Rabu, 30 Juli 2014

Kerajaan Kera Di Hutan Nepa

Malam itu gelap gulita, tak ada sinar yang mampu menerangi bumi yang luas terbentang. Apalagi hutan belan­tara yang rimbun ikut menyelibungi dan menambah kepekatan kegelapan malam. Langitpun tak ber­bulan kecuali satu-dua bintang berkelipan di puncak ketinggian tak mampu menerobos ruang angkasa yang hampa udara. Syukurlah alunan gelombang laut masih peduli memancarkan sinar radiasi yang lembut kemilau bak kunang-kunang yang beter­bangan.

Ditengah arungan yang luas dan pekatnya malam yang gulita ini dua sosok tubuh manusia yang gemetar kedinginan mengadu nasib mene­lusuri pantai Geger yang berlayar ke arah timur, rnenuju panorama yang biasa mentari terbit.

Tiba-tiba perahu yang mereka tumpangi kandas pada sebuah karang, maju tak mau lagi mundurpun enggan di sekeliling perahu. Riak air seolah-olah  tidak mau di ajak kerja sama. R. Ayu Bendorogung, Putri Raja Sang Hyang Tunggal dari kerajaan Mendang Kamulan dan Raden Segara sebagai cucunya sedang terapung di permukaan air laut, diatas perahu yang mereka tumpangi.

Raden Ayu Bendorogung yang pernah dijatuhi hukuman mati oleh ayah kandungnya sendiri ter­nyata masih hidup. Bahkan kini telah mamiliki se­orang putri bernama Raden Segara yang atas ke­bijakan Kyai Poleng (Pranggolang) Patih Kerajaan Mendang Kamulan. Keduanya hidup dalam pengasingan di Gunung Geger Kabupaten Bangkalan. Baru setelah Raden Segara berusia 17 tahun keduanya meninggalkan Geger dan hijrah ketempat baru yang di kenal sebagai Dusun Nepa Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang.

Raden Segara yang telah tumbuh sebagai pemuda yang tegar clan perkasa itu, sudah pasti tidak mau berpangku tangan. Ia berupaya me­nyelamatkan ibu tercinta dan dirinya sendiri. Ia belum berani menjajaki kedalaman laut disekitarnya. Dalam keraguan ini terdengarlah kokok ayam jantan bersahut-sahutan. Suatu inspirasi bagi Segara bahwa kokok ayam itu menunjukkan sudah dekat sekali dari pantai. Inspirasi yang sebenarnya merupakan petunjuk Yang Maha Kuasa, agar Raden Segara dan ibunya segera berlabuh di pantai tersebut. Walaupun hatinya masih ragu, tekadnya dibulatkan untuk menjajahi kedalaman laut tersebut. Ternyata pantai tersebut tidak seberapa dalamnya.


Dengan hati yang gembira, Raden Segara segera memanggil ibunya. Raden Ayu Bendorogung segera dirangkul dan digendong menuju bibir pantai. Sebentar saja keduanya telah mendarat di pelataran hutan Nepa. Dari kejauhan ter­lihat sorotan sinar benderang bagaikan mercusuar sebagai pemandu. Cahaya tersebut dijadikan acuhan perjalanan keduanya. Bahkan, Raden Segara didaulat masyarakat setempat sebagai pemimpin mereka.

Pada tahun 929 M, Kerajaan Mendang Kamulan diserang dan dikepung oleh musuh dari Negeri Cina, Giling Wesi. Prajurit Kerajaan Mendang Kamulan bergelimpang bermandikan darah sebagai Kusuma Bangsa. Yang selamat segera menye­lamatkan diri dalam lingkungan keraton untuk bertahan dan melindungi keluarga istana.

Rakyatpun terpaksa kabur meninggalkan kampung halamannya yang telah habis dibakar oleh pasukan penyerang. Hutan di sekitar Kerajaan dijadikan sebagai tempat pengungsian yang dianggap paling aman dan dapat menyediakan bahan makanan yang sederhana.

