Selasa, 25 November 2014

Battle in Madura

Belanda mengadakan Politik Blokade Ekonomi untuk Pulau Madura. Tiap ada kapal atau perahu yang menuju Madura terus dicegah dan dirampas isinya. Tetapi masih ada saja perahu yang lolos dari cegatan. Pada tanggal 5 Oktober 1946 Pemerintah Madura mengirimkan Delegasi Ke Jawa untuk mencari bahan makanan dan melaporkan kepada atasan tentang situasi di Daerah Madura. 

Delegasi menaiki Kapal Kangean menuju ke Probolinggo. Di tengah lautan, Kapal Kangean ditembaki dari udara oleh belanda sehingga kapal tersebut dengan penumpangnya dikirim kedasar laut. Yang dapat menyelamatkan diri hanya 2 orang saja. Pada tanggal 6 Oktober 1946 Belanda mengadakan percobaan pendaratan di Kamal dengan amphibi Tank dari Surabaya dan dilindungi oleh 8 pesawat pemburu. Pertahanan di Kamal dipimpin. Letnan R. Ramli melihat amphibi tank, Ramli terus menjumpai tank tersebut dengan keris terhunus. 

Seorang tentara Belanda yang mencoba keluar terus ditusuk, sehingga meninggal dunia. Tetapi Tentara Belanda yang lain melihat kejadian itu terus menembak Ramli yang sedang ada di atas tank, sehingga gugur pada saat itu juga. Teman-teman Ramli yang tewas pada saat itu juga ialah Lettu Abdullah dan Letnan Singosastro. Peristiwa pertempuran tersebut memberi kesan pada Belanda, Bahwa semangat perjuangan rakyat Madura masih berkobar-kobar. Tentara sekutu yang ada di Surabaya memandang perlu untuk mencari jalan lain guna menaklukkan Madura.


Mayor Smith (tentara Inggris) berusaha untuk mengadakan perundingan dengan pemerintah setempat dan dilaksanakan diatas kapal, delegasi dari pemerintah Madura ialah R.A. Roeslan Tjakraningrat , R. Zaunal Alim, R. Abdul Rasjid dan R.A SIS Tjakraningrat (Bupati Bangkalan).

Perundingan menghadapi jalan buntu, karena Belanda memperhebat blokade ekonomi. Pulau Madura yang merupakan daerah minus, rakyatnya akan dibikin kelaparan tetapi rakyat Madura masih tetap bertahan. Pada tangga 2 Agustus 1947 beberapa Kapal Perang Belanda mengadakan pengintaian di Kamal dan Socah waktu itu pertahanan Udara R.I di Pedeng dapat menembak jatuh 2 Pesawat Terbang Belanda dengan senjata “Pompom”.

Di Surabaya Belanda telah mempersiapkan diri dengan lebih matang untuk menyerang Madura dari darat. Karena itu dibentuklah Barisan Cakra yang asal anggotanya dari suku Madura yang bekerja sebagai buruh di Surabaya. Pasukan inilah yamg bertindak kejam terhadap suku bangsanya sendiri. Mereka selalu diberi tugas bergerak dibagian depan, karena mereka mengenal daerah pulau Garam dan pemberani membabi buta. Pasukan tempur Belanda, selain barisan Cakra yang dipimpin oleh bekas Kapten barisan Mohni sebagai batalion komandannya juga terdapat batalion dari suku Ambon (Baret Merah). K.L. terdiri dari Belanda Indo, Menado, Cina dan Jawa.

Kekuatan Belanda diperkirakan satu Resimen dengan persenjataan yang cukup lengkap. Serangan berikutnya ialah dari Belanda serangan sungguh-sungguh melalui darat. Di daerah Bangkalan terjadi pertempuran di beberapa tempat, ialah di Desa Juno’, di Desa Gedongan, dan terus mereka menuju ke Arosbaya. Dalam pertempuran-pertempuran itu terdapat beberapa korban baik di pihak pejuang-pejuang RI maupun dipihak Belanda.

Demikian pula di Pamekasan terjadi pertempuran hebat, pada tanggal 8 Agustus 1947, tentara Belanda mengadakan pendaratan di Branta dan Camplong. Pertahanan RI ada didesa Bandaran dan disinilah terjadi pertempuran hebat.

Keesokan harinya Belanda terus menuju ke Pamekasan di Ibu Kota Madura diadakan politik Bumi hangus penduduk diperintahkan, mengungsi kepadalaman. Komandan pertahanan di pamekasan ialah Mayor Sulaiman tetapi karena ia sakit diganti oleh Mayor R.A. Mangkuadiningrat.

Pasukan Belanda yang di Camplong, terus menuju ke Sampang dan disekitar inipun terjadi pertempuran-pertempuran. Dengan demikian seluruh pulau Garam telah terlibat dalam pertempuran dangan tentara Belanda. Komandan Resimen, Candra Hasan memandang perlu segera membentuk Komando pertahanan dan pertempuran (COPP) yang ia pimpin sendiri.

