saat kemarau panjang.Ritual Berloberan yang kali ini dilaksanakan di Desa
Langsar Kecamatan Saronggi Sumenep itu, pada prinsipnya memohon kepada Yang
Maha Kuasa agar pada musim kemarau seperti ini diturunkan hujan, mengingat
wilayah yang cukup gersang ini, adalah tumpuan hidup atas rezeki dari tanah
pertanian mereka.
-
Bangkalan Memory
Masjid Jamik Bangkalan pada tahun 1946.
-
Bangkalan Memory
Gerbong Kereta Api di Stasiun Bangkalan pada tahun 1946.
-
Bangkalan Memory
Pasar Bangkalan yang terletak di sebelah Utara Alun Alun Bangkalan Tahun 1946
-
Bangkalan Memory
Sungai Bandaran atau Sungai Lebak pada tahun 1946
-
Bangkalan Memory
Pelabuhan Kamal Bangkalan pada tahun 1946 sebelum Pasukan Belanda menyerang Bangkalan ketika Pasca Kemerdekaan RI
Senin, 28 Maret 2016
Jumat, 25 Maret 2016
"Pe sapean", Jajanan Khas madura
Bagi masyarakat Bangkalan, pasti sudah mengenal dengan Jajanan yang bentuknya unik dan sangat khas dengan tradisi di Pulau Madura, ya betul sekali.. jajanan tersebut bernama "Pe Sapean". Pe Sapean merupakan jajanan tradisional yang diolah dan dibuat mirip dengan Sapi Kerap lengkap dengan kelelesnya.
Jika anda pernah menikmati jajanan ini, berarti anda termasuk orang yang beruntung. Sebab jajanan sejak tahun 70an ini kini mulai jarang kita jumpai. Ketika itu jajanan tersebut sangatlah laris terutama dikalangan anak-anak, karena selain harganya relatif murah, juga bentuknya memang menarik.
Jika anda pernah menikmati jajanan ini, berarti anda termasuk orang yang beruntung. Sebab jajanan sejak tahun 70an ini kini mulai jarang kita jumpai. Ketika itu jajanan tersebut sangatlah laris terutama dikalangan anak-anak, karena selain harganya relatif murah, juga bentuknya memang menarik.
Jajanan Pe Sapean memiliki tekstur keras, sehingga kita akan mendapatkan sensasinya kalau kita memakan jajanan tersebut. Jika anda pernah menikmati jajanan ini, berarti anda termasuk orang yang beruntung.
Adapun resep dari Jajanan Pe Sapean ini adalah sebagai berikut :
Bahan :
Tepung Beras/Tepung Gaplek
Gula Gentong/Gula Merah
Pewarna makanan
Wijen
Cara Membuat :
Tepung Beras dicapur Gula Merah lalu aduk sampai rata, setelah itu kita bentuk menjadi Pe Sapean dan beri warna pada badan sapi atau bagian-bagian yang perlu diwarnai selanjutnya taburi sedikit wijen agar jajanan tersebut lebih menarik. Setelah itu lalu di oven/panasi sehingga Pe Sapean akan menjadi keras.
Di daerah Bangkalan, jajanan ini sekarang sudah jarang kita temui, meskipun ada hanya didaerah tertentu saja (pasar kesorjan) dan penjualnyapun sekarang sudah tua. Bagaimana pun juga inilah Jajajan Tradisional Khas warisan leluhur kita yang hanya bisa dijumpai di Madura tercinta.
Minggu, 20 Maret 2016
Asal Usul Desa Banyuajuh Kecamatan Kamal
Pulau madura terdapat wilayah-wilayah atau
desa-desa terpencil yang beraneka ragam. Pada masing-masing wilayah atau desa
tersebut tentunya memiliki kisah dan cerita yang berbeda-beda antara desa yang satu
dengan desa yang lainnya, oleh karena itu kita selayaknya menghormati
perbedaan-perbedaan diantara masing-masing desa tersebut dan harus memahami
semua perbedaan tersebut agar tidak terjadi kesenjangan sosial diantara desa
tersebut.