Raja tidak banyak berbuat, kecuali mening­katkan semedinya minta petunjuk dan pertolongan Sang Hyang Wedhi. Siang malam Baginda ber­semedi dan akhirnya bermimpi kedatangan seorang tua. Orang tua yang berpakaian serba putih menasehati Raja agar mau minta bantuan kepada Raden Segara seorang pemuda gagah perkasa dari Madura. Nasehat dalam mimpi yang sekilas cukup menggembirakan Raja. Setelah mengakhiri semedinya beliau bangkit dengan wajah berseri. Patih Kerajaan segera dipanggil seraya ujarnya :
  1. Paman patih, sesuai suara dalam mimpiku ketika saya bersemedi, kalau kita ingin menang perang mengusir pasukan Cina, kita dianjurkan minta bantuan kepada seorang pemuda bernama Raden Segara di Madura. Oleh karenanya, saya perintahkan kepada Paman Patih untuk menyiapkan armada selengkapnya, senjata dan perbekalan jangan sampai ada yang ketinggalan. Cari pemuda itu sampai ketemu, sampaikan salam dan permohonan saya agar sudi membantu me­ngusir pasukan Cina dari Negeri seberang. Jika dia menolak, tangkaplah dan bawa dengan paksa.
  2. Ampun Gusti Prabu, Segala titah paduka pasti hamba laksanakan demi martabat dan ketahanan Negeri Mendang Kamulan serta kete­nangan dan keamanan penduduk. Ketenangan dan keamanan Para penduduk sangat penting agar mereka dapat bekerja dengan baik lepas dari perasaan khawatir dan takut. Hal ini yang akan menunjang keberhasilan perekonomian Negara dan Bangsa.
  3. Terimakasih Paman Patih, rupanya anda selain mampu melaksanakan pemerintahan Negara dan siasat perang, juga dapat berpikir tentang perekonomian sebagai sokoguru pemerintahan. Rombongan Patih Negara beriringan berlayar mengarungi Selat Madura menuju Madura dan akhirnya sampai di Nepa. Oleh-oleh sebagai buah tangan diturunkan oleh prajurit dan diserahkan kepada keluarga Raden Segara. Begitu pula maksud dan tujuan kedatangan Patih bersama armadanya disampaikan semua sesuai pesan radja.
Mendengar pesan dan kehendak Raja, Raden Ayu Bendorogung ibunda Raden Sagara tidak segera menerima atau menolak. Beliau masih butuh pertimbangan melalui musyawarah keluarga antara beliau, Raden Segara dan Kyai Poleng. Sebaliknya Patih hilang, kesabaran. Beliau dan pasukannya masih bau darah. Dibelakang perang sedang ber­kecamuk, kekalahan ada di pihak Mendang Ka­mulan. Armadanya tidak boleh berlama-lama meninggalkan medan perang.

Tanpa pikir panjang lagi, Raden Segara ditang­kap da diseret ke atas perahu. Semua prajurit di­perintahkan kembali ke pos masing-masing. Layar terkembang, jangkar diangkat. Mereka merasa menang mampu membawa Raden Segara dengan paksa. Raden Ayu Bendorogung kebingungan, mau melawan tidak berani. Musuh terlalu banyak dan merupakan prajurit terlatih. Kyai Poleng segera dipanggil dan dalam sekejap beliau sudah datang.

Suatu peristiwa mendadak terjadi, semua prajurit yang pernah menggiring Raden Segara menjadi lumpuh. Angin kencangpun datang bersama gelombang dan menghantam perahu-­perahu penculik sampai terdampar ke pantai lagi. Mereka, sadar bahwa Raden Segara bukan sembarang orang, Patih Kerajaan segera berlutut meminta maaf atas tindakannya yang kasar, mereka juga minta maaf kepada ibundanya.

