Senin, 28 Maret 2016

Berloberen / Rokat Cahe, Tradisi Masyarakat Saronggi Sumenep

Ritual berloberan/Rokat Cahe juga menjadi bagian tradisi masyarakat Saronggi yang kerap dilakukan pada saat kemarau panjang.Ritual Berloberan yang kali ini dilaksanakan di Desa Langsar Kecamatan Saronggi Sumenep itu, pada prinsipnya memohon kepada Yang Maha Kuasa agar pada musim kemarau seperti ini diturunkan hujan, mengingat wilayah yang cukup gersang ini, adalah tumpuan hidup atas rezeki dari tanah pertanian mereka.


Share:

Jumat, 25 Maret 2016

"Pe sapean", Jajanan Khas madura

Bagi masyarakat Bangkalan, pasti sudah mengenal dengan Jajanan yang bentuknya unik dan sangat khas dengan tradisi di Pulau Madura, ya betul sekali.. jajanan tersebut bernama "Pe Sapean". Pe Sapean merupakan jajanan tradisional yang diolah dan dibuat mirip dengan Sapi Kerap lengkap dengan kelelesnya. 

Jika anda pernah menikmati jajanan ini, berarti anda termasuk orang yang beruntung. Sebab jajanan sejak tahun 70an ini kini mulai jarang kita jumpai. Ketika itu jajanan tersebut sangatlah laris terutama dikalangan anak-anak, karena selain harganya relatif murah, juga bentuknya memang menarik.

Jajanan Pe Sapean memiliki tekstur keras, sehingga kita akan mendapatkan sensasinya kalau kita memakan jajanan tersebut. Jika anda pernah menikmati jajanan ini, berarti anda termasuk orang yang beruntung.



Adapun resep dari Jajanan Pe Sapean ini adalah sebagai berikut :

Bahan : 
Tepung Beras/Tepung Gaplek
Gula Gentong/Gula Merah
Pewarna makanan
Wijen

Cara Membuat :
Tepung Beras dicapur Gula Merah lalu aduk sampai rata, setelah itu kita bentuk menjadi Pe Sapean dan beri warna pada badan sapi atau bagian-bagian yang perlu diwarnai selanjutnya taburi sedikit wijen agar jajanan tersebut lebih menarik. Setelah itu lalu di oven/panasi sehingga Pe Sapean akan menjadi keras. 


Di daerah Bangkalan, jajanan ini sekarang sudah jarang kita temui, meskipun ada hanya didaerah tertentu saja (pasar kesorjan) dan penjualnyapun sekarang sudah tua. Bagaimana pun juga inilah Jajajan Tradisional Khas warisan leluhur kita yang hanya bisa dijumpai di Madura tercinta.
Share:

Minggu, 20 Maret 2016

Asal Usul Desa Banyuajuh Kecamatan Kamal


Pulau madura terdapat wilayah-wilayah atau desa-desa terpencil yang beraneka ragam. Pada masing-masing wilayah atau desa tersebut tentunya memiliki kisah dan cerita yang berbeda-beda antara desa yang satu dengan desa yang lainnya, oleh karena itu kita selayaknya menghormati perbedaan-perbedaan diantara masing-masing desa tersebut dan harus memahami semua perbedaan tersebut agar tidak terjadi kesenjangan sosial diantara desa tersebut.

Desa Banyuajuh berasal dari kata “Banyu” dan  “Ayu”. Dalam Bahasa madura dapat diartikan  “Aeng Raddin”. Jika dalam bahasa Indonesia diartikan air yang jernih, bersih dan juga enak di pandang oleh mata. Awal dari terbentuknya desa Banyuajuh itu bermula pada sebuah desa yang memiliki seorang tokoh ulama yang besar yang bernama KH. Abd Mufid.  Ulama ini berasal dari Desa Kwanyar,  Kecamatan Kwanyar, Kabupaten Bangkalan. Akan tetapi tidak ada yang tahu pasti tanggal berapa tepatnya beliau dilahirkan di desa tersebut.

