Pulau Madura
sudah jauh waktu tercatat dalam sejarah Nusantara. Proses awal
berdirinya kerajaan Majapahit, dimana runtuhnya kerajaan Singasari oleh
serangan Kediri hingga larinya Nararya Sanggramawijaya ke Pulau Madura
untuk meminta bantuan kepada Adipati Wiraraja di Sumenep, (Nagarakretagama
pupuh XLV sampai XLIX). Sehingga diyakini bahwa banyak terjadi
hubungan sosial, budaya dan agama antara penduduk Pulau Madura dan Majapahit
pada masa itu.
Makam Agung merupakan
nama dari sebuah desa di Kecamatan Arosbaya, Bangkalan. Sebenarnya nama Arosbaya sendiri, pada masa pra Islam di
Madura Barat, adalah sebuah nama kerajaan yang didirikan oleh Panembahan
Pragalba (abad 16).
Pragalba diyakini sudah melakukan syariat Islam disaat menjelang wafat. Ketika dituntun untuk membaca syahadat oleh putranya (Pratanu),
Pragalba hanya menganggukkan kepalanya. Ketika menjelang wafat beliau dipangkuan Putranya Raden Pratanu menganggukan kepalanya sebagai pertanda dizinkannya Agama Islam sebagai Agama di Keraton Plakaran dan Keluarga Besar Keraton termasuk juga rakyat/masyarakatnya. Beliau dikenal sebagai seorang Penguasa atau Raja yang Bijaksana. Karena itulah kemudian Pragalba dikenal
sebagai Pangeran Ongguk (ongguk atau mengangguk). Dan Islam di Arosbaya, saat
itu juga disebut dengan Islam Ongguk.
Raja Arosbaya
yang berkedudukan di Plakaran kemudian dimakamkan di sebuah komplek pemakaman
yang letaknya di sebelah selatan Plakaran, atau sekitar 60 km dari kota
Bangkalan. Makam Pangeran Pragalba tersebut disebut dengan Makam Agung.
Di masa
pemerintahan Lemah Duwur inilah kerajaan Arosbaya terus meluaskan pengaruh
Islamnya ke kerajaan-kerajaan di Sampang dan Blega, bahkan meluas hampir
mencapai seluruh Madura.
Dalam catatan
Raffles (Raffles, 1817) dikatakan bahwa pada masa itu Lemah Duwur adalah raja
yang memegang peranan penting. Bahkan Raffles menyatakan bahwa Lemah Duwur
adalah raja paling penting di Jawa Timur. Pasalnya, karena Lemah Duwur dinilai
telah berhasil mengembangkan kerajaan Arosbaya menjadi kerajaan yang berperan
penting dalam pelayaran, niaga, dan politik di Madura dan Jawa. Pada tahun
1592, Lemah Duwur mangkat. Dia meninggal di Arosbaya dan dikebumikan di komplek
Makam Agung. Setelah wafat kekuasaan Lemah Duwur diteruskan adiknya, Pangeran
Tengah, yang tak lain ayah Cakraningrat I.
LOKASI DAN LINGKUNGAN SEKITARNYA
Pekuburan
Makam Agung adalah sebuah situs makam kuno yang terletak di desa Makam agung,
kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan. Tepatnya di Bagian Utara desa makam
Agung, di sebelah Timur jalan kampong yang menghubungkan antara Arosbaya dengan
Tonjung. Jarak antara Bangkalan ke Arosbaya sekitar 12 kilometer dan jarak
antara Arosbaya ke Komplek Pekuburan Makam Agung sekitar 3 kilometer. Dari
kecamatan Arosbaya melalui jalan ke kecamatan Geger, pada jarak sekitar 2,5
kilometer, tepatnya pada persimpangan tiga jalan di depan Pusat Kesehatan
Masyarakat (PUSKESMAS) Desa Tongguh, kita ambil jalan ke arah selatan. Dalam
perjalanan sekitar setengah kilometer, membelok ke kiri/ke timur, maka
sampailah kita di Komplek Pekuburan Makam Agung.
![]() |
Siteplane Makam Agung Plakaran |
Komplek
Pekuburan Makam Agung secara keseluruhan terdiri dari 3 (tiga) halaman/teras,
antara lain sebagai berikut :
1. Halaman Pertama
Untuk
memasuki halaman pertama, ditandai dengan gapura yang merupakan pintu gerbang
yang berbentuk Candi Bentar Semu. Pada halaman ini terdapat sejumlah makam
Islam, akan tetapi sudah merupakan makam baru.
Pada
bagian sudut tenggara di dalam halaman ini, terdapat gundukan tanah dan
terlihat susunan pondasi dari batu bata merah. Pondasi tersebut berbentuk empat
persegi panjang, dan pada bagian barat terdapat semacam penampil. Dengan adanya
penampil yang hanya pada bagian barat saja, maka penyusun cenderung menyebutnya
mihrab. Dengan demikian, maka pondasi tersebut merupakan bekas bangunan mushola
atau langgar. Hal ini diperkuat oleh salah seorang informan, yang menerangkan
bahwa pondasi tersebut memang dahulunya adalah bangunan langgar.
