Jumat, 31 Oktober 2014

Asal Usul Desa Gili Anyar Kamal Bangkalan

Nama Gili Anyar tidak terlepas dari sejarah Gilih Timur, bahkan merupakan bagian dari sejarah Gili Timur, hal ini disebabkan oleh pemberian nama dari Buju Robbo atau nama aslinya Markun. Perlu kita ketahui Buju Robbo adalah saudara dari Buju Achmad. dan Buju Robbo tinggal di Dusun Natporan yaitu bagian dari desa yang sekarang dikenal dengan nama Gili Anyar.

Asal-usul nama Gili Anyar dilatarbelakangi oleh kondisi yang hampir sama dengan kondisi desa Gili Timur yaitu pada saat itu desa Gili Anyar mengalami kekeringan. 

Buju Markun (Robbo) yang tinggal di Dusun Natporan yaitu dusun disebelah barat jalan raya. Butuh air untuk mengairi sawah di Dusun tersebut, sehingga Buju Markun pergi ke saudaranya yang berada di desa Gili Timur, hasil dari musyawarah tersebut Buju Achmad mengijinkan untuk di aliri kesebelah barat jalan raya. 


Selanjutnya Buju Markun dengan tongkatnya menuju ke Sumber Kuning di Desa Gili Timur. Kemudian tongkat tersebut digoreskan ke tanah, mulai dari Sumber Kuning melintasi sawah dan rawa-rawa di sebelah barat. Seketika terjadi keajaiban, tanah goresan tongkat tadi membelah dan membentuk sungai kecil yang sangat banyak airnya mengaliri ke arah barat menuju Dusun Natporan. 

Dan orang Madura menyebutnya dengan “Aeng Agili Anyar” yang apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia yaitu “Air Mengalir Baru”. Lalu, Buju tersebut mengatakan bahwasanya desa ini diberi nama Desa Gili Anyar”... [DI]


Photo Koleksi : Bangkalan Memory
Share:

Asal Usul Desa Gili Timur Kamal Bangkalan

Menurut sumber yang dapat dipercaya ialah salah satu tokoh masyarakat setempat dan juga kebetulan sebagai kepala desa Gili Timur yaitu Bapak Moh Kholil. Asal usul nama Gili Timur yaitu sebuah kali yang bersumber dari mata air disebelah Timur jalan raya.

Konon pada masa pemerintahan Cakraningrat I, terdapat tiga saudara yaitu, Buju (orang suci) bernama Achmat, Tarhes yang dikenal dengan nama Buju Bendo dan Robbo yang dikenal dengan sebutan Buju Markun. Ketiga saudara tersebut bertapa (semedi) untuk mendapatkan air disalah satu dusun yang akhirnya dinamakan Dusun Sumber.


Tidak lama kemudian muncul sumber air yang warnanya kuning, air tersebut ditampung atau dibuatkan suatu kolam, lama kelamaan air semakin jernih, pada saat itu sumber tersebut dibuat mandi oleh masyarakat setempat, konon airnya dapat untuk obat, dan lokasi sumber air terletak sebelah Timur Pabrik Maduratek.

Selanjutnya Buju Achmad menetap di Dusun Sumber yang sekarang di sebut nama Desa Gili Timur (Gili = air yang mengalir di sebelah Timur jalan raya) menurut cerita Bapak Moch Cholil... [DI]


Photo Koleksi : Bangkalan Memory


Share:

Asal Usul Desa Gili Barat Kamal Bangkalan

Nama Gili Barat, merupakan suatu rentetan sejarah yang sama dengan Gili Timur dan Gili Anyar, hal ini disebabkan oleh pelaku sejarah yang sama, yaitu masing-masing pelaku itu merupakan tiga saudara yang sama-sama melakukan suatu pertapaan disuatu tempat dikenal di Dusun Sumber (wilayah Gili Timur).

Salah satu dari ketiga saudara tersebut tinggal disebelah barat Gili Anyar yang dikenal dengan nama Buju Bendo (Tarhes), pada saat itu Gili Barat kekurangan air untuk mengaliri sawah-sawah di desa tersebut, sehingga Buju Bendo mempunyai inisiatif membuat kali yang tadinya cuma sampai di Gili Anyar, dengan kesaktiannya Buju Bendo menarik tongkatnya dari kali Gili Anyar ke Barat  tidak lama kemudian air mengalir dari Gili Anyar ke Barat, tetepi airnya yang mengalir sedikit sekali, sehingga Buju Bendo menancapkan tongkatnya dan dengan derasnya air keluar dari tanah dan air tersebut dialirkan keseluruh sawah-sawah yang ada di desa sebelah baratnya Gili Anyar, selanjutnya masyarakat pada saat itu menyebut desa tersebut dengan nama Desa Gili Barat.