Atas persetujuan Kyai Poleng, Raden Segara diijinkan membantu perang mengusir pasukan Cina dari Negeri Mendang Kamulan. Kyai Poleng ikut serta juga sekalipun tidak menampakkan diri, hanya Raden Segara yang dapat melihatnya. Ia selalu lengket dengan bapak asuhnya, tombak Kyai Nenggolo juga dibawanya. Pasukan pilihan dari Mendang Kamulan langsung menuju gubuk pertahanan pasukan Cina. Tongkat Komandan ditangani oleh Raden Segara. Bisikan Kyai Poleng menjadi acuhan penyerangan, tombak Kyai Nenggolo cukup membantu. Hawa panas dari tombak itu menimbulkan bibit penyakit yang mematikan, tidak sedikit prajurit Cina yang mati mengenaskan.

Kematian yang mendadak ini berpengaruh besar pada kejiwaan prajurit. Mental mereka jatuh, nyalinya hancur. Akhirnya mereka terpaksa melarikan diri ke atas kapal dan pulang kembali ke Negeri asalnya. Mayat-mayat prajurit Cina dibiarkan tergeletak menjadi santapan binatang buas.

Berita kemenangan pasukan Mendang atas pasukan Cina segera tersebar ke seluruh pelosok Negara. Keluarga Sentanapun mendengar juga keberhasilan pasukan Mendang mengusir pasukan Cina. Suatu berita yang sangat menggembirakan, Raja sangat terharu dan heran sekali. Mengapa hanya dengan tambahan seorang Raden Segara satria muda dari Madura mampu mengusir pasukan musuh. Pasukan Tartar jauh lebih terlatih, kaya pengalaman dalam perang dan terkenal sangat ganas terhadap musuh­musuhnya, Berita kemenangan yang berasal dari mulut ke mulut itu masih meragukan kepastiannya. Baru setelah pasukan Mendang datang dan bersorak sorai se panjang jalan sambil dielu-elukan oleh penduduk, hati Raja menjadi yakin dan mantap. Kedatangan Patih dan Raden Segara disambut oleh semua keluarga Sentana. Raden Sagara dipeluknya sebagai tanda terima kasihnya.

Untuk menghormati kemenangan itu, pemerintah Kerajaan mengadakan pesta besar-besaran sebagai tanda syukur kepada Yang Maha Kuasa. Hadiah kerjanyapun di siapkan sebagai penghargaan dan tanda terimakasih atas jasa-jasa Raden Segara yang berhasil membantu menyelamatkan Kerajaan Mendang Kamulan dari serangan musuh Kerajaan Besar, berjaya dan terkenal. Tidak sampai sebatas itu saja, Raja masih berkenan akan mengambil manta Raden Segara untuk dipersunting dengan salah seorang puterinya. Raja belum tahu bahwa yang dihadapi itu adalah putera dari Raden Ayu Bendorogung, seorang puterinya yang pernah dijatuhi hukuman mati. Raden Sagarapun tidak mengerti bahwa Raja Mendang Kamulan adalah kakeknya sendiri. Raja ingin tahu asal usul Raden Sagara.

Lamaran Raja tidak langsung diterima oleh Raden Segara karena masih memerlukan pertimbangan ibundanya dan Kyai Poleng. Apalagi baginda Raja masih ingin mengetahui cikal bakal keluarga Raden Segara. Cukup lama Raden Segara di Mendang atau di Wiling Wesi. Beliau minta restu Raja untuk diijinkan pulang kembali ke Madura. Baginda Prabu tidak keberatan.

Sepasukan prajurit pengawal disertakan demi keselamatannya sepanjang perjalanan dan pelayaran. Tidak lupa oleh-oleh serta tanda penghargaan kepada Raden Segara sendiri. Sang Hyang Tunggal merasa bangga bakal mempunyai mantu yang tidak ke palang saktinya.

