Jumat, 28 November 2014

Gerabah Madura

Gerabah merupakan warisan karya budaya yang sangat tua, luas persebarannya dan mampu bertahan hingga sekarang. Gerabah merupakan barang pecah belah dari tanah bakar yang dibuat secara tradisional.

Gerabah konon sudah dibuat manusia sejak mereka hidup menetap dan mulai bercocok tanam beberapa ribu tahun sebelum tarikh Masehi, kini masih kita dapatkan di seluruh pelosok Nusantara. tak terkecuali di Pulau Madura. Gerabah Madura dibuat oleh pengrajin Madura serta mempunyai fungsi-fungsi umum maupun Khusus bagi kehidupan masyarakat Madura.


Jenis-jenis gerabah Madura berfungsi sebagai benda pakai, benda hias, barang mainan, bahan bangunan dan bernilai ekonomis, sosial, magis dan lain-lain.


Bahan dan Lokasi Pembuatan

Madura kaya akan pembuatan gerabah yakni sejenis tanah liat yang berwarna kuning dengan pasir halus. Tanah liat hitam dapat juga dipergunakan tetapi kualitasnya kurang baik.

Semua Kabupaten di Madura bahkan sampai di kepulauan terdapat pengrajin gerabah seperti di Mandala Andulang, Duko Ru baru, Angkatan Kangean, Baragung, Pademawa Barat, Dalpenang Pakaporan, Blega, Konang, Geger dan lain-lain. Diantaranya yang sangat terkenal adalah Karangpenang Sampang dan Andulang Sumenep. 

Diantara daerah-daerah ini ada semacam perjanjian kerja untuk membuat barang-barang yang sudah ditentukan secara turun temurun atau spesialisasi. Dengan spesialisasi ini persaingan dapat dicegah. Gerabah Madura juga memaki kekhasan lokal yang disebabkan oleh keahlian/ketrampilan pengrajin, tersedianya bahan, teknik pembuatan dan teknik pembakaran. Dengan spesialisasi dan ciri khasnya itu, banyak kampung diberi nama sesuai dengan nama jenis tembikar tertentu.

Alat dan cara pembuatan gerabah

Peralatan pengrajin gerabah Madura adalah alat-alat tradisional yang tak jauh bedanya dengan yang sudah digunakan pada zaman Prasejarah. Alat-alat umum adalah cangkul, linggis, ember dan alat-alat khusus seperti :

01.  Panombuk atau penumbuk berupa bulatan bertangkai untuk alat pembentuk bagian dalam.
02.  Panempa atau penempa, untuk pembentuk dan penghalus bagian luar, berupa sekeping papan.
03.  Pangorek atau pengorek, sejenis sabit bermata miring bertangkai panjang untuk menghaluskan bagian dalam.
04.  Panyabugan, wadah air untuk menetesi gerabah dengan secarik kain agar mudah dihaluskan.
05.  Pangeled, secarik kain untuk membentuk bibir gerabah.
06.  Pangajakan, sejenis nyiru untuk ayakan pasir.
07.  Pangabuan, tempat abu.
08.  Panompal, alat menyisikan abu dari pembakaran.
09.  Wer-kower, galah berujung kawat lengkung.
10.  Pamatong, sejenis pisau atau kawat pemotong tanah liat.
11.  Tungku pembakaran gerabah.
12.  Dan lain-lain.



Proses pembuatannya secara umum adalah sebagai berikut :


01.  Pertama menyediakan bahan berupa tanah liat dan pasir yang terpilih dengan teliti.
02.  Tanah liat dan pasir dengan perbandingan tertentu diaduk dengan air merupakan adonan.
03.  Mengambil sebongkah tanah adonan atau kopo'an.
04.  Tanah kopo'an lalu dibentuk secara kasar atau hadangan.
05.  Dari badangan dibentuk baganan sehingga mulai tampak wujud benda yang diinginkan.
06.  Dengan kain pangeled pinggiran atau bibir dibentuk sehingga bulat melingkar.
07.  Bila yang dibuat sejenis belanga atau periuk mulut atau congaban sudah jadi lalu diangin-angin kemudian membuat perut dan bagian bawah yang terpisah dengan bagian mulut.
08.  Pembuatan perut setelah dibentuk secara Kasar diperhalus dengan alat penempa kemudian pengorek.
09.  Bagian perut dan bagian mulut disambung, kemudian diperhalus.
10.  Bila gerabah yang dibuat bertelinga, atau bertangkai, juga dipasang kemudian dengan disambung.
11.  Setelah halus dan diteliti kesempurnaannya, lalu dijemur hingga kering benar.
12.  Dibakar.
13.  Dibersihkan dengan air dan hasilnya sudah siap pakai atau dipasarkan. Namun untuk beberapa daerah ada yang masih menyempurnakan dengan semacam cat dari lumpur.



Fungsi dan Jenis.

Hasil kerajinan gerabah Madura sangat beraneka ragam dan bila ditinjau dari fungsinya dapatlah dikelompok-kelompokkan sebagai berikut :


~  Alat atau tempat menanak nasi, contohnya: polo kontong, sobluk, pateppengan dan lain-lain.
~  Alat atau tempat memasak lauk-pauk, seperti katta, kekenceng, dungdung, jadi, gulbung dan lain-lain.
~  Tempat masak air: ceret, katta dan lain-lain.
~  Untuk penyimpan atau pengambil air: gendi, pelteng, kelmo, tampal, gentong, penyambungan, panyamsaman dan lain-lain.
~  Sebagai wadah hasil macam-macam produksi: pakes, kontong, tengtong, juleng, jadi, keppeng dan sebagainya.
~  Tempat menabung: celengan.
~  Alat tertentu: Pacapa'an, padupa'an, pateppengan dan lain-lain.
~  Alat serbaguna: pennay, gulmong, kontong, cobik.
~  Alat pembantu: sendi, pangobugan.
~  Perhiasan, misalnya pot.
~  Alat mainan, seperti gerabah mini, burung-burungan.
~  Bahan bangunan: genting, bata, angin-angin, ubin.



Upaya pelestarian.

Pemakai gerabah Madura memperoleh banyak keuntungan seperti: harga murah, anti karat, mudah dibersihkan, mengurangi polusi dan lain-lain. Disamping itu juga dapat menyerap banyak tenaga kerja. Kemanfaatan umum dan jangka panjang adalah dapat melestarikan warisan budaya yang telah turun-temurun.