Dengan demikian Daerah tersebut dikenal dengan nama Desa Gili Barat, dimana desa tersebut masih masuk dalam wilayah Kecamatan Kamal... [DI]


Sumber : Indra Bagus Kusuma
Photo Koleksi : Bangkalan Memory
Share:

Asal Usul Kecamatan Arosbaya Bangkalan

Bagi warga Madura yang bermukim di Kabupaten Bangkalan, nama Kecamatan Arosbaya mungkin sudah tak asing lagi atau mungkin juga bagi sebagian besar masyarakat Madura. Ini karena nama Arosbaya kerap disebut sebagai pusat perkembangan dan peradapan suku Madura, khususnya di wilayah Madura bagian Barat. Karena di Arosbaya pulalah agama Islam pertama kali disebarkan ke seantero Madura.

Tulisan di atas bukan bermaksud mengorek sejarah Madura, atau pun penyebaran agama Islam di Madura. Semata karena tulisan ini tertuju pada huruf yang tersusun menjadi kata A-R-O-S-B-A-Y-A.


Legenda yang kuat mengakar di masyarakat Kecamatan Arosbaya, muasal nama Arosbaya bermuara dari keberadaan Buju' Resbejeh, yakni Asta Keramat yang lokasinya berada di pemakaman umum Morouk di Kampung Pandian, Desa/Kecamatan Arosbaya. Resbejeh sendiri merupakan dialek masyarakat Madura untuk mengucap nama Arosbaya.

Syandan, makam tersebut diyakini merupakan kuburan dari R. Abdul Wahid Trunokusumo. Beliau merupakan penyiar Islam yang berasal dari Solo. Itu sebagaimana disampaikan oleh juru kunci Buju' Resbejeh, Ismail.



Diceritakan lebih detail oleh pria yang kini berusia 39 tahun ini, berdasar penuturan yang telah diyakini kebenarannya oleh masyarakat Arosbaya, kali pertama menginjakkan kaki di Madura Barat, R. Abdul Wahid Trunokusumo langsung berziarah ke sebuah makam seorang wanita. Lokasinya saat ini persis berada disebelah barat Buju’ Resbejeh. Hingga kini, makam dimaksud masih terpelihara dan tidak diketahui identitasnya. ‘Kemudian setelah meninggal, beliau dimakamkan di lokasi yang sekarang ini banyak disebut sebagai Buju' Resbejeh," tutur Ismail yang kini juga berprofesi sebagai pandai besi ini. Tentang muasal nama Arosbaya sendiri, pria yang juga seorang guru ngaji ini merujuk dari cerita dari mulut ke mulut yang didengar dari tetua kampung setempat.

Konon, cerita Ismail, raja setempat yang oleh masyarakat Arosbaya dikenal bernama Gusteh Nyo'on, pemah bermimpi bahwa di makam R. Abdul Wahid Trunokusumo tersebut berpenghuni seekor buaya putih. Buaya dimaksud dalam wujudnya mempunyai sebilah keris yang terselip di pinggangnya.

"Katanya, bhejeh pote nyongkel kerres. Akhimya padanan dari kerres dan bhejeh tersebut, digabung jadi satu dan menjadi nama Resbejeh. Dalam dialog Bahasa Indonesia, menjadi Arosbaya," terang Ismail.

Dari versi cerita warga yang lain, Ismail juga mengutip sebuah cerita tentang muasal nama Resbejeh. Meski agak serupa, namun sama sekali tak sama. Dimana, ujar Ismail, lewat mimpinya juru kunci Buju' Resbejeh sebelumnya yang bemama Abdur Rasyid pernah bermimpi bahwa disekitar Buju' Resbejeh tersebut ada penampakan berwujud buaya putih yang ekornya berupa sebilah keris.

"Dua versi cerita tersebut sama-sama diyakini kebenarannya oleh masyarakat sekitar sebagai muasal nama Resbejeh atau Arosbaya," tutur Ismail. Sebagai makam yang dikeramatkan oleh warga sekitar, Buju' Resbejeh sudah lama dikenal memiliki karomah. Beberapa di antara¬nya diakui sebagai lokasi yang mustajabah untuk memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa. Namun, serupa beberapa makam aulia' lainnya, di Buju' Resbejeh juga dikenal sejumlah 'ritual' khusus kala berdoa.

Dalam hal ini, sang juru kunci Ismail kembali membeber fakta yang diperoleh dari mimpinya. Dijelaskan, dalam sebuah tidurnya, pria yang telah dikarunia dua orang anak ini mengaku seakan berada di sekitar Buju' Resbejeh. Saat hendak masuk ke dalam bangunan makam, dirinya disambut oleh salah seorang yang berpakaian serba putih. Sayang, saat itu dirinya tak bisa melihat wajah sang penyambut yang di kepalanya dibelit sorban putih tersebut. Namun diyakini yang bersangkutan adalah R. Abdul Wahid Trunokusumo yang dimakamkan di Buju' Resbejeh. Sementara di belakangnya berdiri banyak pengikutnya yang berpakaian juga serba putih dengan cadar ala ninja.