Desa Banyuajuh berasal dari kata “Banyu”
dan “Ayu”. Dalam Bahasa madura dapat
diartikan “Aeng Raddin”. Jika dalam bahasa Indonesia diartikan air yang jernih, bersih dan juga enak di pandang
oleh mata. Awal dari terbentuknya desa Banyuajuh itu bermula pada sebuah desa
yang memiliki seorang tokoh ulama yang besar yang bernama KH. Abd Mufid. Ulama ini berasal dari Desa Kwanyar, Kecamatan Kwanyar, Kabupaten Bangkalan. Akan
tetapi tidak ada yang tahu pasti tanggal berapa tepatnya beliau dilahirkan di
desa tersebut.
KH. Abd Mufid ini adalah seorang putra dari KH. Hasan yang
juga berasal dari Desa Kwanyar. KH. Abd Mufid merupakan seorang tokoh ulama
besar yang sangat disegani oleh para penduduk sekitar karena kepatuhannya
kepada Allah SWT. Beliau juga sangatlah ramah pada masyarakat disana.
Desa BANYUAJUH bermula ketika KH. Abd Mufid sedang bertapa di sebuah gua
yang tidak ada penghuninya. Beliau bertapa berhari-hari tanpa makan dan minum.
Saat beliau bertapa KH. Abd Mufid ini mendegarkan sebuah bisikan dari teliga
beliau bahwa akan ada sumber mata air yang jernih keluar secara alamiah yang
akan bisa membantu masyarakat sekitar, saat masyarakatnya sedang dalam
kesulitan mendapatkan air.
Setelah beliau mendengarkan bisikan tersebut KH. Abd
Mufid merenung dan kemudian bergegas pergi mengelana sampai berhari-hari mencari dan menemukan sebuah petunjuk dan beliau berhenti di sebuah kampung yang
menyurut orang-orang kampung tersebut merupakan sebuah kampung yang suci dan
tidak ada orang yang berani mengusik di kampung itu oleh sebab itu beliau
langsung mengambil potongan bambu dan langsung beliau menancapkannya pada tanah
dengan perlahan-lahan.
Seketika itu bambu tersebut langsung keluar air dan mengalir tanpa henti. Air
tersebut keluar terus menerus tanpa henti dan air yang muncul tersebut airnya
sangatlah bersih dan jernih sehingga beliau mencoba merasakan bagaimana rasanya
air tersebut sambil berwudhu di sana.
Karena airnya terus menerus mengalir dari tempat tersebut
maka beliau memerintahkan warga-warga sekitar untuk membuatkan bendungan air
agar air yang mengalir dapat dimanfaatkan dan di kelola dengan baik supaya
nanti ketika pada musim kemarau telah tiba masyarakat disana tidak kekurangan
air bersih. Masyarakat sekitar menyebutnya “kolla”.
Kolla itu merupakan sebuah tempat dengan ukuran sekitar
kurang lebih 5 x 7 meter dengan bentuk balok karna kolla itu sering
dimanfaatkan oleh masyarakat disana. Maka, bendungan tersebut di buat dengan
rapi dan dibuat menggunakan batu-batu sekitar dan di susun tanpa menggunakan alat perekat.
Karena masyarakat di sana berpenduduk sangat banyak maka
bendungan air tersebut (kolla) dibuat lebih dari satu agar saat musim kemarau
tiba masyarakat tidak saling berebut air. Saat pembuatan kolla tersebut warga
saling bergotong royong tanpa ada yang paksaan, karena masyarakat sekitar
menyadari bahwa kolla tersebut kepentiangan bersama. Ketika kolla tersebut
selesai maka warga sangatlah berterima kasih pada seorang ulama yang namanya
KH. Abd Mufid.
Karena dari itu KH. Abd Mufid di segani dan disanjung oleh
masyarakat disana, bukan hanya menemukan sumber mata air tersebut, namun masyarakat menyanjung karena beliau patuh kepada Allah SWT dan tidak pernah sekalipun meninggalkan yang namanya sholat, puasa atau pun sholat
sunnah.
Dan KH. Abd Mufid memberikannya nama pada kampung
tersebut yaitu “DESA BANYU AYU”. Karena
beliau sangatlah patuh pada gusti Allah dan rajin sholat maka masyarakat disana
menitipkan putra-putri nya dan menyuruhnya mengaji dan belajar sholat kepada
KH. Abd Mufid agar nantinya putra-putrinya dapat menjadi anak yang sholeh dan
sholehah. Beliau sangatlah terhormat sehingga nama beliau terdengar sampai
seluruh desa yang ada di Kota Bangkalan oleh karena itu banyaklah orang-orang
yang diluar desa tersebut untuk menitipkan putra-putrinya pada KH. Abd Mufid,
karena terlalu banyak putra-putri yang dititipkan maka beliau, akhirnya beliau
membuatkan pondok pesantren beserta masjid-masjidnya, dan nama pondok pesantren
tersebut adalah pondok “Nurul Dzolam”.