Kedatangan rombongan di Nepa (Madura), diterima dengan senang hati. Antara anak dan ibu tercinta saling berpelukan mesra karena cukup lama berpisah untuk melepaskan rasa rindunya. Raden Ayu Bendorogung merasa bangga memiliki putera menang perang dan sebagai pahlawan.

Suasana di istana Nepa menjadi hening sejenak karena prajurit pengiring sedang beristirahat melepaskan lelah dan menghilangkan rasa kantuknya. Pada suasana yang hening dan tenang ini Raden Segara bercerita tentang pengalamannya dalam perang dan keinginan Raja untuk mengambil menantu pada dirinya. Ibundanya terbelalak dan tertegun mendengarnya. Rasa gembiranya lenyap dan kebingungann melanda perasaannya. Khawatir kalau calon menantunya adalah adik kandungnya sendiri. Apalagi setelah ditanyakan siapa yang sebenarnya ayah kandung dan dimana keberadaannya. Pertanyaan ini bagaikan sambaran petir di siang bolong. Gagap gugup ibunda tersa yang semakin menimbulkan keheranan sang puteranya. Maaf Kanjeng ibu, sesungguhnya nanda tidak bermaksud menyakiti hati ibu. Sudah sewajarnya anak yang baik harus mengenal silsilah orang tuanya.

Raden Ayu Bendorogung terpaksa menjawab bahwa ayahnya adalah seorang siluman. Dengan kata "SILUMAN" ini musnahlah Kerajaannya menjadi hutan belukar yang angker, istana megah ikut lenyap dan semua penduduk, termasuk semua keluarga sentana menjadi kera. Menurut cerita, isteri Raden Segara adalah puteri Roro Kidul yang mempunyai istana di dasar Lautan Hindia, atau "TASE' SKEDUL" menurut istilah Madura.

Rupanya prajurit pengawalnya mengintip pembicaraan antara ibu dan anak ini, yang diketahui oleh R. Segoro. Maka murkalah dia. Sehingga atas pelanggaran tersebut, kala itu pula dikutuklah prajurit ini menjadi kera. Seketika itu pula lenyaplah ibu dan anak beserta tempat tinggalnya yang disebut dengan Kraton Nepa.

Untuk mengenang jasa-jasa pengabdian Kyai Poleng kepada Raden Ayu Bendorogung, Nama beliau sering disebut-sebut oleh orang tua-tua terdahulu, terutama apabila diantara mereka ada yang sakit mata. Mantranya sebagai berikut : "Kyai Poleng entara ajalanan ta'andhi' salenan pas burung........ burung........burung........ta' daddi".
Yang artinya : “Kyai Poleng hendak bepergian, tidak punya pakaian rangkap, lantas gagal.......gagal.....gagal......tidak jadi”. Setelah Itu diambilkan kapur dapur dan dioleskan melingkar sekeliling mata. Sejauh mana keampuhan dan kebenarannya "Wallahu alam".

Nama desa ini diberi nama Nepa karena di tempat ini banyak sekali pohon Nepa yakni sejenis kelapa kecil sebangsa pohon Aren yang daunnya dapat dijadikan atap rumah dan juga bisa dibuat kertas rokok bagi orang - orang jaman dulu disana.

Kini bila kita berkunjung ke lokasi ini, sekumpulan kera sering berduyun - duyun turun dari pohon ketika ada pengunjung datang, tapi jangan takut, selama kita ramah mereka tidak akan mengganggu. Mereka mendatangi pengunjung hanya sekedar meminta makanan dan sedikit memanjakan diri. Sebaiknya bila berkunjung ke Kerajaan Kera Nepa, sebelum masuk ke dalam hutan kera sebaiknya membawa makanan untuk dibagikan kepada kera – kera ini.