Lazimnya masuk ke komplek makam, Ismail bercerita langsung bersila dan hendak memanjatkan doa kubur. Namun, sontak pria yang berpakaian dan bersorban serba putih tersebut mencegahnya. Kemudian berujar, "Maos Sorat Al-Kahli 7 kaleh (Membaca Surat Al-kahfi 7 kali)".

"Dalam mimpi, saat itu saya agak kaget. Sebab Al-Kahfi kan lumayan panjang. Meski demikian, saya langsung membacanya. Namun, sebelum menyelesaikan satu ayat pertama dari al-Kalifi, saya terbangun. Sejak saat itu, saya berkeyakinan bahwa di Buju' Resbejeh ini, kalau hendak berdoa sebaiknya diawali dengan bacaan Al-Kahfi tujuh kali. Insya Allah terkabul. Namun ingat, semuanya tak lepas dari kuasa Sang Maha Esa,” pungkasnya... [DI]



Dikutib dari : Harian Radar Madura 4 Oktober 2007

Oleh : Edi Kurniadi


Share:

Asal Usul Kampung Kepang Bangkalan

Kepang… yach, itulah nama sebuah kampung yang ada dalam sederet nama kampung yang ada di Pulau Madura, tepatnya di Kota Bangkalan. Letak kampung yang strategis menjadi daya tarik tersendiri bagi kampung ini. Kampung Kepang sangat mudah untuk di jangkau karena masih dalam kawasan dan lingkup jantung Kota Bangkalan, yang berlokasi di jalan Letnan Singosastro gang 5. Jarak yang begitu dekat dengan alun-alun kota menjadikan kampung ini sangat mudah bagi orang-orang untuk singgah dan berkunjung ke kampung ini. 


Lalu-lalang kendaraan serta keadaan jalan yang memadai memberikan kenyamanan tersendiri bagi para pengunjung. Tak hanya itu, kampung Kepang juga dekat dengan makam pembabat Kota Bangkalan yaitu KH. Syaichona Kholil. Kampung yang dulunya merupakan hutan belantara kini menjadi perkampungan yang ramah dan nyaman. Kekentalan dan kemurnian masih nampak dan terjaga. Bagaimana tidak, terbukti dengan berdiri tegaknya Pondok Pesantren Al-Falah Al-Kholiliyah (Pondok Kepang) menjadikan kampung ini sebagai pusat pembelajaran ilmu agama serta ilmu-ilmu syariat yang lain.



Tidak banyak orang yang tahu napak tilas / asal usul kampung yang di beri nama KEPANG dan berdirinya pondok pesantren Al-Falah ini, namun setelah di konfirmasi serta penuturan dari beberapa sesepuh dan warga sekitar akhirnya ditemukan juga sejarahnya.

Pada zaman dahulu ada seorang pemuda yang alim dan sederhana. Ia sangat patuh kepada kedua orang tuanya, disamping itu ia sangat tekun menjalankan ajaran agama Islam. Pemuda tersebut bernama Mohammad Yasin, putra keluarga Mohammad Yakub dari kecamatan Konang, Bangkalan-Madura. Bertahun-tahun menimba ilmu agama di pondok pesantren mulai dari pondok pesantren di Pulau Jawa sampai pesisir Arab Saudi.

Bertahun-tahun pula ia tinggal di Mekkah menimba ilmu agama dan meningkatkan ibadah. Pada suatu hari ia bermimpi dalam tidurnya ia didatangi orang tua berjubah putih. Orang tua tersebut berpesan bahwa sudah waktunya Mohammad Yasin untuk kembali ke tempat kelahirannya mengamalkan ilmu dan membangun pesantren di Madura. Di akhir mimpinya orang tua berjubah putih juga sempat berpesan agar nantinya mencari kampung Kepang untuk membangun rumah/ tempat tinggal di Bangkalan Madura.

Akhirnya Mohammad Yasin pulang ke Kabupaten Bangkalan di Madura, setelah bertahun-tahun ia berkelana menimba ilmu agama. Sesampainya di Bangkalan ia mulai bertanya-tanya kepada sesepuh dan tokoh masyarakat di Bangkalan untuk mengetahui keberadaan kampung Kepang.

Selama ia mencari keberadaan kampung tersebut, Mohammad Yasin menambah ilmu dengan mondok di Pesantren Demangan yang kala itu dipimpin KH.Syaichona Kholil. Berkat kecerdasan dan kepatuhannya kepada Kyai, akhirnya Mohammad Yasin dipertemukan dan dipersunting dengan putri dari KH.Syaichona Holil.

