Di Batuporon ini di tahun 1942-1945 pernah digunakan Markas Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Markas ini sangat strategis karena berada di tepi selat Madura yang langsung menghadap ke arah Surabaya.
Di Batuporon ini dahulu menjadi pertahanan Jepang yang paling kuat di Madura dan menjadi tempat menyimpan amunisi. Komandan markas ini dijabat seorang Kolonel Angkatan Laut Jepang. Ketika Jepang sudah kalah perang terjadi perundingan dengan BKR dan Kepolisian Madura yang diwakili RA Sis Cakraningrat, Irsjad Trunojoyo, Zainal Alim, Komisaris Polisi R.A Ruslan Cakraningrat dan R Moch Iksan, tujuan perundingan tersebut untuk memaksa Jepang menyerahkan senjata ke BKR tetapi perundingan tersebut menemui jalan buntu.
BKR yang sudah merasa gagal dalam perundingan segera kembali ke markas Pamekasan, tidak lama meninggalkan Batuporon terdengar ledakan dari gudang amunisi dan mereka pun kembali. Di lokasi tersebut ternyata ditemukan sang Kolonel Jepang sudah mati dengan bunuh diri dan amunisi diledakkan, dibumihanguskan paksa oleh prajurit Jepang. Para prajurit Kaigun sejumlah 180 orang itupun akhirnya ditawan dikamp Batuporon.
Kini bekas gudang amunisi tersebut menjadi Basis Militer Pangkalan TNI AL Batuporon Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan Madura, dari atas bukit Lanal ini terlihat gagah berdiri Monumen Jalesveva Jayamahe di Surabaya, lambang kejayaan Angkatan Laut kita, dilaut kita jaya.
Disadur dari Sejarah Pemerintahan Militer dan Peran Pamong Praja di Jawa Timur Selama Perjuangan Fisik 1945-1950.
Oleh : Rifkhi Sulaksmono (Roodebrug Soerabaia)
Sumber : Google, KITLV
0 Comments:
Posting Komentar