Seiring dengan berjalannya waktu KH. Abd Mufid pun wafat, dengan begitu
masyarakat sekitar membuatkan makam khusus yang berada di tepat di
tengah-tengah desa Banyu Ayu dan dibuatkannya rumah kuburan. Karena KH. Abd Mufid wafat para masyarakat
disana sangatlah merasa kehilangan dan tidak ada lagi yang akan mengurus desa
tersebut beserta pondoknya. Para
masyarakat disana khawatir takut terjadi sesuatu yang tidak di inginkan terjadi
pada desa tersebut maka masyarakat meminta pada santri-santri tersebut agar
secepatnya menemukan pengganti dari KH. Abd Mufid. Dengan demikian santri
tertualah yang menjadi pengurus pondok tersebut karena di anggap yang paling
mengerti tentang ajaran islam.
Lama kelamaan nama dari desa Banyu Ayu berubah menjadi
“BANYUAJUH” karena perubahan zaman yang
modern di era ini.
Sumber mata air yang ada di desa banyuajuh ini dari dulu
hingga saat ini masih tetap mengalirkan air walaupun pada musim kemarau. Pada
saat ini air yang mengalir dipercaya
oleh masyarakat sekitar sebagai obat penyembuh segala penyakit.
Apa yang dilakukan KH. Abd Mufid ini, merupakan wujud
aksi dalam rangka memberi pertolongan atau bantuan pada sesama manusia agar
msyarakat mengerti arti dari sebuah kekompakan dalam sebuah kelompok
masyarakat, disatu sisi beliau mengajari agar para penduduk sekitar memahami
pentingnya arti kebersamaan.
Dengan demikian, setidak-tidaknya apa yang dilakukan KH.
Abd Mufid, merupakan usaha beliau dalam memberikan jalan bagi masyarakat untuk
keluar dari krisis kekeringan, yang akhirnya akan memberikan hasil positif bagi
diri sendiri maupun orang lain (Idr).
Sumber :
Pembakuan
Nama Rupa Bumi Kabupaten Bangkalan Tahun 2012
Selasa, 15 Maret 2016
Tradisi Lombe (Kerapan kerbau)
Jika di pulau Madura dikenal dengan Tradisi Kerapan Sapi, pasti kita sudah banyak
yang tahu dan pernah menyaksikannya. Tapi saya yakin tidak banyak yang mengetahui salah
satu kekayaan budaya asli dari Madura di daerah kepulauan di ujung timur ini.
Kecuali jika ada para tretan yang pernah berada di Pulau Kangean.
Lombe Kangean Foto : Doddy Yanuar Aryanto |
Yaa.. Lombe adalah tradisi Kerapan Kerbau khas berasal dari Pulau Kangean Madura. Gugusan kepulauan yang masuk wilayah Kabupaten Sumenep ini mempunyai keunikan budaya yang nyaris belum terekspose.
Keunikan dari kerapan kerbau atau LOMBE, jika kerapan sapi menggunakan Joki untuk memacu lari dari sapi-sapi tersebut, maka tidak dengan kerapan kerbau ini. Untuk memacu kecepatan lari dari kerapan kerbau ini menggunakan joki yang menunggang kuda yang ikut berlari mengikuti pasangan kerbau ini.
Inilah kekayaan budaya kita yang belum pernah diekspose sebelumnya. Sebagai tambahan, info dari tretan Kangean bahwa event Lombe ini biasanya akan dilaksanakan pada bulan April. Jika ada penasaran, silakan jelajahi Kangean Madura..
Keunikan dari kerapan kerbau atau LOMBE, jika kerapan sapi menggunakan Joki untuk memacu lari dari sapi-sapi tersebut, maka tidak dengan kerapan kerbau ini. Untuk memacu kecepatan lari dari kerapan kerbau ini menggunakan joki yang menunggang kuda yang ikut berlari mengikuti pasangan kerbau ini.
Inilah kekayaan budaya kita yang belum pernah diekspose sebelumnya. Sebagai tambahan, info dari tretan Kangean bahwa event Lombe ini biasanya akan dilaksanakan pada bulan April. Jika ada penasaran, silakan jelajahi Kangean Madura..