Hingga pada suatu hari Raja Bangkalan ingin mengadakan pesta rakyat yang rencananya akan digelar selama 7 hari 7 malam. Persiapan demi persiapan sudah dilakukan demi lancarnya pesta, namun seantero kota Bangkalan selalu diselimuti awan mendung yang menandakan akan terjadinya hujan deras. Tanpa pikir panjang Sang Raja pun langsung mengutus ajudannya untuk mengadakan sayembara yang isinya:“ barang siapa yang bisa mengusir mendung-mendung tersebut akan diberi hadiah oleh Sang Raja “.

Mendengar hal semacam itu seluruh jagoan serta pawang-pawang  hujan menunjukkan keahlianya masing-masning, namun hasilnya nihil tak ada perubahan sama sekali. Pada akhirnya Sang Raja mendengar berita bahwa ada satu ulama yang karismatik, terkenal dengan kewaliannya yang tidak diragukan lagi kemampuannya. 

Ya…. Dialah KH.Syaichona Kholil, mertua dari Mohammad Yasin. Seketika itu juga Sang Raja langsung  mengutus Ajudannya  untuk menemui sang wali tersebut. Anehnya  sang wali tidak mau hadir ke Keraton Kerajaan. Akan tetapi hanya memberi selembar kertas yang isinya “ pala’eh Raja rajah” {kemaluan raja besar }, dan menyuruh memampangkan kertas tersebut didepan Keraton Kerajaan.

Sesampainya di Kerajaan kertas tersebut langsung di baca oleh Raja, sontak Sang Raja langsung marah, akan tetapi kemarahan Raja diredam oleh penasehat Kerajaan. Sang raja pun menuruti perintah Sang Wali untuk memempangkan kertas tersebut. Tak selang beberapa saat setelah tulisan tersebut terpampang, seantero Bangkalan yang tadinya diselimuti awan mendung langsung berubah menjadi cerah dan terang benderang .

Begitu karomahnya Sang Wali tersebut yang dengan tulisan tak berarti itu bisa mengusir mendung yang menyelimuti Bangkalan. Raja pun langsung tenang dan gembira menyaksikan keajaiban tersebut. Pada hari itu pula Raja langsung mengundang KH. Syaichona Kholil untuk datang  ke Keraton Kerajaan guna menerima hadiah dari Sang Raja. 

Sang Raja pun memberikan hadiah pada KH. Syaichona sebidang tanah luas sebagai tanda terimah kasih Raja pada beliau atas pertolonganya. KH.Syaichona Kholil pun menerima pemberian raja tersebut.

Lalu tanah itu oleh KH. Syaichona Kholil di berikan kepada menantunya, yaitu Mohammad Yasin. Mohammad Yasin pun menerima tanah pemberian mertuanya itu dengan senang hati. Ia merasa tanah pemberian mertuanya itu merupakan petunjuk atas keberadaan kampung Kepang yang ia cari selama ini. Tanah tersebut terletak di sebelah timur selatan alun-alun Bangkalan saat ini ( dahulu masih merupakan hutan belantara ). 

Tanpa pikir panjang Mohammad Yasin pergi ke tempat tanah tersebut, namun kenyataannya tidak seperti yang ia dibayangkan, tanah tersebut kala itu sangat angker, pohon-pohon besar menjulang tinggi, binatang liar berkeliaran seperti babi, ular dll, dan tidak ditemukan kampung di sekitar tanah luas milik Muhammad Yasin itu, hanya hutan belantara tak berpenghuni. 

Dengan sabar dan tekun, Mohammad Yasin mulai membersihkan hutan belantara tersebut hingga akhirnya berdirilah sebuah bangunan sederhana yang layak untuk dihuni. Hingga akhirnya lama-kelamaan hutan belantara tersebut menjadi sebuah kampung yang di beri nama Kampung Kepang. Meneruskan perintah dari KH. Syaichona Kholil, Muhammad Yasin pun mendirikan sebuah pondok pesantren yang ia beri nama Pondok Pesantren Al-Falah Al-Kholiliyah (Pondok Kepang).

Sedangkan kampung Kepang itu sendiri berasal dari kata “TA KE PEK bungkanah KE TA PANG” dan disingkat KEPANG.  Konon pada zaman dahulu di tempat angker tersebut ada seorang petapa bernama Saniba, ia meninggal akibat terhimpit pohon besar (pohon Ketapang). 

Hingga sekarang tempat pertapaan masih terawat dengan baik di pondok Kepang. Masyarakat/kalangan pondok menyebutnya PETAPAN. Masih penasaran?? Silahkan berkunjung ke Pondok Kepang.... [DI]


Photo Koleksi : Berbagai Sumber
Share:

Asal Usul Desa Tajungan Kamal Bangkalan

Nama Desa Tajungan menurut tokoh masyarakat yang bernama Bapak Mundafar, mengatakan bahwa Desa Tajungan merupakan Tanjung yang tenggelam, hal ini disebabkan pada saat air pasang  desa tersebut tenggelam sampai-sampai daratannya tidak kelihatan.