KH. Abd Mufid ini adalah seorang putra dari KH. Hasan yang juga berasal dari Desa Kwanyar. KH. Abd Mufid merupakan seorang tokoh ulama besar yang sangat disegani oleh para penduduk sekitar karena kepatuhannya kepada Allah SWT. Beliau juga sangatlah ramah pada masyarakat disana.

Desa BANYUAJUH  bermula ketika KH. Abd Mufid sedang bertapa di sebuah gua yang tidak ada penghuninya. Beliau bertapa berhari-hari tanpa makan dan minum. Saat beliau bertapa KH. Abd Mufid ini mendegarkan sebuah bisikan dari teliga beliau bahwa akan ada sumber mata air yang jernih keluar secara alamiah yang akan bisa membantu masyarakat sekitar, saat masyarakatnya sedang dalam kesulitan mendapatkan air.

Setelah beliau mendengarkan bisikan tersebut KH. Abd Mufid merenung dan kemudian bergegas pergi mengelana sampai berhari-hari mencari dan menemukan sebuah petunjuk dan beliau berhenti di sebuah kampung yang menyurut orang-orang kampung tersebut merupakan sebuah kampung yang suci dan tidak ada orang yang berani mengusik di kampung itu oleh sebab itu beliau langsung mengambil potongan bambu dan langsung beliau menancapkannya pada tanah dengan perlahan-lahan.

Seketika itu bambu tersebut langsung keluar air dan mengalir tanpa henti. Air tersebut keluar terus menerus tanpa henti dan air yang muncul tersebut airnya sangatlah bersih dan jernih sehingga beliau mencoba merasakan bagaimana rasanya air tersebut sambil berwudhu di sana.

Karena airnya terus menerus mengalir dari tempat tersebut maka beliau memerintahkan warga-warga sekitar untuk membuatkan bendungan air agar air yang mengalir dapat dimanfaatkan dan di kelola dengan baik supaya nanti ketika pada musim kemarau telah tiba masyarakat disana tidak kekurangan air bersih. Masyarakat sekitar menyebutnya “kolla”.

Kolla itu merupakan sebuah tempat dengan ukuran sekitar kurang lebih 5 x 7 meter dengan bentuk balok karna kolla itu sering dimanfaatkan oleh masyarakat disana. Maka, bendungan tersebut di buat dengan rapi dan dibuat menggunakan batu-batu sekitar dan  di susun tanpa menggunakan alat perekat.

Karena masyarakat di sana berpenduduk sangat banyak maka bendungan air tersebut (kolla) dibuat lebih dari satu agar saat musim kemarau tiba masyarakat tidak saling berebut air. Saat pembuatan kolla tersebut warga saling bergotong royong tanpa ada yang paksaan, karena masyarakat sekitar menyadari bahwa kolla tersebut kepentiangan bersama. Ketika kolla tersebut selesai maka warga sangatlah berterima kasih pada seorang ulama yang namanya KH. Abd Mufid.

Karena dari itu KH. Abd Mufid di segani dan disanjung oleh masyarakat disana, bukan hanya menemukan sumber mata air tersebut, namun masyarakat menyanjung karena beliau patuh kepada Allah SWT dan tidak pernah sekalipun meninggalkan yang namanya sholat, puasa atau pun sholat sunnah.

Dan KH. Abd Mufid memberikannya nama pada kampung tersebut yaitu “DESA BANYU AYU”.  Karena beliau sangatlah patuh pada gusti Allah dan rajin sholat maka masyarakat disana menitipkan putra-putri nya dan menyuruhnya mengaji dan belajar sholat kepada KH. Abd Mufid agar nantinya putra-putrinya dapat menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Beliau sangatlah terhormat sehingga nama beliau terdengar sampai seluruh desa yang ada di Kota Bangkalan oleh karena itu banyaklah orang-orang yang diluar desa tersebut untuk menitipkan putra-putrinya pada KH. Abd Mufid, karena terlalu banyak putra-putri yang dititipkan maka beliau, akhirnya beliau membuatkan pondok pesantren beserta masjid-masjidnya, dan nama pondok pesantren tersebut adalah pondok “Nurul Dzolam”.