Mengingat keuntungan-keuntungan tersebut kiranya pelestariannya perlu mendapat perhatian kita semua dengan pengrajin dan peningkatan mutu hasilnya sehingga tetap relevan dengan keperluan masa kini... [DI]


Sumber : http://kebudayaanindonesia.net/


Share:

Kamis, 27 November 2014

Menepis Pengaruh Negatif Dalam Kesenian Sandur Madura

Sinopsis Sandiwara Madura "SANDUR" tidak banyak diketahui oleh generasi muda sekrang ini, kemudian makna kenapa "Panjak" bukan seorang wanita dalam beberapa lakon yang mereka pentaskan, sebetulnya kalau betul-betul kita nikmati dan cermati begitu lugasnya mereka berkesenian, intrik-intrik dalam kegiatan "Aremoh" ini perlu di persempit untuk tidak mengarah pada kegiatan negatif.

Hal ini dimaksudkan agar pengaruh negatif seperti tersedianya minuman beralkohol, padahal dahulu hidangan mereka hanyalah kopi atau syrup yg orang madura menyebutnya "setrup" sedangkan camilan untuk para tamu yang datang hanyalah camilan yang amat sederhana sekali, yaitu krupuk, rengginang, atau kacang sangngar (kacang sangrai) tak lepas beberapa tandan pisang yang beraneka macam jenis pisang.


Begitu juga ragam iringan dalam mengiringi Panjak yang melenggak lenggokkan pantatnya bak seorang gadis yang lemah gemulai, nilai sportifitas disini amatlah dijunjung tinggi, seperti misalnya antrean dalam panggilan, tidak ada yang saling mendahului satu dengan lainnya, sikap saling menghormati mereka junjung tinggi, sehingga kalu ada masalah diantara kelompok mereka dapat diselesaikan dengan cara "win win solution" karena mereka mempunyai Orang Tua Asuh yang mereka sebut sebagai "Klebun" atau Ketua Kelompok dari masiong masing Group.




Selanjutnya simak nada nada "Kejungan" yang dibawa oleh Panjak binek ini suara mereka mendayu dayu mengumandangkan kritik-kritik Sosial yang terjadi pada saat itu, kejungan yang dibawakan juga mampu menjadi tuntunan tidak saja berfungsi sebagai tontonan.


by doink
Sumber Video : Youtube


Share:

Pesona Pulau Gili Labak Sumenep

Keindahan Panorama Pulau Gili Labak, Desa Kombang Kecamatan Talango Sumenep, Madura, memang sulit ditemui di daerah lain. Untuk sampai ke sana, para pengunjung perlu menyeberang ke pulau Poteran Kecamatan Talango melalui pelabuhan Kalianget, Sumenep.

Dari pelabuhan Kalianget, bisa naik kapal tongkang dengan jarak tempuh sekitar 20 menit, kemudian sesampainya di Kecamatan Talango, langsung menuju Desa Kombang dengan jarak tempuh sekitar 40 menit.


Dari Desa Kombang, para penalayan sudah siap menyewakan perahu layar mesin antara Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu. Lalu, berlayar ke pulau Gili Labak dengan jarak tempuh kurang lebih satu jam.

Dari kejauhan, sudah dapat melihat indahnya pulau Gili Labak, Desa Kombang, Kecamatan Talango. Hamparan pasir putih dan ribuan pohon kelapa, terasa sejuk dan sulit djumpai di daerah lain. Ditambah dengan keindahan terumbu karang dan warna warni ikan di laut. Cukup menakjubkan memang, karena  air lautnya sangat jernih.

Pulau kecil yang juga dikenal dengan pulau tikus ini, mempunyai luas 5 hektare, dan dihuni sekitar 35 kepala keluarga atau 100 jiwa lebih, yakni perempuan 58 orang dan laki-laki hanya 36 orang dan selebihnya masih usai sekolah.

Sudah banyak pengunjung dari luar daerah yang menyebarang dari pulau dewata Bali. Bahkan dari manca negara juga menyempatkan diri untuk menikmati keindahan salah satu Pulau di ujung Timur Pulau Garam Madura ini. Pulau ini juga cocok untuk lokasi selam dasar maupun selam profesional (scuba diving).

Para pengunjung juga bisa menikmati buah kelapa muda yang dibeli pada warga setempat. Selamat Menikmati Pulau Gili Labak...


Sumber : Berbagai Sumber


Share:

Air Terjun Toroan Kabupaten Sampang

Sebenarnya air terjun ini tidak jauh berbeda dengan air terjun yang dapat anda temukan di lokasi lainnya,. Namun, yang unik dari air terjun yang satu ini adalah lokasinya yang berada di tepi pantai, dan aliran air terjun ini langsung mengalir dan bercampur dengan air laut. Air terjun setinggi 20 meter ini dapat anda jumpai di desa Ketapang Jaya, Sampang, Madura. Lokasinya berjarak sekitar 43 km dari pusat kota Sampang.


Berkunjung ke air terjun ini anda akan mendapatkan panorama alamyang lengkap. Air terjun yang dikelilingi pepohonan hijau, berkombinasi dengan pasir putih, bebatuan karang dan birunya air laut akan membuat mata anda terpesona jika menyaksikan secara langsung pemandangan yang ada di lokasi ini... [DI]


Share:

Pababaran Trunojoyo Kabupaten Sampang

Situs sejarah yang berada di lokasi Kelurahan Rongtengah Kecamatan Sampang, ditempuh ± 200 m dari pusat Kota Sampang merupakan sebuah situs sejarah yang berupa petilasan tempat lahirnya Pangeran Trunojoyo, dimana didalamnya terdapat tempat untuk menanamkan ari-ari Pangeran Trunojoyo.

Nila Prawata atau yang lebih populer dengan sebutan Pengeran Trunojoyo ini merupakan putra dari Demang Malaja Kusuma yang dilahirkan di kampung Pababaran Sampang. Demang Malaja Kusuma adalah putra Pangeran Tjakraningrat I atau saudara muda Raden Undakan dengan gelar Pangeran Tjakaningrat II.