Selanjutnya Pak Mundafar menjelaskan secara rinci, konon dahulu ada seorang pemuda nelayan dari gresik, saat air pasang nelayan itu mencari ikan diwilayah tersebut dan kebetulan wilayah itu banyak sekali ikannya, sehingga pemuda nelayan itu berlama-lama menjaring ikan di tempat itu, tak terasa air mulai surut dengan tidak disangka perahunya kandas di dataran (pantai) tersebut, tidak lama kemudian ada seorang sedang mencari kerang di pantai itu, saat itu hari mulai sore, pemuda nelayan itu berhasrat cepat pulang, ternyata nelayan itu mengalami kesulitan untuk mendorong perahunya ke laut, sehingga pemuda nelayan itu minta bantuan ke bapak pencari kerang tersebut, selanjutnya pencari kerang itu menghampirinya membantu mendorong perahu pemuda tersebut.


Selanjutnya hubungan kekeluargaan antara pemuda dengan orang tersebut terus-menerus dibina dengan baik, sehingga untuk menambah persaudaraan, pemuda tadi menikah dengan anak perempuannya. Setelah pemuda tersebut berkelurga memutuskan untuk tinggal di tanjung tenggelam tersebut.

Tanjung Tenggalam itu segera diuruk atau ditambahkan tanah bedel dari desa lainnya sampai menutup atau menjadi daratan, sehingga desa itu diberi nama Desa Tajungan dan perlu diketahui desa tersebut luasnya sekitar 7 ha saja... [DI]


Photo Koleksi : Berbagai Sumber


Share:

Asal Usul Desa Karang Leman Tragah Bangkalan

Dahulu sebelum menjadi desa dan dihuni oleh penduduk wilayah ini juga masih berupa hutan belantara yang lebat dan rimbun, tidak bisa dibedakan antara yang berupa sawah, ladang atau perkampungan yang terlihat hanya hutan rimba. Tetapi calon daerah persawahan bisa dilihat sepintas yaitu pohon-pohon yang tumbuh dIdaerah yang rendah bisa hidup subur karena setelah berdiri kerajaan di sekitar wilayah ini (yang sekarang disebut Desa Bancang dan Desa Pacangan). 

Wilayah ini mulai dibabat untuk dijadikan perkampungan atau persawahan, mula-mula yang di jadikan untuk perkampungan hanya sebagian saja, karena pesatnya pertumbuhan penduduk sehingga makin lama semua wilayah ini dibabat semuanya baik untuk pemukiman maupun untuk persawahan, sampai disini wilayah ini belum ada namanya. 




Suatu ketika desa ini mengadakan hajatan sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Kuasa karena wilayah ini akan memetik panen raya karena semua tanaman pertanian hidup subur dan melimpah ruah. 





Dengan dilaksanakannya hajatan ini salah satu penduduk mengusulkan kepada para sesepuh yang datang untuk mengikuti hajatan tersebut agar wilayah ini diberi nama agar semua orang pada mengetahui dan bisa menyebut nama wilayah ini, akhirnya para sesepuh tadi berunding bersama-sama setelah ada kata sepakat maka mereka memberi nama wilayah ini menjadi Desa Karang Leman karena desa ini yang dijadikan pemukiman terdiri dari lima lokasi yang masing-masing lokasi dibatasi oleh sawah, yang asal katanya karangan daerah pemukiman yang jumlahnya lima sampai sekarang... [DI]

Keterangan :

Photo yang terdapat di dalam cerita tersebut diatas hanyalah gambaran ilustrasi saja dan dan bersifat fiktif

Sumber : Pembakuan Nama Rupa Bumi Kabupaten bangkalan Tahun 2012

Photo Koleksi : Berbagai Sumber



Share:

Selasa, 28 Oktober 2014

Asal Mula Desa Pacangan Tragah Bangkalan

Di Tragah terdapat sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang wanita yang bernama Ratu Bidara. Beliau adalah seorang Ratu yang sangat cantik, molek dan aduhai serta terkenal dengan kebijaksanaannya serta selalu memerintah secara jujur dan sangat adil serta arif bijaksana. Karena kejujuran dan keadilan serta kearifannya inilah Ratu Bidara terkenal seantero Madura sampai ke Pulau Jawa. Tetapi dari keluarga kerajaan sendiri ada yang masih kurang gembira termasuk dari Ratu Bidara sendiri, karena apa ?