Untuk
memasuki halaman kedua, seperti halnya halaman pertama, juga ditandai oleh
gapura yang berbentuk Candi Bentar Semu. Pada halaman kedua ini keadaan tanahnya lebih tinggi dibandingkan dengan
alaman pertama. Hal ini menunjukkan adanya susunan tanah yang
bertingkat-tingkat. Situasi pada halaman ini terasa redup, karena banyaknya pohon-pohon
besar yang cabang-cabangnya hamper menutup semua area halaman. Di bawah
pohon-pohon ini terdapat makam-makam Islam, akan tetapi kurang memliki
nilai-nilai kepurbakalaan yang berarti. Agak ke bagian timur, tepatnya di depan
gapura masuk halaman ketiga terdapat sebuah bangunan kecil menghadap barat. Bangunan
tersebut difungsikan sebagai tempat istirahat bagi orang-orang yang berjiarah.
Di samping itu tempat tersebut juga difungsikan sebagai tempat untuk
menyampaikan hajatnya kepada juru kunci/mudin, dengan disertai selamatan.
3. Halaman Ketiga
Untuk
memasuki halaman ketiga di komplek ini, juga ditandai dengan adanya gapura,
yang juga berbentuk Candi Bentar Semu.
Halaman ini merupakan halaman utama, yang pada halaman ini dikelilingi oleh pagar
tembok, yang bahannya terbuat dari batu putih. Di dalam halaman ini terletak
makam Kyai Pratanu, Kyai Pragalbo, dan Raden Koro. Mereka ini adalah Raja-Raja
Islam permulaan abad 15, yang berkuasa di daerah Arosbaya, atau Madura bagian
barat. Halaman ketiga ini merupakan denah berbentuk empat persegi panjang yang
membujur ke timur, dengan pintu masuk dari bagian selatan dan di dalamnya
terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok.
a. Kelompok bagian barat, yaitu tempat makam Kyai Pratanu (Pangeran
Lemah Duwur, yang memerintah tahun 1531-1592
M). Makam ini memang menempati tanah yang ditinggikan dengan 22 buah makam. Di
sini masih terdapat pilar yang berbentuk miniatur candi, lengkap bagian kaki,
tubuh dan atap candi sebagaimana candi.. Kelompok ini pada bagian baratnya
dibatasi oleh bekas pondasi pagar dan gapura, sedangkan pada bagian timur
dibatasi pagar dan gapura berbentuk Candi Bentar, yakni gapura masuk ke dalam
kelompok paling timur. Pada kelompok ini juga terdapat sebuah altar/batu, yang
berukuran panjang 6 meter, lebar 5,5 meter dan tinggi 0,60 meter.
Sisa
kemegahan dan kekokohan komplek Makam Agung tersebut masih tampak, meski
beberapa bagian pagar dan makam sudah rusak dimakan lumut dan usia. Batu padas
kuning sudah berubah wama hijau kehitaman. Pohon tanjung yang berada di makam Kyai
Pratanu, meski masih berdaun dan berbunga, batang pohonnya banyak yang keropos,
menandakan tuanya usia pohon dengan bau bunga yang khas tersebut.
b. Kelompok bagian tengah, yaitu tempat makam Raden Koro (Pangeran
Tengah, yang memerintah dari tahun 1592-1621 M). Beliau adalah putra Kyai
Pratanu, ayah dari Pangeran Cakraningrat I. Pada makam ini tidak lagi di dapati
ukiran atau sejenisnya. Lantainyapun masih berkalang tanah.
Di atas batur ini terdapat beberapa makam, adapun makam yang
inti adalah makam Raden Koro (Pangeran Tengah). Beliau ini adalah salah seorang
putra Kyai Pratanu, atau ayah dari Prasena (Pangeran Tjakraningrat I) yang
dimakamkan di Arosbaya. Melihat hal tersebut di atas, maka wajarlah kiranya
apabila nilai kepurbakalaannya lebih rendah jika dibandingkan dengan makam yang
ada di kelompok sebelah baratnya tadi.
c. Kelompok Bagian Timur, yaitu tempat makam Kyai Pragalbo (alias
Pangeran Plakaran). Di dalam kelompok ini juga terdapat batur makam, yang
berukuran panjang 7 meter, lebar 7 meter dan tinggi 0,60 centimeter. Di atas
batur ini juga terdapat beberapa makam, di antaranya yang utama adalah makam
Kyai Pragalbo. Beliau ini adalah ayah dari Kyai Pratanu dan disebut juga
Pangeran Islam Ongguk. Tempat makam Kyai Pragalbo ini nilai kepurbakalaannya
lebih rendah sedikit dibandingkan dengan tempat makam Kyai Pratanu, walaupun
Kyai Pragalbo sebagai ayahnya.