Congkop tempat tertanam ari-ari Pangeran Trunojoyo

Congkop tempat tertanam ari-ari Pangeran Trunojoyo

Tempat ari-ari Pangeran Trunojoyo
Tempat ari-ari Pangeran Trunojoyo

Sewaktu Pangeran Trunojoyo berusia 7 tahun karena telah dituduh telah berbuat jahat kepada Amangkurat I Mataram, maka Demang Malaja Kusuma bersama istri dan dua putrinya dihukum mati. Setelah keluarganya terbunuh, Pangeran Trunojoyo nasibnya tidak menentu dan menjadi buruan kerajaan Mataram. Bahkan tanpa alasan yang jelas Pangeran Trunojoyo diancam oleh pamannya Tjakranigrat II untuk dibunuh. Pangeran Trunojoyo selamat dari hukuman mati karena masih kanak-kanak dan masih mendapat perlindungan dari ulama Mataram bernama Pangeran Kajoran

Setelah melihat pemerintahan Mataram dibawah kepemimpinan Amangkurat I yang kurang bijaksana, Adipati Anom Putra Amangkurat I meninggal dunia, Adipati Anom dengan gelar Amangkurat II dinobatkan sebagai Raja Mataram. Untuk memadamkan perlawanan Pangeran Trunojoyo, maka Amangkurat II meminta bantuan kepada Belanda

Walaupun Amangkurat II dibantu tentara Belanda, usaha memadamkan perlawanan penembahan Trunojoyo selalu gagal. Selanjutnya Amangkurat II mengeluarkan Pangeran Tjakraningrat II dari tahanan. Dengan bantuan pangeran Tjakranigrat II dan kapten Speelman Belanda, Pangeran Trunojoyo dapat ditangkap di daerah gunung Kelud. Sebagai Pahalawan asli Sampang sampai sekarang belum ada refrensi dimana jasad pangeran Trunojoyo dikebumikan... [DI]


Sumber : http://sampangkabmuseumjatim.wordpress.com/


Share:

Asal Usul Desa Bunajih Labang Bangkalan

Pada jaman dahulu di daerah Kerajaan Bangkalan terdapat seorang pengemis yang kehausan, dia meminta segelas air kepada seseorang yang dia temui. Tetapi orang tersebut tidak memberinya air dan kejadian itu tepatnya berada di Dusun Laok Sabe dengan Dusun Barengan. 

Kemudian seorang pengemis itu melihat seekor burung diatas sebongkah batu, lalu ia mengangkat sebongkah batu tersebut dan. tiba-tiba terjadl keajaiban, dari dalam bongkahan batu tersebut dapat mengeluarkan air dan oleh masyarakat sekitar tempat keluarnya air itu di bongkar dan dijadikan sumur.

Setelah menjadi sumur maka dinamakan Sumur Bunajih oleh pengemis tersebut. Karena sumur tersebut dikramatkan oleh masyarakat maka desa tersebut dinamakan Desa Bunajih (berasal dari nama sebuah sumur yang dikramatkan)... [IDR]



Sumber : Pembakuan Nama Rupa Bumi Kabupaten bangkalan Tahun 2012


Share:

Rabu, 26 November 2014

Tari Bahhong

Seni Tari tradisi Bahhong ini berasal dari sebuah Desa Katol Barat yang terbilang gersang dan tandus di daerah Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan. Walaupun desa ini gersang dan tandus tetapi di desa ini kaya akan budaya yang perlu dikembangkan, salah satunya adalah kesenian Bahhong.


Bahhong bersal dari kata “Bah” yang berarti manembah, berdoa, memuji dan kata “Hong” yang berarti Tuhan dalam istilah Hindu kuno. Jadi Bahhong bermakna memuji kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

Kesenian ini merupakan kesenian yang lahir di jaman peralihan Hindu ke Islam. Hal ini dapat diketahui dari syair dan bentuk sesajen yang harus disajikan sebelum Bahhong digelar. Kalau kita cermati dari syair lagu yang sangat sulit dimengerti, syair itu berisi pujian atau pemujaan orang-orang Hindu kuno.

Tari Bahhong dari Kecamatan Geger Kabupaten Bangkalan

Salah satu yang unik dari kesenian ini adalah bahwa penyaji pujian Bahhong ini tidak boleh dilakukan oleh orang yang bukan keturunan langsung dari Buju' yang menciptakannya. Karena menurut mereka kalau hal tersebut dilakukan maka akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kesurupan yang berkepanjangan bahkan bisa sampai gila, sejak awal kesenian ini sampai sekarang para pelaku merupakan keturunan langsung dari buju'. Disaat acara Bahhong ini dilaksanakan, penonton dilarang tertawa atau menertawai perilaku atau syair-syair yang sulit dimengerti. Bahkan pemotretanpun dilarang karena akan berakibat hal-hal yang tidak dinginkan. Untuk memotret Bahhong ini perlu ada ijin dari pimpinan kelompok tetapi resiko ditanggung oleh pemotret.

Pagelaran Bahhong ini terdiri dari 7 (tujuh) babak atau dalam istilah mereka disebut "Petto' Grabhagan". Ada salah satu babak yang menarik yaitu Grabhagan Pajuan (menari) dimana pada babak ini penonton yang berminat diperkenankan berdiri seraya memberi tanda selamat berupa uang yang diselipkan ditutup kepala atau saku pimpinan kelompok ini. Hal ini biasanya dilakukan oleh penonton yang mempunyai hajat atau keperluan. Uang yang diberikan pun bervariasi karena kelompok pujian ini sejak awal sangat dilarang untuk menentukan nilai atau harga dari pagelarannya. Hingga saat ini kesenian ini tetap eksis di jaman yang semakin modern dan berteknologi ini... [DI]



Photo Koleksi : Bangkalan Memory


Share:

Sronenan Khas Madura

Sronenan merupakan orkes musik karapan sapi yang mulai popular sejak tahun 1970-an itu. Apabila dilihat dari instrumennya yang terdiri dari alat berpencon keluarga gong, sesungguhnya alat musik tersebut terdapat pula tempat lain, bahkan lebih populer dan lebih tua.

Kita dapat mencermati sejenis sronenan seperti di Jawa Barat (pada musik sisingaan), di Jawa Tengah (pada musik jaran kepang), di Jawa Timur (pada musik Reog), di Bali (pada musik Balaganjur). Pigeaud mengingatkan  bahwa musik slompret (sejenis  korp musik dalam bentuk rombongan kecil, seperti : gamelan  saronèn atau kenong telo’) yang sering dilibatkan dalam pawai-pawai sebagai  musik “pengawal” pasukan, sudah cukup dikenal dan bukan khas Madura.

