Sabtu, 16 Agustus 2014

Asal Usul Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan

Dengan perkawinan batin dengan Adipodai (suka juga bertapa) putera kedua dari Penembahan Blingi bergelar Ario Pulangjiwo, lahirlah dua orang putera masing masing bernama Jokotole dan Jokowedi, kedua putera tersebut ditinggalkan begitu saja dihutan, putera yang pertama Jokotole diambil oleh seorang pandai besi bernama Empu Kelleng didesa Pakandangan dalam keadaan sedang disusui oleh seekor kerbau putih, sedangkan putera yang kedua Jokowedi ditemukan di pademawu juga oleh seorang Empu.

Kesenangan Jokotole sejak kecil ialah membuat senjata–senjata seperti, keris, pisau dan perkakas pertanian, bahannya cukup dari tanah liat akan tetapi Jokotole dapat merubahnya menjadi besi, demikian menurut cerita. Pada usianya yang mencapai 6 tahun bapak angkatnya mendapat panggilan dari Raja Majapahit (Brawijaya VII) untuk diminta bantuannnya membuat pintu gerbang.

Diceritakan selama 3 tahun keberangkatannya ke Majapahit Empu Kelleng belum juga ada kabarnya sehingga mengkhawatirkan nyai Empu Kelleng Pakandangan karena itu nyai menyuruh anaknya Jokotole untuk menyusul dan membantu ayahnya, dalam perjalanannya melewati pantai selatan pulau Madura ia berjumpa dengan seorang yang sudah tua didesa Jumijang yang tak lain adalah pamannya sendiri saudara dari Ayahnya  yaitu Pangeran Adirasa  yang sedang bertapa dan iapun memenggil Jokotole untuk menghampirinya lalu Jokotolepun menghampiri, Adirasa lalu menceritakan permulaan sampai akhir hal ihwal hubungan keluarga dan juga ia memperkenalkan adik Jokotole yang bernama Jokowedi, selain itu Jokotole menerima nasehat–nasehat dari Adirasa dan ia juga diberinya bunga melati pula, bunga melati itu disuruhnya untuk dimakannya sampai habis yang nantinya dapat menolong bapak angkatnya itu yang mendapat kesusahan di Majapahit dalam pembuatan pintu gerbang.

Pembuatan pintu gerbang itu harus dipergunakan alat pelekat, pelekat yang nantinya akan dapat keluar dari pusar Jokotole sewaktu ia dibakar hangus, oleh karena itu nantinya ia harus minta bantuan orang lain untuk membakar dirinya dengan pengertian jika Jokotole telah hangus terbakar menjadi arang  pelekat yang keluar dari pusarnya supaya cepat cepat diambil dan jika sudah selesai supaya ia segera disiram dengan air supaya dapat hidup seperti sediakala.

Jokotole diberi petunjuk bagaimana cara untuk memanggil pamannya (Adirasa). Apabila ia mendapat kesukaran, selain mendapat nasehat–nasehat ia juga mendapat kuda hitam bersayap (Si Mega) sehingga burung itu dapat terbang seperti burung Garuda dan sebuah Cemeti dari ayahnya sendiri Adipojay.

Setelah Jokotole pamit untuk ke Majapahit sesampainya di Gresik mendapat rintangan dari penjaga–penjaga pantai karena ia mendapat perintah untuk mencegat  dan membawa dua sesaudara itu ke istana, perintah raja itu berdasarkan mimpinya untuk mengambil menantu yang termuda diantara dua sesaudara itu. Dua sesaudara itu datanglah ke istana, ketika dua orang sesaudara itu diterima oleh Raja diadakan ramah tamah dan di utarakan niatan Raja menurut mimpinya, karena itu dengan iklas Jokotole meninggalkan adiknya dan melanjutkan perjalanannya menuju Majapahit.

Setelah mendapat ijin dari ayah angkatnya untuk menemui Raja Majapahit ia lalu ditunjuk sebagai pembantu empu–empu, pada saat bekerja bekerja dengan empu-empu Jokotole minta kepada empu-empu supaya dirinya dibakar menjadi arang bila telah terbakar supay diambilanya apa yang di bakar dari pusarnya dan itulah naninya yang dapat dijadikan sebagai alat pelekat. Apa yang diminta Jokotole dipenuhi oleh empu-empu sehingga pintu gerbang yang tadinya belum bisa dilekatkan, maka sesudah itu dapat dikerjakan sampai selesai. Setelah bahan pelekatnya di ambil dari pusar Jokotole ia lalu disiram dengan air supaya dapat hidup kembali.