Seiring dengan berjalannya waktu  KH. Abd Mufid pun wafat, dengan begitu masyarakat sekitar membuatkan makam khusus yang berada di tepat di tengah-tengah desa Banyu Ayu dan dibuatkannya rumah kuburan.  Karena KH. Abd Mufid wafat para masyarakat disana sangatlah merasa kehilangan dan tidak ada lagi yang akan mengurus desa tersebut beserta pondoknya.  Para masyarakat disana khawatir takut terjadi sesuatu yang tidak di inginkan terjadi pada desa tersebut maka masyarakat meminta pada santri-santri tersebut agar secepatnya menemukan pengganti dari KH. Abd Mufid. Dengan demikian santri tertualah yang menjadi pengurus pondok tersebut karena di anggap yang paling mengerti tentang ajaran islam.

Lama kelamaan nama dari desa Banyu Ayu berubah menjadi “BANYUAJUH”  karena perubahan zaman yang modern di era ini.

Sumber mata air yang ada di desa banyuajuh ini dari dulu hingga saat ini masih tetap mengalirkan air walaupun pada musim kemarau. Pada saat ini air yang mengalir dipercaya  oleh masyarakat sekitar sebagai obat penyembuh segala penyakit.

Apa yang dilakukan KH. Abd Mufid ini, merupakan wujud aksi dalam rangka memberi pertolongan atau bantuan pada sesama manusia agar msyarakat mengerti arti dari sebuah kekompakan dalam sebuah kelompok masyarakat, disatu sisi beliau mengajari agar para penduduk sekitar memahami pentingnya arti kebersamaan.

Dengan demikian, setidak-tidaknya apa yang dilakukan KH. Abd Mufid, merupakan usaha beliau dalam memberikan jalan bagi masyarakat untuk keluar dari krisis kekeringan, yang akhirnya akan memberikan hasil positif bagi diri sendiri maupun orang lain (Idr).


Sumber : 
Pembakuan Nama Rupa Bumi Kabupaten Bangkalan Tahun 2012

Share:

Selasa, 15 Maret 2016

Tradisi Lombe (Kerapan kerbau)

Jika di pulau Madura dikenal dengan Tradisi Kerapan Sapi, pasti kita sudah banyak yang tahu dan pernah menyaksikannya. Tapi saya yakin tidak banyak yang mengetahui salah satu kekayaan budaya asli dari Madura di daerah kepulauan di ujung timur ini. Kecuali jika ada para tretan yang pernah berada di Pulau Kangean.

Lombe Kangean Foto : Doddy Yanuar Aryanto

Yaa.. Lombe adalah tradisi Kerapan Kerbau khas berasal dari Pulau Kangean Madura. Gugusan kepulauan yang masuk wilayah Kabupaten Sumenep ini mempunyai keunikan budaya yang nyaris belum terekspose.

Keunikan dari kerapan kerbau atau LOMBE, jika kerapan sapi menggunakan Joki untuk memacu lari dari sapi-sapi tersebut, maka tidak dengan kerapan kerbau ini. Untuk memacu kecepatan lari dari kerapan kerbau ini menggunakan joki yang menunggang kuda yang ikut berlari mengikuti pasangan kerbau ini.

Inilah kekayaan budaya kita yang belum pernah diekspose sebelumnya. Sebagai tambahan, info dari tretan Kangean bahwa event Lombe ini biasanya akan dilaksanakan pada bulan April. Jika ada penasaran, silakan jelajahi Kangean Madura..
Share:
Copyright © BANGKALAN MEMORY | Powered by Bangkalan Memory Design by Bang Memo | Kilas Balik Bangkalan Tempo Dulu