Kerajaan Kera Nepa memiliki seorang juru kunci dari masyarakat setempat atau bisa dibilang penjaga hutannya, tugasnya adalah menjaga kera-kera ini dari perburuan dan sekaligus sebagai tour guide pengunjung jika ingin berkeliling hutan atau ingin berada dekat dengan kera-kera disana, ada yang unik dari si penjaga ini beliau bisa memanggil kera-kera disana dengan bahasa Madura dan seketika pula kera-kera itu akan datang berduyun-duyun mendengar panggilan si penjaga untuk berebut makanan.

Kera Nepa terbagi menjadi dua bagian, yaitu Kera dalam dan Kera luar. Menurut sang juru kunci, di dalam dipimpin oleh kera yang sangat besar bernama Sirotai dan yang di luar bernama Simawar. Bulu-bulu merekapun berbeda-beda.Yang berbulu hitam adalah Panglima, bulu putih adalah Mahapatih, bulu coklat adalah patih, dan bulu abu-abu adalah prajuritnya.Kera luar tugasnya menjaga kera dalam agar tidak bisa keluar dan kera dalam juga tidak memperbolehkan kera luar masuk.

Selain bisa melihat secara langsung kera-kera di desa Nepa denganberjalan kaki masuk ke dalam hutan,kita juga bisa berekreasi mengelilingi sungai kecil di wilayah pinggiran hutan tersebut dengan menaiki perahu milik nelayan. Pengunjung bisa menyewa perahu dengan tarif yang sangat terjangkau. Dengan mengelilingi dengan perahu pengunjung bisa menikmati pemandangan hutan mangrove yang masih alami yang tempatnya menyerupai pulau yang ada di di tengah-tengah sungai. Jika Ombak tidak terlalu besar pengunjung juga bisa langsung berperahu menuju ke laut. Dan jika waktunya bersamaan dengan para nelayan yang datang melaut pengunjung juga bisa membeli ikan yang masih segar untuk oleh-oleh. Meskipun Nepa agak jauh tapi anda akan terbayar dengan berbagai keunikan dan pengalaman menarik sepanjang hari. tempat ini hampir mirip dengan Wisata Hutan Monyet Sangeh di Bali, hanya saja tempat ini dekat dengan laut jadi bisa dapat dua keuntungan sekaligus.


Demikian hikayat penduduk tanah Madura, dimana oleh orang tua-tua hikayat ini dijadikan cerita turun temurun kepada anak cucu untuk suri teladan bahwa kepahlawanan Raden Segoro terhadap orang tuanya dapat membalas hutang eyangnya yang telah menghinakan ibunya dengan balasan yang lebih baik. 

Menurut beberapa cerita bahwa Raden Segoro menjadi seorang siluman dan kawin dengan Nyai Roro Kidul. Setelah berselang beberapa tahun kemudian tombak Kiyai Nenggolo dan tombak Kiyai Alugoro diserahkan kepada pangeran Demang Pelakaran (Kiyai Demong) sebagai bupati Arosbaya (Bangkalan) dan hingga saat ini kedua tombak tersebut menjadi pusaka Kabupaten Bangkalan. Dari hilangnya Raden Segoro dan ibunya secara gaib itu serta Kiyai Poleng yang dapat menghilang itupun menjadi kepercayaan-kepercayaan tertentu kepada orang tua-tua di Madura karena disaat itu mereka meyakini, menganut agama Hindu Budha. Bahkan kera-kera yang sekarang masih ada di hutan Nepa itu diyakini oleh sebagian orang jelmaan dari Raden Segoro beserta beberapa prajurit kala itu.. [DI]


Photo Koleksi : Bangkalan Memory



Share:

2 komentar:

  1. suatu saat pengen datang ke Wisata Hutan Kera Nepa liat kondisi disana apalagi sepertinya dekat dengan pantai, lumayan buat leha - leha..

    BalasHapus
  2. Cerita nya itu bohong semua...🤣🤣🤣🤣

    BalasHapus

Copyright © BANGKALAN MEMORY | Powered by Bangkalan Memory Design by Bang Memo | Kilas Balik Bangkalan Tempo Dulu