Selanjutnya yang menjadi persoalan ialah pintu gerbang tadi tidak dapet didirikan oleh empu-empu karena beratnya, dengan bantuan jokotole yang mendapat bantuan dari pamannya Adirasa yang tidak menampakkan diri, pintu gerbang yang tegak itu segera dapat ditegakkan sehingga perbuatan tersebut menakjubkan bagi Raja, Pepatih, Menteri-menteri dan juga bagi empu-empu, bukan saja dibidang tehnik Jokotole memberi jasa-jasanya pula bantuannya pula misalnya dalam penaklukan Blambangan, atas jasa-jasanya itu Raja Majapahit berkenan menganugerahkan Puteri mahkota yang bernama Dewi Mas Kumambang, tetapi karena hasutan patihnya maka keputusan untuk mengawinkan Jokotole dengan Puterinya ditarik kembali dan diganti dengan Dewi Ratnadi yang pada waktu itu buta karena menderita penyakit cacat, sebagai seorang kesatria Jokotole menerima saja keputusan Rajanya.

Selang beberapa hari kemudian pesta perkawinan Joko Tole dengan putri Raja bernama Dewi Ratnadi berlangsung di pusat kerajaan dengan begitu meriah. Saat berlangsungnya pesta pernikahan di antara mereka ada yang komentar. Orang-orang yang benci kepada Joko Tole mengatakan, bahwa pengantin yang bersanding itu sangat lucu, karena mempelai putra tampan dan gagah, sementara mempelai putri dalam keadaan buta. Sedangkan orang-orang yang senang kepada Joko Tole mengatakan, bahwa mereka tidak puas, karena jasanya Joko Tole yang begitu besar terhadap kerajaan Majapahit ternyata dinikahkan dengan putrinya yang buta. Dan menurut mereka yang senang kepada Joko Tole. maka komentarnya Joko Tole wajar dan pantas, bila dijodohkan dengan putri raja yang cantik itu.

Setelah pesta pernikahan usai, lalu Joko Tole bersama istrinya minta izin kepada Raja untuk pulang ke Madura, kemudian Raja memberi izin keduanya, sehingga berangkatlah menuju Sumenep yang ada di pulau Madura. Kepergiannya diiringi oleh para prajurit dan para pembantu wanita dari Dewi Ratnadi. Joko Tole menunjukkan kesayangannya ‘kepada’ istrinya sekalipun dalam keadaan buta. Selama dalam perjalanan menuju Sumenep Joko Tole tetap setia buktinya selalu mencarikan buah-buahan untuk istrinya tercinta. Tidak menyangka, bahwa Joko Tole begitu sayang dan setia kepada Dewi Ratnadi, kata istrinya tadi.

Sesampainya disuatu tempat di dekat pantai pulau madura (tepatnya di daerah Socah), isterinya minta ijin untuk mandi, karena ditempat itu tidak ada air, maka seketika itu Joko Tole mengambil tongkat Dewi Ratnadi yang kemudian ditancapkannya ke dalam tanah dan setelah tongkat tersebut dicabut maka langsung keluar air dan menyemprotkan wajah Dewi Ratnadi. Dengan suara keras Dewi Ratnadi teriak “Aaaacchhhh”, sungguh aneh dan ajaib. “Apa benar Dewi?” kata Jokotole kepada istrinya. “Lihatlah kedua mata saya kanda, sekarang dinda bisa melihat kanda Jokotole”.


Dan Jokotole melihat kedua mata istrinya, ternyata memang benar kalau bisa melihat. Perasaan gembira yang luar biasa dirasakan Joko Tole. Keduanya bersyukur atas nikmat yang tidak terduga-duga datangnya. Setelah selesai mandi, maka istrinya bisa berganti pakaian dengan sendirinya, karena sudah bisa melihat. Air bekas tancapan tongkat tersebut akhirnya menjadi sumber air yang sangat jemih dan bersih, sehingga tempat itu sampai sekarang disebut; Soca, artinya mata. Dengan demikian sampai sekarang tempat tersebut dinamakan SOCAH.

Setelah kejadian tersebut, kemudian Jokotole beserta istri tercintanya melanjutkan perjalanannya kembali ke Sumenep dan setiba di Sumenep Joko Tole disambut dengan riang gembira oleh kedua orang tuanya, segenap familinya, bahwa masyarakat setempat, apalagi Joko Tole pulang dengan membawa seorang istri bernama Dewi Ratnadi yang cantik mempesona.. [DI]



Photo Koleksi : Bangkalan Memory



Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Copyright © BANGKALAN MEMORY | Powered by Bangkalan Memory Design by Bang Memo | Kilas Balik Bangkalan Tempo Dulu