Pihak sekutu yang sebagian besar berkomposisi pasukan Inggris, mulai meninggalkan Jawa Timur pada medio 1946. Belanda kemudian mengambil alih pengawasan dari sekutu. Sementara pembersihan mereka gulirkan di sepanjang wilayah Jatim sejak mengambil alih, Pulau Madura belum juga bisa mereka “sentuh”.
Pulau garam ini memang tak punya sumber daya melimpah seperti di berbagai daerah Pulau Jawa lainnya. Tapi buat Belanda, penguasaan Pulau Madura tetap penting artinya, terutama untuk pengawasan rute pelayaran kapal-kapal mereka dari Jawa ke Bali.
Untuk menguasai pulau dengan luas 5.168 km persegi ini dalam genggaman, Belanda melakukan sejumlah upaya gangguan, hingga invasi pendaratan ke pantai barat Madura pada awal Juli 69 tahun lampau.
Kala itu terjadi perlawanan sengit para kombaten Madura yang tak banyak diketahui khalayak yang terutama awam akan sejarah revolusi.
Sebagaimana dikutip dari "Kronik Revolusi Indonesia I", rongrongan Belanda diawali dengan pengeboman pesawat Belanda terhadap sebuah kapal milik republik, “Kangean” di Selat Madura, 4 Juli 1946.
Kapal penyeberangan itu membawa sejumlah pegawai republik dengan rute pelayaran Surabaya-Madura. Kapal itu dicecar serangan Belanda hingga tenggelam dan dikabarkan hanya dua penumpang yang selamat.
Gangguan Belanda juga memakan korban kapal Indonesia lainnya, di mana kapal penyeberangan “Pamekasan”, ditembaki dan diseret ke Surabaya yang juga terjadi di Selat Madura.
Seperti yang termaktub dari buku ‘Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Madura’, Hari-H invasi pendarat sekira 300 pasukan akhirnya tiba pada suatu pagi sekira pukul 08.00 WIB di hari Jumat, 5 Juli 1946.
Pendaratan pihak Belanda ke wilayah yang masih termasuk daerah Jawa Timur dengan status karesidenan itu, turut disertai enam tank amfibi dan dengan perlindungan tiga pesawat pemburu P-51 Mustang atau yang populer dikenal dengan sebutan “Cocor Merah”.
Tujuan pendaratan mereka dititikberatkan di Pantai Kamal, Bangkalan, Madura. Pasukan pendaratan Belanda itu sempat memijakkan kakinya ke Pantai Kamal, setelah lebih dulu dilakukan penembakan ke wilayah pantai yang saat itu, dijaga sejumlah pasukan TRI (Tentara Republik Indonesia) dari Seksi I, Kompi IV, Batalion III, Resimen V Madura Barat.
Pasukan itu di bawah komando Letnan R. Mohammad Ramli yang memang ditugaskan Mayor R. Mohammad Imbran untuk mengawal beberapa pos di Pantai Kamal, Dermaga Timur serta Jungrate.
Tiga tank amfibi Belanda yang pertama mendarat mendapat perlawanan sengit, meski regu pimpinan Letnan Ramli hanya bersenjatakan sejumlah senapan laras panjang dan satu pucuk meriam PSU dan senapan mesin kaliber 7,7 mm.
Kalah dalam hal persenjataan, Letnan Ramli memerintahkan anak-anak buahnya untuk mundur. Pun begitu, Letnan Ramli dengan bersenjatakan pistol genggam dan keris, terus melakukan perlawanan heroik hingga gugur di atas sebuah tank amfibi Belanda.
Heroisme lain saat melakukan perlawanan sengit juga dilancarkan Letnan Singosastro, perwira Resimen V TRI Madura lainnya – masih di area Pantai Kamal. Ketika masih berada di tengah tembak-menembak dan kehabisan peluru, Letnan Singosastro turut gugur di tempat akibat sejumlah tembakan serdadu Belanda.
Beruntung, perlawanan regu lainnya di berbagai sektor Pantai Kamal gagal ditembus Belanda dan memukul mundur lagi pasukan musuh ke arah laut. Terpaksa, Belanda menarik mundur sisa pasukannya dan kembali ke Surabaya.
Gagal dengan cara kontak fisik, sehari setelahnya Belanda menawarkan negosiasi. Hal itu disepakati sejumlah tokoh Madura dengan syarat, perundingan tak dilakukan di darat, melainkan di atas kapal dan tanpa senjata.
Belanda diwakili Mayor Smith dan pihak Indonesia didelegasikan Kahar Sosrodanukusumo, R.A. Ruslan Cakraningrat, RAA Sis Tjakraningrat, R. Abdul Rasyid dan Zainal Alim.
Pihak Belanda menawarkan bantuan pangan untuk rakyat Madura yang saat itu hampir menderita kelaparan akibat blokade ekonomi Belanda. Tapi tawaran itu ditolak mentah-mentah.
Medio Februari 1947, Belanda melakukan invasi kembali dengan jumlah pasukan yang lebih besar dan berhasil menguasai Pulau Madura. Belanda baru angkat kaki setelah mengakui wilayah Republik di Tiga Wilayah, yakni Sumatera, Jawa dan Madura....!!!
Sumber : Perjuangan Mempertahankan Wilayah Madura, Batalyon Jokotole, Catatan kaki Letnan Kolonel Chandra Hasan 1947