Menurut
cerita purbakala kurang lebih tahun 78 datanglah Adji Saka dari Negeri Campa
yang memperkenalkan Negara Hindu ke Pulau Jawa dan Madura.
Pada
saat itu mulai diadakan perhitungan
tahun Saka dan memperkenalkan huruf :
3 Anacaraka 3 Data sawala
3 Padajayanya 3 Magabatanga
3 Anacaraka 3 Data sawala
3 Padajayanya 3 Magabatanga
3 Brahma
3 Syiwa
3 Wisnu
Beberapa
abad kemudian, diceritakan, bahwa ada suatu negara yang disebut Mendangkamulan
dan berkuasalah seorang Raja yang bernama Sangyangtunggal. Waktu itu pulau
Madura merupakan pulau yang terpecah belah, Yang tampak ialah Gunung Geger di daerah
Bangkalan dan Gunung Pajudan didaerah Sumenep. Diceritakan selanjutnya bahwa
raja mempunyai anak gadis bernama Bendoro Gung. Yang pada suatu hari hamil dan
diketahui Ayahnya. Ayahnya beberapa kali menanyakan tetapi gadis itu tidak tau
pula kenapa sebabnya ia hamil. Raja amat marah dan menyuruh Patihnya yang
bernama Pranggulang untuk membunuh anaknya itu. Selama Pepatih itu tiidak dapat
membuktikan bahwa anak itu sudah dibunuh ia tidak boleh kembali kekerajaan.
Patih Pranggulang menyanggupinya dan membawa anak Raja Yang hamil itu kehutan,
sesampainya dihutan ia menghunus pedangnya keleher gadis itu tetapi setelah
ujung pedang mau sampai keleher Bendoro Gung pedang itu jatuh ketanah begitulah
sampai 3 kali, Pranggulang ahirnya meyakinkan dirinya bahwa hamilnya Bendoro
Gung bukanlah hamil karena perbuatannya sendiri.
Karena itu ia tidak melanjutkan untuk membunuh anak
Raja itu tetapi ia memilih lebih baik tidak kembali ke Kerajaan. Pada saat itu
ia merubah nama dirinya dengan Kijahi Poleng dan pakaiannya di ganti juga
dengan Poleng (Arti Poleng,kain tenun Madura). Ia lalu membuat rangkaian
kayu-kayu (bahasa Madura Ghitek). Dan gadis yang hamil itu didudukkan di
atasnya, serta gitek itu di hanyutkan menuju ke Pulau “Madu Oro”.
Inilah
asal mula Pulau Madura, sebelum berangkat Kijahi Poleng memesan kepada Bendoro
Gung Untuk memukul kakinya diatas tanah jika ada keperluan apa papa maka Kijahi
Poleng akan datang untuk membantunya, Selanjutnya ghitek itu terus menuju “Madu
Oro” dan terdampar di Gunung Geger gadis hamil itu terus turun.
LAHIRNYA RADEN
SAGORO
Pada
saat si gadis hamil itu merasa perutnya sakit dan segera ia memanggil Kijahi
Poleng. Tidak antara lama Kijahi Poleng datang dan ia mengatakan bahwa Bendoro
Gung akan melahirkan anak. Tak lama lagi lahirlah seorang anak laki-laki yang
roman mukanya sangat bagus dan diberi nama “Raden Segoro” (Segoro = laut).
Dengan demikian ibu dan anak tersebut menjadi penduduk pertama dari Pulau
Madura.
Perahu-perahu
yang banyak berlayar di Pulau Madura sering melihat adanya cahaya yang terang
ditempat dimana Raden Segoro berdiam, dan seringkali perahu-perahu itu berhenti
berlabuh dan mengadakan selamatan ditempat itu. Dengan demikian tempat itu
makin lama menjadi ramai karena sering kedatangan tamu - tamu terutama yang niatnya
dapat terkabul untuk maksud-maksud kepentingan pribadinya. Selain daripada itu
para pengunjung memberikan hadiah-hadiah kepada Ibu Raden Segoro maupun kepada
anak itu sendiri. Selanjutnya setelah Raden Segoro mencapai umur 3 tahun ia
sering bermain di tepi lautan dan pada suatu saat datanglah 2 ekor naga besar
mendekati dia. Dengan ketakutan ia lari menjumpai ibunya dan menceritakan
segala sesuatu yang dilihatnya. Ibunya merasa sangat takut pula karena itu ia
memanggil kijahi Poleng. Setelah Kijahi Poleng datang, Bendoro Gung
menceritakan apa yang telah dialami anaknya. Kijahi poleng mengajak Raden
Segoro untuk pergi ketepi pantai.