Maksud adanya Komando ini ialah untuk dapat mengkordinir dan mensingkronisir, kesatuan2 dan Badan Perjuangan Rakyat misalnya Hisbullah, Sabilillah, Pesindo dan sebagainya  dengan Angkatan Bersenjata RI (T.R.I , Kepolisian, AL).

Setelah Pamekasan diduduki oleh pasukan Belanda, pada malam harinya diadakan serangan pembalasan. Serangan berhasil baik, sehingga pasukan Mangkuadiningrat terdiri dari Kompi Muthar Amin dan Kompi Slamet Guno beserta kelas karan lainnya (Hisbullah, Sabilillah) dapat menduduki kota Pamekasan samapi tengah hari. Belanda terus mendatangkan bala bantuan, sehingga mereka dapat menduduki kota Pamekasan lagi.

Korban–korban dipihak pejuang RI sebanyak 90 orang dan oleh Belanda dikuburkan dimuka masjid, yang sekarang tetap menjadi Taman Pahlawan Pamekasan. Pasukan Belanda, juga banyak mempunyai kerugian. Korban-korbannya diangkut ke Surabaya dengan kereta api setelah itu pasukan RI hanya bersifat mempertahankan saja, meskipun disana sini masih diadakan serangan kecil-kecilan dan pencegatan-pencegatan.

Pusat pemerintah RI hujrah di Pangantenan di desa Klampar, Morsomber  Plakpak terjadi pertempuran sengit. Sabilillah dipimpin oleh H. Zali, tidak hanya laki2 saja yang ikut berperang tetapi juga kaum wanita dengan memakai pedang, Arit, Linggis, dan lain sebagainya. Korban dipihak pejuang-pejuang RI sebanyak 110 orang yang gugur sedangkan dipihak Belanda juga tak terhitung jumlahnya. 

Pertempuran-pertempuran antara pejuang RI dengan pihak Belanda, sebenarnya tidak seimbang Belanda banyak sekali menerima bantuan-bantuan dari Surabaya dan secara Continue yang berupa makanan-makanan dan persenjataan. Sedangkan dipihak pejuang-pejuang kemerdekaan menderita kekurangan makanan (kebetulan paceklik) dan pula kekurangan persenjataan. Setelah peperangan berjalan beberapa bulan lamanya maka, Resimen Komandan Candra Hasan mengutus Mayor Abu Jamal dan Kapten Achmad Hafiluddin untuk pergi ke Yokyakarta (Pusat Pemerintah RI) guna minta bantuan-bantuan. 

Dua minggu kemudian datanglah mereka kembali dengan pesawat terbang yang dikemudikan oleh Halim Perdana Kusuma menurunkan 8 payung parasut yang dipakai oleh kedua orang utusan tersebut dengan membawa senjata, bahan sandang pangan dan uang 5 juta rupiah. Mereka diturunkan didekat kota Sumenep. Setelah peristiwa itu terjadi, pesawat terbang Belanda datang menembaki  kota Sumenep.

Tidak antara lama terjadi pertempuran-pertempuran lagi di Guluk-Guluk. pimpinan Sabil, K. Abdoellah Saddjad gugur dalam pertempuran itu, di sektor Sumenep, oboleh dikatakan tidak ada pertempuran yang berarti sesudah kurang lebih empat bulan lamanya berjuang, terpaksa pejuang-pejuang RI mengadakan gerakan mundur, guna mempersiapkan untuk Konsolidasi mempersatukan kekuatan kembali usaha inipun tiodak banyak pula hasilnya. Setelah dipertimbangkan dengan masak-masak maka Komandan COPP  pada tanggal 25 Nopember 1947 mengeluarkan instruksi sebagai berikut :
  1. Untuk sementara Resimen 35 / COPP dibubarkan.
  2. Semua anggota Slagorde segera beusaha menyelamatkan diri, menjelma menjadi rakyat biasa.
  3. Yang dapat mencari jalan keluar supaya hijrah ke Jawa.
  4. Selamatkan keluarga masing-masing.
  5. Senjata dan alat2 penting diamankan untuk kemungkinan dapat dighunakan lagi.
  6. Berjuang terus sesuai dengan keadan dan kemampuan.


Setelah perintah ini dikeluarkan, maka masing-masing anggota COOP mencari jalan sendiri-sendiri. sejumlah anggota dapat meloloskan diri ke Jawa dan sejumlah lagi ditawan oleh Belanda.

Drs. Abdurrachman (Bupati Kepala Daerah Kabupaten Sumenep tahun 1963) ditangkap oleh Belanda sewaktu akan hijrah ke Jawa dengan Sajuti (Almarhum) dan dimasukan sebagai tawanan di pamekasan. Setelah dikeluarkan dari tawanan penulis terus menggabungkan diri dengan “Gerakan Bawah Tanah“ yang diadakan di Madura sesuai dengan Punt 6 instruksi perintah Komandan Resimen 35 COOP. Hasil gerakan bawah tanah ialah membubarkan Negara Madura.



Oleh : DR. Abdurrahman


Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Copyright © BANGKALAN MEMORY | Powered by Bangkalan Memory Design by Bang Memo | Kilas Balik Bangkalan Tempo Dulu