Peta wilayah Desa Pacangan

Ratu Bidara
Karena dia mempunyai seorang putri yang bernama Raga Padmi. Sudah banyak yang dilakukan pihak kerajaan untuk mengobati atau mencarikan obat agar penyakit yang diderita oleh sang putri cepat sembuh. Pihak kerajaan sudah memerintahkan para punggawa kerajaan untuk mencari obat atau penyembuhan kepada para dukun dan orang-orang pandai di wilayah Madura sampai ujung timur Pulau Madura, tetapi hasilnya tidak ada. Semua belum bisa mengobati apalagi menyembuhkan penyakit yang diderita sang putri. 

Putri sang buruk rupa
Pihak kerajaan juda menyuruh para punggawa untuk mencari obat ke Pulau Jawa yang pada waktu itu di Jawa ada Kerajaan Majapahit, tetapi semua usaha yang dilakukan namun belum membuahkan hasil. 

Karena sudah merasa putus asa akhirnya Ratu Bidarah dengan terpaksa mengasingkan putrinya yang buruk rupa (mempunyai penyakit borok) ke sebuah pulau yang bernama Pulau Mandangin (terletak di sebelah Kota Sampang).

Pulau Mandangin Kabupaten Sampang
Kemudian pihak Kerajaan mengadakan sayembara yang isinya adalah "Barang siapa yang bisa menyembuhkan penyakit sang putri akan diberi imbalan, apabila yang menyembuhkan seorang wanita akan dijadikan saudara angkat sang putri dan apabila yang menyembuhkan itu laki-laki akan maka akan dijodohkan/dipasangkan dengan putrinya". 

Akhirnya Sang Putri sembuh dari penyakitnya dan mendapatkan Pasangannya

Alhasil dari sayembara tadi ada seorang pemuda yang bisa menyembuhkan penyakit putrinya dan sesuap kesepakatan maka Sang Putri dijodohkan dengan pemuda tersebut sampai akhir hayat. Dengan demikian daerah tersebut oleh penduduk setempat akhirnya dinamakan Desa Pacangan yang artinya pasangan... [DI]



Keterangan :
Photo yang ada di cerita tersebut hanyalah sekedar gambaran saja dan bersifat fiktif semata.


Photo Koleksi : Berbagai Sumber


Share:

Senin, 27 Oktober 2014

Asal Usul Desa Pocong Tragah Bangkalan

Pada waktu dulu Desa ini belum ada namanya karena jumlah penduduk pada waktu itu masih belum banyak dan desa ini masih berupa hutan dan banyak semak belukar. Suatu waktu ada salah satu dari anggota warga disini meninggal dunia, sesuai adat istiadat yang ada warga yang meninggal di kebumikan (di kubur) layaknya orang meninggal dunia biasa.

Setelah malam tiba banyak warga masyarakat yang ketakutan karena ada pocongan(orang mati yang dibungkus kain kafan) yang berjalan kesana kemari melewati hutan-hutan, semak belukar dan pemukiman penduduk, kejadian ini berjalan sampai dengan 40 hari lamanya. 




Dengan kejadian ini salah satu tokoh warga masyarakat disini ada yang mempunyai kepandaian dalam hal yang gaib, sehingga dia tahu dan memberitahukan warga yang lain bahwa yang menjadi pocongan tersebut adalah warga yang meninggal dunia itu. Setelah 40 hari berjalan pocongan sudah tidak muncul lagi sehingga warga masyarakat sudah tenang dan tenteram kembali karena yang ditakuti sudah  tidak muncul kembali. Keadaan ini berjalan cukup lama tetapi suatu ketika ada warga yang meninggal dunia lagi dan malamnya ada hal yang sama muncul kembali yaitu pocongan yang berjalan kesana kemari lagi. 


Karena setiap ada orang meninggal dunia pasti menjadi pocongan, warga masyarakat sepakat membabat hutan dan semak belukar yang ada sehingga menjadi desa yang disebut Desa Pocong yang diambil dari cerita tersebut diatas... [DI]


Sumber : Pembakuan Nama Rupa Bumi Kabupaten bangkalan Tahun 2012
Photo Koleksi : Bangkalan Memory


Share:

Minggu, 26 Oktober 2014

Asal Usul Desa Pamorah Tragah Bangkalan

Desa Pamorah adalah Desa yang terletak paling Utara diantara desa-desa lain yang berada di Kecamatan Tragah. Sebelum desa itu disebut Pamorah Desa tersebut terdiri dari tiga desa yaitu Desa Pancor, Desa Nyamokan, dan Desa Bettarah. Ketiga Desa tersebut belum mempunyai pemerintahan desa dan belum ada Kepala Desanya (dalam bahasa maduranya klebun). 

Dalam dengan keadaan seperti itu awal mulanya Desa Pancor ingin mengadakan Pemilihan Kepala Desa (Klebun) dari beberapa tokoh masyarakat yang mencalonkan, ternyata Mbah Djubas terpilih menjadi Kepala Desa di desa Pancor tersebut. Dengan terpilihnya Mbah Djubas menjadi Kepala Desa di Desa Pancor, keadaan kehidupan masyarakat menjadi tenteram dan makmur karena berkat kepiawaian dan kecerdasan dari Kepala Desanya yaitu Mbah Djubas.