Pola musikal yang paling penting dari sronenan ini adalah struktur beat kolotomik yang saling berkelipatan diantara instrument yang dimainkan oleh masing-masing pemain. Istilah sronenan, sesungguhnya dicomot dari nama sebuah instrument yang diasosiasikan paling kuat atmosfir musikalnya, yaitu sejenis sarunai/surnei (Timur Tengah) atau selompret (Jawa) atau kategori jenis hobo (Eropa). Karakter suaranya sangat khas, yaitu nyaring, melengking, dan parau seperti suara burung merak.




Sronenan di Madura selalu dikaitkan dengan musiknya sapi-karapan (sapi jantan) ataupun sape sono’ (sapi betina dalam kontes kecantikan sapi). Di luar contoh yang fenomenal ini, sesungguhnya “gamelan” sronenan ini memiliki substansi sebagai musik arak-arakan. Dalam arti, mengarak subjek apapun yang diseremonialkan, seperti: mengarak jharan kenca’ (kuda menari) yang biasanya ditunggangi pengantin perkawinan maupun pengantin sunatan; mengarak sesajian/orang menunaikan hajad ke kuburan keramat, mengarak tamu kehormatan dan sebagainya. Di sisi yang lain, suatu kelompok sronenan yang disewa juga selalu dituntut untuk memberi hiburan musik kepada tamu.


Sebagai gamelan arak-arakan, maka sronenan dirancang sedemikian sehingga  mudah dibawa, praktis dijinjing-dipikul dan bebannya ringan karena terbuat dari bahan dasar besi plat. Kemeriahan musiknya juga diperkuat dengan atraksi  tubuh yang diperlihatkan oleh pemain sronenan saat memainkan musik. Bahkan kostumnya pun semakin memberi karakter kuat bahwa sronenan adalah musik yang gemebyar/meriah dan mengekspresikan kegemerlapan ala kerakyatan dan terinspirasi oleh kostum sapi.


Sronenan mempunyai gending-gending khusus untuk arak-arakan, seperti: giroan sarka’, lorongan sarka’ dan lorongan lanjhang. Sementara gending-gending yang bersifat umum kebanyakan diambil dari gending-gending tradisi gamelan sumenepan yang popular.

Menurut Munardi, kenong telo’ (baca: konsep kolotomik kenong-ketuk) yang berkembang di Jawa Timur mempengaruhi perkembangan musik kerakyatan Madura, seperti: musik tongtong dan gamelan saronèn... [DI]



Photo Koleksi : Hidrochin Sabarudin


Share:

Selasa, 25 November 2014

Battle in Madura

Belanda mengadakan Politik Blokade Ekonomi untuk Pulau Madura. Tiap ada kapal atau perahu yang menuju Madura terus dicegah dan dirampas isinya. Tetapi masih ada saja perahu yang lolos dari cegatan. Pada tanggal 5 Oktober 1946 Pemerintah Madura mengirimkan Delegasi Ke Jawa untuk mencari bahan makanan dan melaporkan kepada atasan tentang situasi di Daerah Madura. 

Delegasi menaiki Kapal Kangean menuju ke Probolinggo. Di tengah lautan, Kapal Kangean ditembaki dari udara oleh belanda sehingga kapal tersebut dengan penumpangnya dikirim kedasar laut. Yang dapat menyelamatkan diri hanya 2 orang saja. Pada tanggal 6 Oktober 1946 Belanda mengadakan percobaan pendaratan di Kamal dengan amphibi Tank dari Surabaya dan dilindungi oleh 8 pesawat pemburu. Pertahanan di Kamal dipimpin. Letnan R. Ramli melihat amphibi tank, Ramli terus menjumpai tank tersebut dengan keris terhunus. 

Seorang tentara Belanda yang mencoba keluar terus ditusuk, sehingga meninggal dunia. Tetapi Tentara Belanda yang lain melihat kejadian itu terus menembak Ramli yang sedang ada di atas tank, sehingga gugur pada saat itu juga. Teman-teman Ramli yang tewas pada saat itu juga ialah Lettu Abdullah dan Letnan Singosastro. Peristiwa pertempuran tersebut memberi kesan pada Belanda, Bahwa semangat perjuangan rakyat Madura masih berkobar-kobar. Tentara sekutu yang ada di Surabaya memandang perlu untuk mencari jalan lain guna menaklukkan Madura.


Mayor Smith (tentara Inggris) berusaha untuk mengadakan perundingan dengan pemerintah setempat dan dilaksanakan diatas kapal, delegasi dari pemerintah Madura ialah R.A. Roeslan Tjakraningrat , R. Zaunal Alim, R. Abdul Rasjid dan R.A SIS Tjakraningrat (Bupati Bangkalan).

Perundingan menghadapi jalan buntu, karena Belanda memperhebat blokade ekonomi. Pulau Madura yang merupakan daerah minus, rakyatnya akan dibikin kelaparan tetapi rakyat Madura masih tetap bertahan. Pada tangga 2 Agustus 1947 beberapa Kapal Perang Belanda mengadakan pengintaian di Kamal dan Socah waktu itu pertahanan Udara R.I di Pedeng dapat menembak jatuh 2 Pesawat Terbang Belanda dengan senjata “Pompom”.

Di Surabaya Belanda telah mempersiapkan diri dengan lebih matang untuk menyerang Madura dari darat. Karena itu dibentuklah Barisan Cakra yang asal anggotanya dari suku Madura yang bekerja sebagai buruh di Surabaya. Pasukan inilah yamg bertindak kejam terhadap suku bangsanya sendiri. Mereka selalu diberi tugas bergerak dibagian depan, karena mereka mengenal daerah pulau Garam dan pemberani membabi buta. Pasukan tempur Belanda, selain barisan Cakra yang dipimpin oleh bekas Kapten barisan Mohni sebagai batalion komandannya juga terdapat batalion dari suku Ambon (Baret Merah). K.L. terdiri dari Belanda Indo, Menado, Cina dan Jawa.