Pada
saat itu memang benar datanglah 2 ekor ular raksasa dan Kijahi Poleng menyuruh
Raden Segoro supaya 2 ekor ular itu didekati dan selanjutnya supaya ditangkap
dan dibanting ke tanah. Setelah dikerjakan oleh Raden Segoro maka 2 ekor ular
raksasa tersebut berubah menjadi 2 buah tombak. Tombak itu oleh Kijahi Poleng
diberi nama Si Nenggolo dan Si Aluquro. Kijahi poleng mengatakan supaya Si
Aluquro disimpan dirumah saja dan Si Nenggolo supaya dibawa apabila pergi
berperang. Selanjutnya diceritakan, setelah Raden Segoro berumur 7 Tahun
berpindahlah tempat mereka dari Gunung Geger ke dekat Nepa. Didesa Nepa itu
memang penuh dengn pohon Nepa dan letaknya sekarang ada di Ketapang (Kabupaten
Sampang) dipantai Utara yang sekarang banyak keranya.
Selanjutnya
diceritakan, Raja Sanghjahtunggal dinegara MendangKamulan, kedatangan musuh dri
negara Cina. Dalam Pertempuran tersebut MendangKamulan berkali-kali menderita
kekalahan, sehingga rakyatnya hampir musnah terbunuh. Pada suatu malam ia
bermimpi kedatangan seorang yang sangat tua dan berkata bahwa di pulau Madu-Oro
(Madura) bertempat tinggal anak muda bernama Raden Segoro. Raja dianjurkan
untuk minta bantuan Raden Segoro jika dalam peperangan ingin menang.
Keesokan
harinya Raja memerintahkan pepatihnya untuk datang ke Madura, menjumpai Raden
Segoro guna minta bantuan. Sesampainya Patih tersebut di Madura, ia terus
menjumpai Raden Segoro dan mengemukakan kehendak Rajanya. Ibu Raden Segoro
mendatangkan Kijahi Poleng dan minta pendapatnya, apakah kehendak raja
dikabulkan atau tidak. Ternyata Kijahi Poleng merestui agar Raden Segoro
berangkat ke kerajaan MendangKamulan untuk membantu raja didalam peperangan.
Raden Segoro berangkat dengan membawa senjata si Nenggolo. Kijahi Poleng ikut
serta, tetapi tak tampak kepada orang. Sesampainya di kerajaan Mendangkamulan
terus berperanglah ia dengan tentara Cina. Begitu si Neggolo diarahkan kepada
sarang musuh, maka banyak tentara musuh tewas terkena penyakit. Akhirnya Raja
Mendangkamulan atas bantuan Raden Segoro menang didalam peperangan dengan
tentara Cina dan setelah itu Raja mengadakan Pesta besar karena dapat mengusir
musuhnya. Raja bermaksud mengambil Raden Segoro sebagai anak mantunya.
Ditanyakanlah kepadanya siapa sebenarnya orang tuanya. Raden Segoro minta ijin
dahulu untuk pulang ingin menanyakan kepada ibunya. Sesampainya di Madura ia
menanyakan kepada ibunya siapa gerangan ayahnya.
Ibunya
kebingungan untuk menjawabnya. Pada saat itu pula ibu dan anaknya lenyaplah dan
rumahnya disebut Keraton Nepa.
Diceritakan selanjutnya bahwa menurut kepercayaan orang, dua buah
tombaknya (Si Nenggolo dan Si Aluquro) pada akhirnya, sampailah ketangan Pangeran
Demang Palakaran, Raja Arosbaya. Karena itu sampai sekarang 2 tombak itu
menjadi Pusaka Bangkalan.
Tombak Pusaka Kerajaan Bangkalan |
Dikutip dari :
Oleh :
DR.
Abdurrahman
0 Comments:
Posting Komentar