Desa Bettarah yang pada saat itu belum mempunyai Kepala Desa masyarakatnya sepakat mengadakan Pemillhan Kepala besa, banyak dari Tokoh Masyarakat Desa Bettarah yang mencalonkan. Mbah Djubas yang pada waktu Pemilihan Kepala Desa Bettarah melihat jalannya Pemilihan oleh sebagian warga diusulkan untuk dicalonkan juga menjadi Kepala Desa Bettarah, karena masyarakat Desa Bettorah sudah tahu kepandaian Mbah Djubas maka dalam Pemilihan tersebut Mbah Djubas memenangkan Pemilihan Kepala Desa, sehingga Mbah djubas juga diangkat menjadi Kepala Desa Bettarah. 

Demikian juga Desa Nyamokan juga belum ada pemerintahan desa dan Kepala Desanya, untuk itu warga masyarakat banyak yang mengusulkan supaya terbentuk Pemerintahan Desa dan mengadakan Pemilihan Kepala desa. Ternyata dari penjaringan calon dan usulan warga masyarakat, Mbah Djubas juga ikut dicalonkan menjadi Kepala Desa Nyamokan, dan ternyata dalam Pemilihan tersebut Mbah Djubas juga memenangkan pemilihan sehingga beliau menjadi Kepala Desa di Desa Nyamokan. 

Karena Mbah Djubas menjadi Kepala Desa di tida desa : Pancor, Bettarah dan Nyamokan, maka dari kesepakatan tokoh dan warga masyarakat pada waktu itu desa tersebut dijadikan satu desa yang bernama Desa Pamorah singkatan dari Pancor, Nyamokan dan Bettarah. Sampai sekarang desa tersebut dikenal dengan nama Desa Pamorah.. [DI]


Oleh : Indra Bagus Kusuma
Photo Koleksi : Bangkalan Memory



Share:

Kamis, 23 Oktober 2014

Asal Usul Desa Petapan Labang Bangkalan

Desa Petapan merupakan desa paling Utara dari Kecamatan Labang Bangkalan, dimana desa ini dibatasi sebelah Utara Kecamatan Tragah, sebelah Selatan Desa Ba'engas, sebelah Barat Kecamatan Socah dan sebelah Timur Kecamatan Tragah. 

Lokasi Desa Petapan Labang Bangkalan ini kalau dari arah Suramadu, ada lampu merah kemudian belok ke Timur ke arah jurusan Kwanyar. Setelah sampai di lampu merah lalu belok kiri yang kemudian ada lorong terdapat gapura menuju ke Desa Sendang. Setelah itu menuju ke seberang kanan ke arah Timur dimana terdapat ada lorong tanpa gapura, terus ke arah Petapan dan sekitar 100 meter baru masuk perkampungan Petapan.

Peta Wilayah Kecamatan Labang

Awal mula nama Desa Petapan Labang Bangkalan ini bermula dari sebuah legenda dimana menceritakan bahwa Suatu hari Sunan Putro Manggolo putra Kyai Zainal Abidin Cendana Kwanyar datang ke tempat itu untuk menyebarkan Agama Islam, dia bertapa dan menancapkan tongkatnya ke tanah, setelah selesai dari bertapanya, Sunan Putro Manggolo lalu mencabut tongkatnya, betapa bahagianya hati sang Sunan melihat air keluar. Tapi tak disangka air yang keluar semakin lama semakin deras, Sang Sunan senang bercampur bingung karena takut banjir dan menenggelamkan dusun tersebut. Lalu dia mengambil bedug untuk menutupinya, maka air yang keluar menjadi normal, lalu Sang Sunan membuat telaga untuk mandi dan mengajak warga dusun untuk sholat berjemaah. 

Beberapa tahun kemudian dusun yang dulunya setengah belantara kini menjadi makmur dan terkenal dengan adanya telaga sumber itu. Sang Sunan lalu memberi nama dusun tersebut Desa Petapan, karena desa tersebut memang tempat pertapaan.



Konon sumber mata air di Pemandian Sunan Putro Manggolo ini dipercaya apabila mempunyai istri yang akan melahirkan disarankan minum air petapan tersebut dan kalau mandi di sumber tersebut istiqomah tiap malem Jum'at Manis/Legi, Insya Allah wajah kita nanti akan segar dan bersinar.

Pemandian Sumber Mata Air Sunan Putro Manggolo

Mata Air Pemandian tersebut terdapat 2 tempat yakni pemandian khusus laki-laki dan pemandian khusus wanita. Air pemandian tersebut sangat jernih dan hangat walaupun kita mandi waktu malam hari.