Kekuatan Belanda diperkirakan satu Resimen dengan persenjataan yang cukup lengkap. Serangan berikutnya ialah dari Belanda serangan sungguh-sungguh melalui darat. Di daerah Bangkalan terjadi pertempuran di beberapa tempat, ialah di Desa Juno’, di Desa Gedongan, dan terus mereka menuju ke Arosbaya. Dalam pertempuran-pertempuran itu terdapat beberapa korban baik di pihak pejuang-pejuang RI maupun dipihak Belanda.

Demikian pula di Pamekasan terjadi pertempuran hebat, pada tanggal 8 Agustus 1947, tentara Belanda mengadakan pendaratan di Branta dan Camplong. Pertahanan RI ada didesa Bandaran dan disinilah terjadi pertempuran hebat.

Keesokan harinya Belanda terus menuju ke Pamekasan di Ibu Kota Madura diadakan politik Bumi hangus penduduk diperintahkan, mengungsi kepadalaman. Komandan pertahanan di pamekasan ialah Mayor Sulaiman tetapi karena ia sakit diganti oleh Mayor R.A. Mangkuadiningrat.

Pasukan Belanda yang di Camplong, terus menuju ke Sampang dan disekitar inipun terjadi pertempuran-pertempuran. Dengan demikian seluruh pulau Garam telah terlibat dalam pertempuran dangan tentara Belanda. Komandan Resimen, Candra Hasan memandang perlu segera membentuk Komando pertahanan dan pertempuran (COPP) yang ia pimpin sendiri.

Maksud adanya Komando ini ialah untuk dapat mengkordinir dan mensingkronisir, kesatuan2 dan Badan Perjuangan Rakyat misalnya Hisbullah, Sabilillah, Pesindo dan sebagainya  dengan Angkatan Bersenjata RI (T.R.I , Kepolisian, AL).

Setelah Pamekasan diduduki oleh pasukan Belanda, pada malam harinya diadakan serangan pembalasan. Serangan berhasil baik, sehingga pasukan Mangkuadiningrat terdiri dari Kompi Muthar Amin dan Kompi Slamet Guno beserta kelas karan lainnya (Hisbullah, Sabilillah) dapat menduduki kota Pamekasan samapi tengah hari. Belanda terus mendatangkan bala bantuan, sehingga mereka dapat menduduki kota Pamekasan lagi.

Korban–korban dipihak pejuang RI sebanyak 90 orang dan oleh Belanda dikuburkan dimuka masjid, yang sekarang tetap menjadi Taman Pahlawan Pamekasan. Pasukan Belanda, juga banyak mempunyai kerugian. Korban-korbannya diangkut ke Surabaya dengan kereta api setelah itu pasukan RI hanya bersifat mempertahankan saja, meskipun disana sini masih diadakan serangan kecil-kecilan dan pencegatan-pencegatan.

Pusat pemerintah RI hujrah di Pangantenan di desa Klampar, Morsomber  Plakpak terjadi pertempuran sengit. Sabilillah dipimpin oleh H. Zali, tidak hanya laki2 saja yang ikut berperang tetapi juga kaum wanita dengan memakai pedang, Arit, Linggis, dan lain sebagainya. Korban dipihak pejuang-pejuang RI sebanyak 110 orang yang gugur sedangkan dipihak Belanda juga tak terhitung jumlahnya. 

Pertempuran-pertempuran antara pejuang RI dengan pihak Belanda, sebenarnya tidak seimbang Belanda banyak sekali menerima bantuan-bantuan dari Surabaya dan secara Continue yang berupa makanan-makanan dan persenjataan. Sedangkan dipihak pejuang-pejuang kemerdekaan menderita kekurangan makanan (kebetulan paceklik) dan pula kekurangan persenjataan. Setelah peperangan berjalan beberapa bulan lamanya maka, Resimen Komandan Candra Hasan mengutus Mayor Abu Jamal dan Kapten Achmad Hafiluddin untuk pergi ke Yokyakarta (Pusat Pemerintah RI) guna minta bantuan-bantuan. 

Dua minggu kemudian datanglah mereka kembali dengan pesawat terbang yang dikemudikan oleh Halim Perdana Kusuma menurunkan 8 payung parasut yang dipakai oleh kedua orang utusan tersebut dengan membawa senjata, bahan sandang pangan dan uang 5 juta rupiah. Mereka diturunkan didekat kota Sumenep. Setelah peristiwa itu terjadi, pesawat terbang Belanda datang menembaki  kota Sumenep.

Tidak antara lama terjadi pertempuran-pertempuran lagi di Guluk-Guluk. pimpinan Sabil, K. Abdoellah Saddjad gugur dalam pertempuran itu, di sektor Sumenep, oboleh dikatakan tidak ada pertempuran yang berarti sesudah kurang lebih empat bulan lamanya berjuang, terpaksa pejuang-pejuang RI mengadakan gerakan mundur, guna mempersiapkan untuk Konsolidasi mempersatukan kekuatan kembali usaha inipun tiodak banyak pula hasilnya. Setelah dipertimbangkan dengan masak-masak maka Komandan COPP  pada tanggal 25 Nopember 1947 mengeluarkan instruksi sebagai berikut :
  1. Untuk sementara Resimen 35 / COPP dibubarkan.
  2. Semua anggota Slagorde segera beusaha menyelamatkan diri, menjelma menjadi rakyat biasa.
  3. Yang dapat mencari jalan keluar supaya hijrah ke Jawa.
  4. Selamatkan keluarga masing-masing.
  5. Senjata dan alat2 penting diamankan untuk kemungkinan dapat dighunakan lagi.
  6. Berjuang terus sesuai dengan keadan dan kemampuan.


Setelah perintah ini dikeluarkan, maka masing-masing anggota COOP mencari jalan sendiri-sendiri. sejumlah anggota dapat meloloskan diri ke Jawa dan sejumlah lagi ditawan oleh Belanda.

Drs. Abdurrachman (Bupati Kepala Daerah Kabupaten Sumenep tahun 1963) ditangkap oleh Belanda sewaktu akan hijrah ke Jawa dengan Sajuti (Almarhum) dan dimasukan sebagai tawanan di pamekasan. Setelah dikeluarkan dari tawanan penulis terus menggabungkan diri dengan “Gerakan Bawah Tanah“ yang diadakan di Madura sesuai dengan Punt 6 instruksi perintah Komandan Resimen 35 COOP. Hasil gerakan bawah tanah ialah membubarkan Negara Madura.