Makam Kyai Pragalbo merupakan makam paling tua karena Kyai
Pragalbo meninggal tahun 1450 Saka. atau 1531M, dikelilingi 6 buah makam dengan
beberapa stupa di pojok dindingnya
Mengamati
tahun meninggalnya Kyai Pragalbo tersebut maka dapat dipastikan bahwa komplek “Makam Agung” ini bersangkut paut dengan
sejarah kerajaan Majapahit di Pulau Jawa yang bertahun 1478 M pada masa akhir
pemerintahan Bhre Kerthabumi alias Prabu Brawijaya V yang dalam Serat Kanda
ditandai dengan candra sengkala berbunyi “Sirna
ilang kertaning bhumi.”
Dilingkari
pagar batu andesit sebagaimana umumnya situs dari Jaman Majapahit dan candi
bentar kecil sebagai pintu masuk menuju makam KyaiPragalbo, menyiratkan adanya
pengaruh budaya Hindu. Hal ini sebagaimana dikisahkan dalam sejarahnya, bahwa
Pangeran Pragalbo memang semasa hidupnya beragama Hindu. Namun menjelang
wafatnya beliau masih sempat menganut agama Islam sekalipun keyakinan itu cuma
dijawab dengan mengangguk. Peristiwa ini ditandai dengan Candra Sengkala Sirno
Pendowo Kertaning atau 1450M.
Pada
jirat makam Pangeran Pragalbo didapat pula kesan ukiran cina, sulur-suluran
bunga Seruni, sebagaimana banyak terlihat di ukiran Jepara. Karena diketahui
bahwa Kerajaan Majapahit sudah berhubungan dagang dan bersilang budaya dengan
negeri Cina, bahkan jauh sebelumnya. Hal demikian terbawa hingga masa
selanjutnya.
PISANG AGUNG
Salah
satu pertanda yang paling dipercaya oleh masyarakat sekitar Makam Agung adalah
munculnya pohon pisang, yang mereka sebut dengan geddang agung (pisang agung). Oleh masyarakat Madura, pohon pisang
tersebut disebut dengan geddang bigih
(Pisang biji), yaitu pisang yang di dalam buahnya berbiji. Jika buahnya masih
muda, oleh masyarakat madura digunakan untuk campuran bumbu rujak. Namun, pohon
dan buah pisang agung tak seperti pohon “geddang
bigih” biasa.
Menurut
juru kunci Makam Agung, yang sudah beberapa kali melihat pemunculan pisang
agung tersebut, batang pohon pisang agung jauh lebih besar dan lebih tinggi
dari pohon pisang biasa. Pelepah daunnya bisa sebesar lengan orang dewasa,
dengan lembar daun yang sangat lebar.
Munculnya
pisang agung tersebut pertanda akan terjadi peristiwa penting di tanah air kita
dan masyarakat sekitar akan terus melakukan doa dan tirakat di Makam Agung.
Mereka mengharap, pemunculan pisang agung tidak membawa pertanda buruk. Selain
itu masyarakat juga akan menunggu matangnya buah pisang agung. Jika matang, masyarakat
akan berebut untuk mendapatkan buah pisang agung. Mereka percaya, bahwa jika biji
buah pisang agung diuntai menjadi tasbih, akan membawa kemustajaban dalam doa
dan dzikir.
Dalam
sejarah pemunculannya, pisang agung tersebut hanya berbuah satu kali. Dalam
pemunculannya yang lain, tidak pernah berbuah. Juru kunci tersebut mencatat
bahwa pisang agung yang muncul hingga berbuah, menjelang Proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia tahun 1945, saat pemberontakan Gestapo (1965), menjelang
jatuhnya Presiden Soekarno (1966) pisang agung juga muncul, tahun 1996 muncul
dan menjelang lengsernya Soeharto, 1998, kembali muncul. Lalu tahun 2004,
ketika pemilihan presiden, muncul. Pemunculannya hanya sesaat, lalu kemudian
hilang.
Demikian
juga munculnyapun di tempat yang tidak tetap dan disetiap pemunculannya, selalu
sudah dalam keadaan setinggi paha orang dewasa. Letak mata angin munculnya
pisang agung, juga dijadikan tanda di mana akan terjadi sebuah kejadian luar
biasa tersebut. Jika pisang agung muncul, tumbuh, hingga berbuah, berarti
sebuah kejadian luar biasa terjadi. Tetapi, jika pisang agung muncul tetapi
untuk kemudian hilang begitu saja, kejadian tersebut tidak begitu luar biasa... [DI]
makam di kompleks masjid arosbaya juga punya nilai kepurbakalaan yang menarik untuk ditelusuri kisahnya...
BalasHapusTerima kasih apresiasinya...
HapusMemang betul mas, karena dibelakang Masjid Besar Kecamatan Arosbaya terdapat makam Pangeran Musyarrif atau Syarif Achmad Al – Husaini. Beliau adalah seorang ulama yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan Ampel Surabaya.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa awal penyebaran agama Islam di Madura Barat pada masa Pemerintahan Panembahan Lemah Duwur ini dilakukan oleh ulama-ulama dari kerabat Sunan Ampel.