Air yang begitu jernih dan hangat di pemandian meskipun waktu malam hari

Maka sejak saat itu dan hingga sekarang, Desa Petapan semakin ramai karena disana selain terdapat Makam Sunan Putro Manggolo dan Sumber Air tempat pemandian, juga di berdekatan dengan Jembatan Suramadu, sehingga akses menuju desa tersebut lebih mudah dan cepat.. [DI]


Photo Koleksi : http://laurentiadewi.com/


Share:

Tradisi Perahu Tenggelam di Pulau Kambing Sampang

Dalam melakukan upacara tradisi selalu dikaitkan dengan membuang sial atau untuk mendapatkan keselamatan dalam menjalani hidup, begitu juga yang dilakukan di Pulau Kambing Kabupaten sampang. Untuk membuang sial, para nelayan sengaja membalikkan perahu dan mengisinya dengan air hingga penuh agar perahu tersebut tenggelam.

Sebagaimana upacara tradisi lainnya, tak ada satu wargapun yang dapat menjelaskan sejak kapan dimulainya upacara tradisi tersebut, Konon tradisi menenggelamkan perahu atau biasa disebut dengan Perahu Tenggelam (Rokat tase’) ini sudah ada sejak nenek moyang mereka penghuni pulau itu, terutama para nelayan yang berada di ujung Barat pantai.

Tetapi prosesi upacara Perahu Tenggelam ini benar-benat unik dan berbeda dimana biasanya upacara prosesi upacara tradisi selalu melibatkan banyak orang bahkan melebitkan hampir seluruh warga desa, namun pada prosesi upacara Perahu Tenggelam ini harus dilakukan seorang diri, bahkan wajib dilakukan secara sembunyi sembunyi agar tak ada orang lain yang melihatnya. Dengan alasan yang didapat secara turun temurun, bahwa kalau ada orang lain melihat seseorang melakukan upacara tradisi dengan menenggelamkan perahunya maka orang tersebut akan membantu mengangkat perahu yang di tenggelamkan tersebut.


Bagi warga masyarakat Pulau Kambing, membantu mengangkat perahu yang tengah ditenggelamkan pada saat upacara Perahu Tenggelam adalah pantangan. Mereka mempercayai bahwa kepedulian itu justru dianggap lancang dan melukai hati orang yang tengah menggelar upacara tradisi.


Lokasi untuk menenggelamkan perahu pun tidak boleh di lakukan sembarangan tempat dan biasanya dilakukan di depan makam Bangsacara Ragapadmi, yakni nenek moyang yang di percaya sebagai leluhur Pulau Kambing. Dan anehnya, meski upacara Perahu Tenggelam ini wajib di lakukan di depan makam Bangsacara Ragapadmi, tetapi upacara ini tak ada hubungannya dengan mitos Bangsacara Ragapadmi, Mitos Bangsacara Ragadmi bediri sendiri sebagai sebagai sebuah mitos yang di percaya masyarakat Madura.

Mitos yang mengisahkan permaisuri Raja Bangkalan memiliki permaisuri cantik yang bernama Ragapadmi yang tak tertandingi itu tiba-tiba sirna, sebab entah karena apa secara tiba-tiba Ragapadmi menderita penyakit yang menjijikkan. Ragapadmi pun akhirnya di asingkan di sebuah pulau yang sangat sepi dan hanya di huni sekawanan kambing.


Pengasingan Ragapadmi ini ternyata membuat trenyuh salah seorang punggawa kerajaan yang bernama Bangsacara. Punggawa itu pun secara rutin mengunjungi Ragapadmi.
Ketika kata-kata cinta itu di ucapkan Bangsacara, tiba tiba saja Ragapadmi sembuh penyakitnya. Kulitnya kembali mulus dan wajah cantiknya kembali seperti semula.

Raja Bangkalan yang mendengar bahwa Ragapadmi telah sembuh akhirnya meminta Ragapadmi untuk kembali ke istana. Namun permintaan Raja Bangkalan tersebut di tolak oleh Ragapadmi, bahkan permaisuri cantik itu telah memutuskan untuk tetap tinggal di Pulau Kambing.

Keturunan Bangsacara Ragapadmi dan masyarakat sekitar hingga saat ini sangat percaya bahwa Pulau Kambing memiliki kekuatan Magis dan merupakan tempat untuk mengusir kesialan, tetapi entah kenapa wujud mengusir kesialan tersebut harus dengan cara menenggelamkan Perahu dan hingga kini masih belum ada seorangpun yang mengetahuinya... [DI]


Photo Koleksi : Berbagai Sumber
Sumber : http://www.sampangkab.go.id/


Share:
Copyright © BANGKALAN MEMORY | Powered by Bangkalan Memory Design by Bang Memo | Kilas Balik Bangkalan Tempo Dulu