Oleh : DR. Abdurrahman


Share:

Madura Dalam Pendudukan Jepang

Pada tanggal 12 Maret 1942 tentara Jepang sudah menduduki seluruh Pulau Madura tanpa perlawanan yang berarti dari pertahanan Hindia Belanda. Dengan dalih bahwa kedatangan bala tentara Dainipon untuk kemakmuran bersana Asia Timur Raya, maka rakyat menyambut baik kedatangan mereka.

Dalam fase permulaan, kelihatan bahwa Jepang datang dengan maksud baik, ialah menolong bangsa Asia,  tetapi apa mau dikata, selang tidak antara lama mereka menunjukkan sifat-sifat yang tidak baik, ialah kasar dan kejam, sesuai dengan watak fazisme dan militerisme yang mereka tetapkan. 

Penghidupan rakyat Madura makin lama makin menjadi sullit, kekacauan ekonomi tidak dapat dikendalikan dan rakyat banyak menderita kekurangan makan, penyakit merajalela, sehingga banyak sekali yang mati kelaparan. Dari segi stuktur pemerintahan, pemerintah pendudukan Jepang masih mengambil oper yang telah ada, hanya nama-namanya mereka ganti. 

Jabatan Residen tetap diadakan dengan sebutan Sjutrjokan dan menunjuk juga Wakil Residen yaitu Raden Ario Adipati Tjakraningrat merangkap sebagai Bupati Bangkalan. Nama Bupati diubah dengan nama Kentjo, sedangkan Wedana disebut Guntjo dan Camat disebut Suntjo, dibidang Sosial  Politik dan Kebudayaan,  Tentara pendudukan Jepang mengambil sikap tegas ialh anti Barat. Organisasi sosial Politik yang ada dibubarkan jika tidak sesuai dengan pemerintah.

Sebagai gantinya maka dibentuklah organisasi-organisasi diluar pemerintahan, ialah Keibodan, Seinendan, Fazimkai, yang kesemuanya langsung diawasi dan dipimpin oleh orang-orang Jepang sendiri yang ditunjuk untuk itu. Siapa saja yang menentang perintah pemerintahan Jepang ditindak keras dan kejam tidak melalui proses pengadilan.

Salah satu korban dari pembesar Madura ialah Bupati Pamekasan Raden Ario Abdul Azis. Selain dari pada itu mental dan fisik bangsa Indonesia sangat dilemahkan pengiriman Romusa ialah merupakan kerja paksa yang tidak dibayar upahnya sebagaimana mestinya. Mereka banyak kekurangan makan dan mati kelaparan.

Pemudi-Pemudi dikumpulkan dengan dalih untuk disekolahkan akan tetapi nyatanya hanya untuk menghibur tentara Jepang untuk dijadikan pelacuran. Pemuda-Pemuda dilatih untuk menjadi Kempeiho, ialah Pembantu Kempei Jepang. Guna memata-matai Bangsanya sendiri.

Akan tetapi, disamping efek yang sangat negatif diatas, ada pula efek positifnya ialah dengan pembentukan PETA, HEIHO dan POLISI Istimewa, berarti mendidik bangsa Indonesia untuk memiliki pertahanan sendiri, meskipun maksud Jepang semula ialah guna membantu pertahanan negara mereka.

Pada Bulan September 1942, dari Madura diberangkatkan sebanyak 43 batalion opsir peta dan dilantik di “Bogor Rengseitai”. Setelah mereka selesai mengikuti latihan, mereka ditempatkan di dua Daidan, ialah Madura Dai 1 Daidan Madura Dai II.

Masing-masing Daidancunya ialah Raden Amin Ja’far dan Raden Ario Tjakraningrat. Dalam tahun 1944 Madura dibagi dalam 5 Daidan yang masing-masing dengan Daidanconya sebagai berikut :

1).  Pamekasan dengan Daidanco H. Amin Djakfar;

2).  Bangkalan dengan Daidanco R. A. Roeslan Tjakraningrat;
3).  Ketapang dengan Daidanco R. Troenodjojo;
4).  Ambuntan dengan Daidanco R. Hamid Mudhari;
5).  Batang-Batang dengan Daidanco R. Hasjim.
Perang dunia II berjalan terus, akan tetapi kekuatan tentara Jepang di Asia mulai mundur. Kenundurannya mulai nyata ialah setelah bom atom dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki dalam pertengahan Bulan Agustus 1945 Jepang sudah kalah di dalam peperangannya. Peta dibubarkan, Heiho disuruh pulang ke kampung halamannya, kekuasaan Jepang seperti perumahan dari karton yang kena hembusan angin topan menjadi hancur berantakan.



Oleh : DR. Abdurrahman


Share:

Jumat, 21 November 2014

Asal Usul Desa Buduran Arosbaya Bangkalan

Makam Rato Ebu terletak didalam kompleks Paserean “Aer Mata”, terletak 25 km arah Utara kota Bangkalan, tepatnya di desa Buduran Kecamatan Arosbaya Kabupaten Bangkalan. Makam Rato Ebu adalah makam seorang wanita mulia bernama Syarifah Ambami. 

Menurut dokumen sejarah, menyebutkan bahwa Syarifah Ambami adalah keturunan Sunan Giri Gresik   ke 5. Ia dipersunting oleh Pangeran Tjakraningrat I yang juga anak angkat Sultan Agung Mataram. Dikisahkan bahwa sejak terjadinya Perang Mataram tahun 1624, Madura dikuasai oleh Sultan Agung. Lalu ia menginginkan agar Pangeran Tjakraningrat I memerintah Madura secara keseluruhan. Titah raja pun dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Meskipun Madura menjadi daerah kekuasaannya, namun Pangeran Tjakraningrat justru jarang sekali tinggal di Sampang. Apalagi Raja Mataram, Sultan Agung, masih membutuhkan tenaganya untuk memimpin kerajaannya di tanah Jawa sehingga Pangeran Tjakraningrat I sering tinggal di kerajaan tanah Jawa. Wajar apabila Ratu Syarifah lebih banyak tinggal di Kraton Sampang sendirian tanpa didampingi suami tercintanya. Namun Ratu Syarifah adalah seorang figur wanita yang taat dan patuh pada semua perintah suaminya. Maka untuk mengisi waktu kosongnya, Ratu Syarifah yang lebih populer dengan sebutan Ratu Ibu tersebut lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bertapa di sebuah bukit di Arosbaya.


