Untuk jelasnya perlu
kita mengutip tulisan Raden Soenarto Hadiwijoyo sebagai berikut :
“Bilamana Trunojoyo ingin menggantikan kedudukan Ayahnya sebagai Menteri
anom dan ingin memerintah kepulauan Madura, ini tidak didorong oleh nafsu ingin
menguasai tetapi untuk menegakkan keadilan yang sudah diperkosa dengan
pengangkatan Cakraningrat II sebagai Kepala pemerintahan di Madura. Bahwa bukan
kekuasaan dan kedudukan yang menjadi tujuan hidup Trunojoyo, ini terbukti waktu
Mahkota Majapahit berada dalam kekuasaannya, menurut adat Jawa barang siapa
yang menduduki Mahkota Majapahit dan menempatkan diatas kepalanya dialah yang
menjadi kekuasaan sebagai Raja untuk memerintah pulau Jawa rakyat dengan
sendirinya akan mengakui kekuasaan ini.
Trunojoyo tidak pernah menempatkan Mahkota diatas
kepalanya juga tidak pernah menamakan dirinya sesuhunan, Mahkota yang ada pada
dirinya oleh Trunojoyo akan dikembalikan kepada sesuhunan, bilamana sesuhunan
datang ke Kediri dengan tidak berteman Belanda, dengan lain perkataan mahkota
akan dikembalikan kepada Amangkurat II jika sesuhunan memutuskan hubungan
dengan Belanda”.
Karena itu meskipun Trunojoyo
telah tewas dengan tusukan keris Amangkurat II tetapi jiwa perjuangannya akan
tetap hidup dikalangan rakyat Madura. Sebagai pimpinan pemerintahan di Madura
diangkatnya lagi Cakraningrat tetapi mendapat tantangan-tantangan dari rakyat
terutama rakyat Madura Timur.
Untuk membina
ketertiban dan keamanan umum maka Amangkurat II terpaksa membagi wialyah Madura
menjadi dua bagian, sebelah Barat diserahkan kepada Cakraningrat II sedangkan
sebelah Timur tetap dikuasai Judonegoro yang sebenarnya teman karib Trunojoyo.
Cakraningrat II menjadi sangat kecewa tetapi apa mau dikata rakyat Madura Timur
memang kurang menyukai pimpinan Cakraningrat II dengan demikian madura terbagi
menjadi dua lagi seperti terjadi sebelum tahun 1624... [DI]
Sumber : BukuSelayang Pandang Sejarah Madura
Oleh : DR.
Abdurrahman
0 Comments:
Posting Komentar