Mitraliur itu diarahkan ke Timur untuk menjaga kemungkinan datangnya musuh yang diperkirakan menyerang dari arah Timur. Letnan Singosastro yang dibantu oleh Kopral Buhari dan Amrun ditugaskan untuk penarikan bom-bom tarik yang ditanam sebelumnya, berada disebelah Barat pertahanan Letnan Hasiri tersebut, dan penanaman bom-bom itu telah menjadi siasat pertahanan pantai untuk mencegah sewaktu-waktu musuh mengadakan pendaratan atau pengintaian di pantai.
Sebelum pendaratan tentara Belanda dimulai, mereka telah
mengeluarkan tembakan gencar dari laut. Dan saat terjadinya tembakan tersebut,
Letnan Abdullah pada waktu itu berada di sekitar Stasiun DKA Kamal untuk pulang
ke Pamekasan dan ia sempat menanyakan kepada Kopral Buhari yang sedang
bersiap-siap untuk penarikan bom-bom.
Dengan terjadinya serangan tersebut Letnan Abdullah masih
berkeinginan untuk melihatnya dan tidak lama kemudian tentara Belanda telah
berada di muka pertahanan dengan bergerak maju di dekat gerbong kereta api
dengan mengeluarkan tembakan menuju ke pertahanan kita.
Dengan terjadinya serangan tersebut mitraliur yang semula
digerakkan ke Timur diubah arahnya ke Selatan dan terus mengadakan tembakan pembalasan
terhadap serangan tentara Belanda sampai kehabisan peluru. Sedang Letan
Singosastro sendiri pada waktu itu sedang sibuk untuk meledakkan bom-bomnya,
namun kesemuanya tidak meledak tanpa diketahui sebabnya. Letnan Singosastro
dengan gagalnya bom-bom yang tidak meledak itu dengan segala upaya masih sempat
minta sisa granat dari Kopral Buhari dan granat dilemparkan ke sasaran musuh
namun granat itu tidak meledak juga, dan Letnan Singosastro dalam keadaan panik
masih berteriak ke bagian mitraliur yang sedang kehabisasn peluru untuk
melanjutkan tembakannya sampai ia tertembak oleh musuh dan meninggal ditempat.
Letnan Hasiri sendiri selaku penanggung jawab dari mitraliur
masih sempat mengundurkan diri termasuk para anggotanya yang lain ke jurusan
Utara untuk bergabung dengan Markas Batalyonnya. Tentara Belanda masih terus
melanjutkan serangannya ke Utara disekitar rel kereta api untuk menguasai
daerah pertahanan Kamal. Adanya korban dipihak kita sebagaimana tersebut diatas
dan jenazahnya dikebumikan di Pongkoran dekat dengan Stasiun Kereta Api
(sekarang dipindah di Taman Makam Pahlawan Jl. Soekarno Hatta Bangkalan).
Sehari setelah peristiwa Letnan Ramli dan Letnan Singosastro
itu, Belanda datang kembali ke Kamal dengan Komandan Mayor Smith beserta
stafnya dan sempat berunding dengan satu
Tim yang diketuai oleh Kahar Sosrodanukusumo sebagai Utusan Pemerintah Madura
dengan para anggota R.A. Ruslan Cakraningrat, Mr. Sis Cakraningrat, R. Abdul
Rasyid dan Zainal Alim. Pemintaan Belanda untuk melakukan barter dengan
Pemerintah Madura ditolak mentah-mentah oleh Tim. Sejak itu Belanda memperhebat
gangguan provokasi dan memperkuat blokade ekonomi.
Pada bulan Pebruari
1947, satu pleton tentara Belanda mendarat di Kamal lagi dan melancarkan
tembakan-tembakan gencar terhadap Markas Tentara Nasional Indonesia setempat.
Batalyon Imbran sejak itu bubar dan daerah Batuporron, Kamal dan Tanjung Piring
diambil alih pertahanannya oleh Batalyon Hanafi (disebut Batalyon I Resimen
35).
Diketik Ulang Oleh :
Bangkalan Memory
Dari Sumber :
Buku Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Madura
0 Comments:
Posting Komentar