Didalam legenda sejarah Babat Madura dikisahkan, bahwa selama dalam pertapaannya, Ratu Ibu Syarifah senantiasa memohon kepada Allah SWT. agar keturunannya yang laki-laki kelak bisa menjadi pucuk pimpinan pemerinytahan di Madura. Ia berharap agar pimpinan Pemerintahan tersebut dijabat hingga tujuh turunan. Anehnya dalam legenda tadi juga dikisahkan bahwa suatu hari didalam pertapaannya, Ratu Ibu Syarifah berjumpa dengan Nabi Khidlir AS. Dalam pertemuannya yang Cuma sesaat itu, sepertinya semua permohonan Ratu Ibu akan dikabulkan.

Merasa pertapaannya sudah cukup, maka Ratu Ibu Syarifah pun kembali ke Kraton Sampang. Tidak selang beberapa lama, suaminya yakni Paneran Tjakraningrat I datang dari bertugas di Kerajaan Mataram.sebagai istri yang setia, tentu saja Ratu Syarifah menyambut kedatangan suaminya dengan senang hati. Beliau bahkan menceritakan apa yang dialaminya selama bertapa, termasuk adanya petunjuk bahwa permohonannya agar turunannya kelak memimpin Pemerintahan di Madura dikabulkan juga diceritakannya dengan runtun.

Mendengar penuturan Ratu Syarifah tersebut, Pangeran Tjakraningrat I marah, ia sangat kecewa dengan pernyataan istrinya. Sebaliknya Pangeran Tjakraningrat I bertanya dengan marah,”Mengapa kamu Cuma memohon untuk tujuh turunan, sebaiknya kan tutunan kita selamanya harus memerintah di Madura !”, tegur Pangeran Tjakraningrat I kepada Ratu Syarifah. Wanita itupun Cuma menundukkan kepala.


Sepeninggal suaminya yang bertugas ke Mataram, Ratu Syarifah kembali ke Desa Buduran untuk bertapa. Dalam pertapaannya itulah Ratu Ibu memohon agar keinginan seaminya untuk menjadikan seluruh keturunannya bisa menjadi pemimpin Pemerintahan di Madura.siang malam Ratu Ibu memohon kepada Allah SWT. agar harapan suaminya bisa dikabulkan, ia memohon sambil terus menangis. 



Ini dilakukannya hingga meninggal di pertapaan, dalam keadaan menangis sehingga air matanya mengalir ke sungai di ujung Desa yang terdapat sebuah sumber mata air disana yang didalamnya terdapat ikan Buduran. Untuk mengenang sejarah tersebut orang-orang menyebut desa tersebut Desa Buduran... [IDR]


Sumber : Pembakuan Nama Rupa Bumi Kabupaten bangkalan Tahun 2012
Photo Koleksi : Bangkalan Memory


Share:

Kamis, 20 November 2014

Alat-Alat Perlengkapan Membatik

Alat-alat perlengkapan yang diperlukan untuk membatik dari dulu hingga kini tidak banyak perubahan. Hanya sedikit yang mengalami modifikasi sesuai dengan perkembangan teknologi. Alat untuk membuat batik yang berupa canting, misalnya, kini telah ada canting elektronik yang menggunakan tenaga listrik.

Sebagai kerja seni tradisional, membatik lebih banyak menggunakan alat-alat tradisional yang diwariskan oleh para leluhur. Itulah sebabnya, batik tulis termasuk hasil karya tradisional yang dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia dari sabang sampai merauke. Tidak salah bila UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya asli Indonesia.

Adapun macam-macam perlengkapan untuk membatik antara lain :

GAWANGAN

Gawangan adalah perkakas menyangkutkan dan membentangkan mori sewaktu dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambu. Gawangan harus dibuat sedemikian rupa hingga kuat, ringan, dan mudah dipindah-pindah.

Tinggi gawangan sekitar 50 cm dan panjang bilah sekitar 1 meter. Alat membatik ini biasanya terbuat dari bahan besi, kayu, atau bambu. Ketiga bahan tersebut sering dijumpai di sentra-sentra batik maupun di museum-museum yang mempunyai koleksi tentang perbatikan.

Gawangan

Fungsi utama gawangan tentu saja sebagai tempat untuk menaruh kain yang akan diberi pola batik dan proses pembatikan awal, yakni menorehkan lilin atau malam ke kain dengan alat bantuan canthing. Kain yang akan diberi pola atau proses pembatikan pada umumnya disampirkan ke gawangan. Setelah itu pembatik bisa memulai dari ujung kain untuk kemudian memberi pola dan melakukan proses pembatikan awal. Demikian seterusnya hingga proses pembuatan pola dan pembatikan awal selesai dilakukan.

BANDUL

Bandul dibuat dari timah, kayu, atau batu yang dimasukkan ke dalam kantong. Fungsi pokok bandul adalah untuk menahan agar mori yang yang sedang dalam proses pembuatan batik tulis tidak mudah tergeser saat tertiup angin atau tertarik oleh si pembatik secara tidak sengaja.

Bandul

WAJAN

Wajan adalah perkakas untuk mencairkan malam/lilin. Wajan dibuat dari logam baja atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa menggunakan alat lain.

Wajan untuk membatik

KOMPOR

Kompor adalah alat untuk membuat api. Kompor yang biasa digunakan adalah kompor berbahan bakar minyak. Namun terkadang kompor ini bisa diganti dengan kompor gas kecil, anglo yang menggunakan arang, dan lain-lain. Kompor ini berfungsi sebagai perapian dan pemanas bahan-bahan yang digunakan membatik.

Kompor untuk membatik

TAPLAK

Taplak adalah kain yang menutup paha si pembatik agar tidak terkena tetesan malam panas sewaktu canting ditiup atau waktu membatik.




SARINGAN MALAM

Saringan adalah alat untuk menyaring malam panas yang memiliki banyak kotoran. Jika malam tidak di saring, kotoran dapat mengganggu aliran malam pada ujung canting. Sedangkan bila malam disaring, kotoran dapat dibuang sehingga tidak mengganggu jalannya malam pada ujung canting sewaktu digunakan untuk membatik.

Ada bermacam-macam bentuk saringan, semakin halus semakin baik karena kotoran akan semakin banyak tertinggal. Dengan demikian, malam panas akan semakin bersih dari kotoran saat digunakan untuk membatik.

Saringan Malam/Lilin

CANTING

Canting adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan, terbuat dari tembaga bambu sebagai pegangannya. Canting ini dipakai untuk menuliskan pola batik dengan cairan malam. Saat ini, canting perlahan menggunakan bahan teflon.


Terdapat tiga macam bagian pada canting :
  1. Gagang yang terbuat dari bambu agar ringan dan mudah digunakan untuk melukis motif batik;
  2. Cucuk atau yang disebut juga carat yaitu tempat keluarnya cairan lilin ketika canting digoreskan ke kain.;
  3. Nyamplungan yaitu lubang cekung untuk menyimpan lilin cair.



Cucuk dibedakan beberapa jenis tergantung banyaknya cucuk, diantaranya adalah :

~  Cucuk satu atau canting cecekan
~  Cucuk dua atau canting lorom
~  Cucuk tiga atau canting telon
~  Cucuk empat atau canting prapatan
~  Cucuk lima atau canting liman
~  Cucuk tujuh atau lebih yang disebut juga canting byok
~  Canting galaran atau renteng yang bercucuk genap dan berbentuk susun

Cucuk dapat juga dibedakan berdasarkan ukurannya, sehingga ada cucuk kecil, sedang dan besar. Jika berdasarkan fungsinya,cucuk dibedakan dua jenis, yaitu canting isen,yang mempunyai cucuk untuk mengisi bagian motif batik yang harus diisi dengan warna di semua bagian.Ada juga canting reng-rengan yaitu canting untuk membentuk garis-garis pada kain.

Dengan ditemukannya berbagai alat dan cara yang lebih modern untuk membatik, saat ini terdapat juga canting elektronik.Seperti juga canting tradisional, canting ini memiliki gagang dan lubang tempat menampung cairan lilin, serta memiliki kelebihan lain,yaitu alat untuk mengkontrol suhu canting

Canting Elektrik

Jika pada  canting tradisional,seluruh paruh canting yaitu dobel ceceg, tembogan, ceceg, dobel klowong dan klowong merupakan satu bagian yang melekat, maka merupakan kelebihan canting modern adalah seluruh bagian ini dapat dilepas dan diganti sesuai dengan ukuran yang diinginkan  oleh pembatik.

Waktu yang dibutuhkan untuk menciptakan satu kain batik tulis sekitar 2-3 bulan, jelas lebih lama daripada batik print yang hanya membutuhkan waktu dua minggu saja. Namun batik tulis memiliki mutu yang lebih baik dan keunikan yang tetap tak lekang oleh zaman. Banyak orang yang dengan sukarela membeli batik tulis walau harganya lebih mahal.

KAIN MORI

Mori adalah bahan baku batik yang terbuat dari katun. Kualitas mori bermacam-macam dan jenisnya sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan. Mori yang dibutuhkan disesuaikan dengan panjang pendeknya kain yang diinginkan. Tidak ada ukuran pasti dari panjang kain mori karena biasanya kain tersebut diukur secara tradisional. Ukuran tradisional tersebut dinamakan kacu. Kacu adalah sapu tangan, biasanya berbentuk bujur sangkar.


Jadi, yang disebut sekacu adalah ukuran persegi mori, diambil dari ukuran lebar mori tersebut. Oleh karena itu, panjang sekacu dari suatu jenis mori akan berbeda dengan panjang sekacu dari mori jenis lain.

Namun dimasa kini, ukuran tersebut jarang digunakan,. Orang lebih mudah menggunakan ukuran meter persegi untuk menentukan panjang dan lebar kain mori. Ukuran ini sudah berlaku secara nasional dan akhirnya memudahkan konsumen saat membeli kain batik. Cara ini dapat mengurangi kesalahpahaman dan digunakan untuk menyamakan persepsi di dalam sistem perdagangan.

MALAM / LILIN

Malam / lilin adalah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya malam tidak habis (hilang) karena pada akhirnya malam akan diambil kembalipada proses mbabar, proses mengerjakan dari membatik sampai batikan menjadi kain.

Malam ynag dipergunakan untuk membatik berbeda dengan malm (lilin) biasa. Malam untuk membatik bersifat cepat diserap kain, tetapi dapat dengan mudah lepas ketika proses pelorodan.

Malam / Lilin

DHINGKLIK / TEMPAT DUDUK

Dhingklik / tempat duduk adalah tempat untuk duduk pembatik. Biasanya terbuat dari bambu, kayu, plastik, atau besi. Saat ini, tempat duduk dapat dengan mudah dibeli di toko-toko.


Fungsi alat dhingklik sama dengan kursi, sebagai tempat duduk, hanya saja dhingklik biasanya tidak ada sandarannya. Alat yang satu ini pun biasanya juga dibuat dari bahan kayu atau bambu. Tinggi dhingklik bervariasi, mulai dari 5 cm hingga 15 cm, disesuaikan dengan postur tinggi pembatik dan sedapat mungkin membuat nyaman bagi yang duduk. Dengan duduk di dhingklik ini memungkinkan para pembatik lebih leluasa melakukan membatik. Namun demikian, ada kalanya pembatik tidak duduk memakai dhingklik, tetapi duduk lesehan di lantai beralaskan tikar.


PEWARNA ALAMI

Pewarna alami adalah pewarna yang digunakan untuk membatik. Pada beberapa tempat pembatikan, pewarna alami ini masih dipertahankan, terutama kalau mereka ingin mendapatkan warna-warna yang khas, yang tidak dapat diperoleh dari warna-warna buatan. Segala sesuatu yang alami memang istimewa, dan tekhnologi yang canggih pun tidak bisa menyamai sesuatu yang alami



Alat-alat di atas merupakan perlengkapan membatik yang harus tersedia. Proses membatik memerlukan waktu yang cukup lama, terlebih kalau kain yang dibatik sangat lebar dengan motif yang rumit. Corak batik yang beraneka ragam dapat menghasilkan model baju batik yang indah. Dengan demikian, harga batik lebih banyak ditentukan oleh proses pembuatan, corak motif batik, bahan pewarna yang dipakai, dan bahan kain... [DI]


Catatan : Berbagai Sumber



Share:
Copyright © BANGKALAN MEMORY | Powered by Bangkalan Memory Design by Bang Memo | Kilas Balik Bangkalan Tempo Dulu